• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERKORBAN UNTUK INDONESIA DAMAI: IDUL ADHA 2024

BERKORBAN UNTUK INDONESIA DAMAI: IDUL ADHA 2024

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebuah keberuntungan, karena saya diminta untuk menjadi khotib Shalat Idul Adha di Masjid Nurul Iman, Perumahan Margorejo Indah, Surabaya. Hari Senin, 17/06/2024 atau bertepatan tanggal 10 Dzulhijjah 1445 H. Cukup lama panitia, Pak Imam Buwaity memberitahu saya untuk menjadi Khotib pada Hari Raya Kurban. Kalau tidak salah jauh sebelum hari Raya Idul Fitri tahun 2024 yang lalu. Kebahagiaan tersebut terjadi sebab saya bisa bertemu dengan Pak Imam Utomo, Mantan Gubernur Jawa Timur, yang usianya sudah 83 tahun. Tetapi sungguh luar biasa. Masih sehat dan segar bugar. Sambil menjawab tentang usianya beliau menyatakan: “sekarang pekerjaannya di masjid saja”. Subhanallah.

Yang juga membuat saya senang karena imamnya adalah Prof. Dr. Muktafi Sahal, MAg., dosen UINSA, dan Imam masjid Al Akbar Surabaya. Ternyata Pak Prof. Muktafi sudah sangat lama mengabdikan dirinya di Masjid Nurul Iman, sudah 15 tahun lamanya. Sebenarnya, pada waktu saya tahu bahwa imamnya Prof. Muktafi, maka secara seloroh saya nyatakan, “kenapa tidak Prof Muktafi saja yang menjadi khotibnya”. Saya sampaikan hal ini waktu bertemu di UINSA, beberapa waktu yang lalu.

Hadir di shalat Idul Adha ini adalah: Pak Emil E. Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur, Pak Imam Utomo, Pak Imam Buwaity, dan segenap jajaran Takmir Masjid Nurul Iman. Shalat idul Adha diselenggarakan di Lapangan depan masjid Nurul Iman yang cukup luas dan bisa menampung sebanyak ratusan orang. Hadir jamaah dari berbagai wilayah di sekitar masjid Nurul Iman. Sebagai orang yang pernah dan masih terlibat di dalam Gerakan Moderasi Beragama, maka tema khutbah ini adalah: “Merajut Islam Rahmah untuk Indonesia Damai”.

Masyarakat Indonesia sudah memantapkan pilihan bahwa Islam yang hidup dan berkembang di Indonesia adalah Islam wasathiyah sehingga gerakan yang ditetapkan dalam kerangka berbangsa dan bernegara adalah Gerakan Moderasi Beragama.  Upaya untuk memoderasi beragama tersebut tentu tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja tetapi juga harus menjadi bagian dari program organisasi keagamaan dan seluruh komponen masyarakat. Pilihan untuk membangun moderasi beragama adalah melalui pintu pendidikan dan gerakan kultural. Jadi yang dimoderasikan bukan agamanya tetapi umat beragama. Orangnya. Islam sudah menjadi agama yang moderat, agama yang rahmatan lil alamin. Untuk membangun perdamaian, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu:

Pertama, mengembangkan pendidikan dan dakwah yang membawa kerahmatan. Pendidikan sebagai upaya untuk mentransformasikan nilai-nilai keislaman, keindonesiaan dan kemoderenan tentu saja harus menjadi pilihan di dalam pengembangan program moderasi beragama. Tanpa pendidikan yang berbasis pada tiga dimensi ini, maka dipastikan bahwa masyarakat Indonesia akan tertinggal di tengah percaturan dunia global yang semakin kompleks. Dakwah juga harus mengembangkan Islam wasathiyah. Pendidikan keislaman atau bahkan pendidikan keagamaan dan dakwah Islam harus bermuatan moderasi beragama atau di dalam Islam disebut sebagai Islam wasathiyah atau Islam rahmatan lil ‘alamin. Yang dimoderasikan bukan agamanya, karena Islam sudah agama yang wasathiyah. Yang dimoderasikan adalah penganut agama agar memiliki pemahaman dan pengamalan beragama yang moderat atau yang wasathiyah.

