• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENDOAKAN SELAMAT BAGI UMAT BERAGAMA LAIN

MENDOAKAN SELAMAT BAGI UMAT BERAGAMA LAIN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kita ini sering menggaruk yang tidak gatal. Begitulah ucapan Pak Lukman Hakim Saifuddin, mantan Menteri Agama RI, tentang viralnya larangan membaca salam kepada pemeluk agama lain, yang dipicu oleh penjelasan salah seorang anggota Fatwa MUI yang menyelenggarakan pertemuan Majelis Fatwa MUI di Bangka Belitung, awal bulan Juni 2024. Di  dalam fatwa ini dinyatakan bahwa membaca salam kepada pemeluk agama lain hukumnya haram. Wah berat juga.

Ihwal keharaman membaca salam kepada umat beragama lain sudah pernah diungkapkan oleh MUI Jawa Timur pada tahun 2017, yang menyatakan bahwa membaca salam kepada agama lain itu dilarang sebab terdapat unsur keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Artinya karena salam itu mengandung doa kepada orang non muslim maka dilarang mengucapkannya. Jadi yang boleh didoakan hanya orang Islam saja. Kira-kira begitu.

Menghadapi kenyataan ini, maka dalam Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) pada ceramah rutin Selasanan, 25/06/2024, saya mengungkap hal tersebut untuk menjadi pemahaman, bagaimana sebaiknya relasi antar umat beragama dapat dijalin dan bagaimana harus melakukan hal-hal yang tampaknya ada dimensi keagamaannya. Salam memang tidak hanya persoalan toleransi antar umat beragama tetapi juga ada dimensi keyakinan tentang doktrin keselamatan yang berasal dari Tuhan atau Allah SWT.

Ada semacam ketakutan bahwa dengan mengucapkan salam yang ada dimensi ketuhanannya seperti Om Swasti Astu yang merupakan sebutan Tuhan di dalam agama Hindu atau Nammo Buddhaya yang juga ada dimensi ketuhanannya, maka akan dapat merusak terhadap keyakinan di dalam agama Islam sebab Tuhan mesti disebut Allah SWT. Jadi kala menyebut nama Tuhan di dalam agama lain, maka akan jatuh kepada kemusyrikan. Sebab di dalam Islam hanya ada satu Tuhan yang diyakini kebenarannya dan jika seperti itu maka dianggap musyrik. Ini merupakan problem teologis yang bisa saja orang berbeda tafsir atas pengucapan salam.

Selain itu di dalam ucapan salam juga terdapat dimensi doa. Sebuah ucapan agar pemeluk agama lain selamat. Jadi ada dimensi ritual di dalamnya. Bukan sekedar toleransi akan tetapi juga memohon kepada Tuhan agar orang yang berada di dalam relasi sosialnya tersebut selamat. Hal ini juga merupakan problem yang tidak mudah dan bukan sekedar toleransi. Karena persoalan ibadah, maka juga harus dijelaskan aspek hukumnya. Itulah sebabnya MUI lalu mengharamkan mengucapkan salam kepada umat beragama lain.

Pernyataan keharaman mengucapkan salam kepada umat beragama lain itulah yang menyebabkan adanya sikap pro-kontra atas fatwa MUI. Apalagi MUI juga menyatakan bahwa fatwa MUI tersebut mengikat bagi umat Islam. Artinya, umat Islam tidak diperbolehkan melakukannya. Jika fatwanya haram, maka bagi yang melakukannya tentu saja berdosa dan ujung akhirnya bisa masuk ke neraka. Makanya, lalu ada yang mendukung atas fatwa MUI tersebut. Hal ini tentu didasarkan atas peristiwa Nabi Muhammad SAW yang pernah berhadapan dengan ucapan salam yang dilakukan oleh orang Quraisy dan Nabi Muhammad menjawabnya dengan ucapan yang tegas. Kala orang Quraisy menyatakan: “assamu ‘alaikum”, maka Nabi menjawabnya dengan “wa’alaikum”.

Ada dua pandangan tentang ucapan salam kepada umat agama lain, ada yang membolehkan seperti Sufyan ibnu Uyainah, Abdullah Ibnu Mas’ud dan bahkan Ibnul Qayyim al Jauzi, sementara juga ada pandangan yang melarangnya. Keduanya dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW. Masalah membaca salam kepada penganut agama lain adalah masalah khilafiyah. Sehingga ada yang memperbolehkan dan ada yang melarangnya. Tetapi kebolehan tersebut terkait dengan penghormatan atas orang beragama lain. Ada yang menyatakan bahwa boleh menjawabnya dengan ucapan wa’alaikum, yang berarti  begitu juga bagimu.  Ada juga yang memberikan jawaban wa’alaikum salam yang artinya demikian pula keselamatan bagimu. Akan tetapi tidak diperbolehkan memberikan tambahan wa’alaikum salam warahmatullah, yang artinya demikian pula keselamatan bagimu dan kerahmatan Allah kepadamu.

Islam merupakan agama yang penuh kerahmatan bagi umat manusia dan tidak hanya kepada umat Islam saja. Tidak hanya kepada umat manusia tetapi juga seluruh alam. Makanya, saling berdoa untuk keselamatan tentu bukan hal yang keliru. Islam bisa menjadi agama yang dipeluk oleh umat manusia seluruh dunia tentu karena kebaikan ajaran Islam dalam relasi social tersebut.

Oleh karena itu, sebaiknya umat Islam tetap mengedepankan toleransi dan penghormatan kepada umat beragama lain dengan cara mengucapkan keselamatan kepadanya. Jika di dalam suatu forum yang berisi campuran antar umat beragama, maka bisa diucapkan salam dengan ucapan “Assalamu ‘alaikum warahmatullah wa barakatuh”, dan dilanjutkan dengan ucapan “Salam sejahtera untuk kita semua”. Bukankah hal ini bukan sesuatu yang berlebihan dalam kerangka membangun harmoni antar umat beragama. Sama halnya jika mereka mengucapkan salam kepada kita dengan salam agamanya, maka kita juga dapat menjawabnya dengan kata “salam” atau “salam sejahtera”. Jika kita ragu-ragu tentang ucapan “Om swasti Astu” atau  ucapan “Nammo Buddaya”, maka cukup kita mengucapkan balasan dengan “salam” atau “salam sejahtera”. Ini pedoman bagi yang beragama Islam, tetapi bagi yang agama lain tentu dapat melakukannya sesuai dengan keyakinannya.

Tulisan ini tentu tidak berbasis pada kajian fiqih yang rumit, akan tetapi lebih merupakan penjelasan sosiologis yang memang bisa menghadirkan kebaikan bagi semua dan dalam kebersamaan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..