• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERPIKIR DALAM ALQUR’AN

BERPIKIR DALAM ALQUR’AN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Alqur’an sebagai teks suci memberikan gambaran tentang bagaimana pentingnya untuk membaca. Hal tersebut tercantum di dalam wahyu pertama yang diberikan Allah melalui Malaikat Jibril. Pada waktu Nabi Muhammad melakukan semedi atau kontemplasi di Gua Hira’ selama 40 hari, maka pada hari ke 40, Beliau didatangi Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu Allah SWT.

Di dalam keadaan ketakutan, Nabi Muhammad diminta untuk membaca, maka Nabi Muhammad menyatakan: “ma ana biqariin”, Muhammad menjawab: “saya tidak dapat membaca”. Lalu dituntun oleh Malaikat Jibril untuk mengikutinya, sebagaimana di dalam Alqur’an Surat Al Alaq, 1-5,  yaitu:  Iqra’ bismi rabbikal ladzi khalaq, khalaqal insana min ‘alaq, iqra’ warabbukal akramul ladzi ‘allama bil qalam. ‘allamal insana malam ya’lam”.  Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dan telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Inilah yang menjadi wahyu pertama di dalam  Islam. Nabi Muhammad kemudian pulang ke rumah dalam keadaan menggigil.  Kala sampai di rumah, Nabi Muhammad minta diselimuti oleh istrinya, Khadijah. Nabi Muhammad menikah pada usia 25 tahun, sementara Khadijah usia 40 tahun. Nabi Muhammad memperoleh wahyu pertama pada usia 40 tahun. Nabi Muhammad memperoleh wahyu di kala usianya secara psikhologis dan fisiknya sudah matang. Usia dewasa secara psikhologis dan fisikal pada usia 40 tahun. Di dalam pepatah Bahasa Indonesia dinyatakan hidup dimulai usia 40 tahun.

Nabi Muhammad diselimuti oleh Istri tercintanya di rumahnya. Ada perasaan takut di dalam dirinya yang menyebabkan tubuhnya menggigil. Tetapi kemudian justru Malaikat Jibril datang lagi dan menyampaikan wahyu agar Nabi Muhammad bangun sebagaimana tercantum di dalam Surat Al Mudatstir, ayat 1-3 yang berbunyi: “Ya ayyuhal muddatsir, qum faandzir, wa rabbaka fakabbir”. Sekali lagi Khadijah menenangkan Muhammad dan memperkuat batinnya bahwa yang diterimanya dari Allah SWT.

Apa yang dialami Nabi Muhammad merupakan bukti kebenaran sebagaimana yang diceritakan oleh Waraqah, pendeta Nasrani, paman Khadijah, yang menyatakan bahwa tanda-tenda kenabian itu ada pada diri Muhammad. Ayat tersebut menegaskan agar Muhammad jangan takut, sebab apa yang disampaikan oleh Malaikat Jibril adalah kebenaran, wahyu yang datang dari Tuhan, Allah SWT. Melalui wahyu ini menegaskan bahwa Muhammad telah terpilih menjadi Nabi akhir zaman, Nabi penutup, khatamul ambiya, wal mursalin”.

Ayat pertama sebagai wahyu Tuhan tersebut yang mengindikasikan bahwa Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan. Agama yang mengedepankan rasio atau  pikiran dan juga mengedepankan rasa atau emosi dan spiritual. Islam tidak hanya kumpulan dogma yang harus diyakini dan ditaati, akan tetapi juga kumpulan pengetahuan yang rasional. Islam begitu menghargai orang yang berilmu. Orang yang memiliki kecerdasan rasional, kecerdasan emosional, kecerdasan social dan kecerdasan spiritual.

Betapa banyak ayat Alqur’an yang diakhiri dengan pernyataan: “afala ta’qilun atau afala tatafakkarun”. Di dalam Surat Albaqarah, ayat 44 dinyatakan: “mengapa kamu menyuruh orang lain untuk (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab Suci (Taurat), tidakkah kamu mengerti”. Di dalam Alqur’an terdapat sebanyak 13 ayat yang dinyatakan dengan afala ta’qilun. (NU Online, https://islam.nu.or.id diunduh 19/07/24). Ayat tersebut adalah Surat Albaqarah 44, Surat Albaqarah 76, Surat Al Imran 65, Aurat Al An’am 32, Surat Al A’raf 169, Surat Yunus 16, Surat Hud 51, Surat Yusuf 109, Surat Al Anbiya’ 10, Surat Al Ambiya’ 67, Surat Al Mu’minun 80, Surat Al Qashash 60, Surat Al Shaffat 138.

Di dalam teks afala ta’qilun memberikan gambaran dimensi pengertian atau pemahaman yang berbasis pada rasio. Mengerti berada di dalam konteks pemikiran. Yang menjadi sasaran ayat ini adalah dimensi rasio. Jika dikaitkan dengan ayat 44 dalam Surat Albaqarah, maka secara logical bahwa jika seseorang menyuruh melakukan kebaikan maka seharusnya yang bersangkutan sudah melakukan kebaikan. Akal orang lain akan menerimanya. Orang yang kelakuannya bejad lalu bercerita tentang kebaikan, maka orang dengan akal akan menolaknya.

Akal memiliki kekuatan untuk memilah dan memilih. Di dalam sensory storage manusia terdapat sejumlah pengalaman tentang kebaikan dan keburukan, tentang manfaat atau kerugian, tentang keletadanan dan ketidakteladanan, serta kecocokan ucapan dan perbuatan. Semua terekam di dalam gudang inderawi. Makanya, jika seseorang mendengarkan ungkapan dari seseorang, maka saraf-saraf di dalam gudang inderawi akan bekerja secara langsung tentang relevansi pernyataan dengan tindakan.

Akal merupakan karunia Allah yang luar biasa. Dengan akal, maka manusia berbeda dengan binatang dan ciptaan Tuhan lainnya. Dengan akal maka manusia dapat menciptakan sesuatu yang baru. Dengan akal manusia dapat membuat inovasi-inovasi yang unggul. Perkembangan zaman dari Era Revolusi Industri (ERI) pertama dengan ditemukannya listrik, ERI kedua dengan ditemukannya mesin uap, ERI ketiga ditemukannya computer dan ERI keempat dengan teknologi informasi merupakan kreasi manusia karena kecerdasan otak atau pemikirannya.

Melalui pemikiran,  manusia dapat menciptakan produk yang membahagiakan tetapi juga dapat  menghasilkan produk yang menyakitkan bahkan menghancurkan. Pikiran yang membahagiakan yang kita dorong maju dan yang menyakitkan atau menghancurkan kita nihilkan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..