• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TAHUN BARU HIJRIYAH 1446: AMALKAN AJARAN AGAMA

TAHUN BARU HIJRIYAH 1446: AMALKAN AJARAN AGAMA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Untuk pekan ini ketepatan saya berada di rumah Tuban. Tempat kelahiran saya. Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban. Itulah sebabnya kala awal tahun Hijrah, maka saya sempatkan untuk memberikan sekadar pemahaman tentang tahun baru hijriyah, yang di dalam system kalender Islam disebut sebagai Bulan Muharram atau di dalam tradisi Jawa disebut sebagai Bulan  Suro. Hal ini saya sampaikan pada jamaah Shalat Magrib di Mushalla Raudhatul Jannah, 06/07/2024.

Perubahan tahun di dalam tradisi Islam memang tidak terdapat hura-hura. Tidak sebagaimana pergantian tahun di dalam Tahun Masehi, yang biasanya disambut dengan hingar bingar. Penuh dengan keramaian. Ada hiburan music, bahkan siaran televisi juga menyambutnya dengan berbagai acara yang menarik. Bahkan ada sekelompok orang yang rela begadang untuk menyambut tahun baru masehi.

Islam justru menyambutnya dengan berbagai acara ritual, seperti membaca Surat Yasin tiga kali, lalu berdoa untuk menyambut tahun baru dan mengakhiri tahun yang telah berlalu. Sungguh Islam memberikan pelajaran kepada umatnya untuk menyambut tahun baru dengan semakin banyak membaca kalimat thayibah dan berdoa untuk keselamatan diri dan keluarga agar pada tahun baru dan tahun berjalan terdapat kehidupan yang semakin baik dalam banyak aspek kehidupan.

Ada tiga hal yang dapat saya sampaikan di dalam acara menyambut tahun baru tersebut, yaitu: pertama, menjelaskan tentang makna tahun baru hijriyah. Tahun hijriyah mengacu pada perjalanan bulan selama 29 atau 30 hari. Berbeda dengan tahun baru masehi yang menggunakan peredaran matahari selama 29 atau 30 hari atau 31 hari. Dalam empat tahun sekali, maka bulan Pebruari yang biasanya berusia 29 hari lalu hanya berusia 28 hari atau disebut sebagai tahun kabisat.

Tahun baru hijriyah dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Setelah melalui perdebatan panjang, karena ada usulan tahun kelahiran Nabi Muhammad  atau tahun hijrah, maka ditetapkan bahwa tahun baru hijrah dimulai semenjak hijrah Nabi Muhammad SAW dimaksud. Jika dihitung sekarang, maka hijrah Nabi Muhammad sudah berusia 1446 tahun.

Kedua, pada bulan Muharram banyak terjadi kejadian di dalam sejarah umat Islam. Ada beberapa peristiwa yang menjadi ingatan kolektif masyarakat Islam. Salah satu di antaranya adalah peristiwa Karbala. Suatu pembunuhan sadis yang dilakukan oleh pasukan Muawiyah bernama  Sinan bin Anas bin Amr Nakhai lalu dipenggal lehernya dan diserahkan kepalanya kepada Khawali bin Yazid (Ibnu Katsir). Umar bin Said Abi Waqash adalah Panglima perang Muawiyah yang sangat kejam dan menjadi catatan hitam dalam sejarah umat Islam. Sayyidina Husein dengan kerabat dan pengikutnya sebanyak 72 orang dibantai.  Padahal Sayyidina Hussein dan kerabatnya berhenti di wilayah Karbala karena  akan dilakukan perjanjian damai. Tetapi tiba-tiba Sayyidina Hussein diserang dan seluruh kerabatnya dibunuh. Termasuk Sayyidina Hussein yang dipenggal kepalanya dan dijadikan sebagai mainan. Masyaallah. Cucu Nabi Muhammad SAW yang mulia ini harus meninggal dengan cara yang seperti ini. Subhanallah. Untunglah kepala Sayyidina Hussein berhasil diselamatkan dan akhirnya dikuburkan di Kota Kairo, dan sampai hari ini, makam tersebut masih dimuliakan oleh umat Islam.

Di kalangan penganut Syiah, maka bulan Muharram terdapat peristiwa pilu dan kemudian diperingati dengan upacara Hari Asyura atau hari ratapan dengan melakukan upacara menyakiti diri sendiri, misalnya dengan memakai cambuk dan sebagainya sehingga tubuhnya berdarah. Upacara Asyura untuk mengenang peristiwa kesedihan luar biasa bagi umat Islam. Bagi kaum ahli sunnah wal jamaah, maka hari wafatnya Sayydina Hussein, 10 Muharram,  diperingati dengan berpuasa dan beramal jariyah atau sedekah terutama kepada anak-anak yatim dan orang miskin. Bahkan beberapa peristiwa di dalam sejarah kenabian,  Nabi Yunus selamat setelah ditelan ikan  pada tanggal 10  Muharram, Nabi Ibrahim selamat kala dibakar oleh Raja Namrudz juga pada tanggal 10  Muharram, termasuk diampuninya  Nabi Adam pasca diturunkan di  dunia juga terjadi pada tanggal 10  Muharram.

Ketiga, bagi orang Jawa, maka bulan Muharram disebut sebagai bulan Suro, berdasarkan kalender yang pernah dibuat oleh Kanjeng Sultan Agung Hanyakrakusuma, Mataram. Bulan Suro dianggap sebagai bulan penuh keprihatinan. Suatu bulan yang mengharuskan orang Jawa melakukan tapa brata atau bertapa. Banyak di antara orang Jawa yang melakukan puasa dalam tradisi Jawa, misalnya upacara puasa  mutih selama 40 hari, upacara puasa ngrowot, dan upacara puasa pendem. Upacara mutih dilakukan dengan hanya makan nasi putih dalam waktu 40 hari dan diakhiri harus terjaga semalam suntuk di luar rumah, puasa pendem yaitu puasa di dalam tanah dan puasa ngrowot yang hanya boleh memakan buah-buahan atau sayur-sayuran.

Tradisi seperti ini masih banyak dilakukan oleh Orang Islam Jawa. Tentu saja yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka meneladani atas yang dilakukan oleh para leluhur penyebar Islam, misalnya Kanjeng Eyang Sunan Kalijaga, yang berpuasa dalam waktu panjang untuk menggapai “kearifan” atau “ainun bashirah”  dengan Dzat yang Maha Kuasa, sehingga memperoleh “kelebihan” dibandingkan dengan manusia pada umumnya.  Para Waliyullah adalah ulama yang memiliki pengalaman religious lebih hebat dibandingkan dengan umat Islam lainnya.

Oleh karena itu, di kala kita berada di dalam bulan Muharam atau bulan Suro, maka sebaiknya kita memperbanyak amalan shalihan, memperbanyak wirid atau dzikir dengan kalimat thayyibah atau berdoa sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yunus. Doa tersebut misalnya adalah: “la ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh dhalimin”. “Tidak ada Tuhan selain Allah, Maha Suci Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang dhalim atas diriku sendiri”.

Sebagai umat Islam, yang terpenting di dalam memperingati tahun baru Hijriyah tentu bukan dengan hura-hura atau bersenang-senang akan tetapi dengan keprihatinan dalam rangka menghadapi tahun yang akan berjalan. Upayakan dengan dzikir, wirid atau doa kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..