Guru umum,  guru agama serta da’i harus mengajarkan dan mendakwahkan konten pendidikan dan dakwah yang membawa Islam damai bukan Islam perang. Di dalam pendidikan dan dakwah harus berbasis keindonesiaan, maka yang diajarkan adalah pendidikan dan dakwah multikultural yang menghargai kebinekaan sebagai rahmat Tuhan dan bukan sebaliknya. Di sisi lain juga harus mengarahkan pendidikan dan dakwah untuk menyongsong Indonesia yang lebih baik dengan mengikuti perkembangan Revolusi Industri 4.0 atau Revolusi Industri 5.0. Para peserta didik dan masyarakat harus diajarkan bahwa bangsa Indonesia harus modern, tidak boleh tertinggal.

Kedua, membangun kesadaran masyarakat tentang umat Islam damai. Gerakan kultural dilakukan melalui penyadaran terhadap masyarakat tentang keharusan untuk menjadikan Islam wasathiyah sebagai pilihan kultural bagi bangsa Indonesia. Gerakan kultural mengandaikan bahwa masyarakat memiliki kesadaran tentang arti dan makna perdamaian, kerukunan, keharmonisan dan keselamatan semua warga bangsa, bahkan juga masyarakat dunia. Konflik baik lokal maupun regional pasti tidak akan pernah menguntungkan.

Konflik selalu membuat porak poranda tidak hanya infrastruktur kehidupan tetapi juga sistem sosial dan keteraturan  sosial. Kehancuran ada di mana-mana dan akan membuat kesedihan dan kesengsaraan. Sudah terlalu banyak contoh konflik atau perang yang justru menghancurkan dan bukan menyelamatkan. Negeri-negeri di Timur Tengah adalah contoh realistis bagaimana peperangan sungguh menghasilkan penderitaan jangka panjang,  tidak hanya secara pisikal tetapi juga mental. Yang terlihat hanyalah kehancuran demi kehancuran.

Ketiga, kita dapat belajar dari apa yang tidak boleh dilakukan dalam berhaji, yaitu rafats, fusuq dan jidal atau dilarang melakukan relasi seksualitas pada saat kita harus melakukan ibadah kepada Allah, artinya kita harus menahan diri tidak melakukan kesalahan dalam konteks sedang beribadah. Kita dilarang untuk menggunjing,  membulli, mencaci maki dan membuat pernyataan jelek dalam relasi sosial, dan dilarang juga kita melakukan perdebatan yang tidak ada manfaatnya. Dilarang kita melakukan perdebatan yang dapat merusak harmoni sosial yang seharusnya dijunjung tinggi.

Kita juga harus belajar tentang bagaimana Nabi Ibrahim mencintai Allah jauh dari cinta atas keduniawian lainnya, termasuk anaknya. Kecintaan kita kepada Allah harus berada di atas segala-galanya.padahal perintah untuk mengorbankan putranya itu hanya lewat mimpi, akan tetapi Nabi Ibrahim AS melakukannya dengan ketaatan dan keikhlasan yang sangat luar biasa. Saya kira sulit menemukan kepatuhan dan cinta manusia kepada Allah SWT yang melebihi kepatuhan dan cinta Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT.

Kita juga harus belajar kepada Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana Beliau memberikan kasih sayangnya kepada umatnya. Bahkan di kala Beliau berdakwah ke Thaif dan Beliau terluka karena dilempari batu dan kotoran, kala Malaikat Jibril akan menghancurkannya dengan jepitan dua gunung di Thaif, maka Nabi Muhammad SAW melarangnya. Beliau menyatakan bahwa dirinya diutus oleh Allah SWT untuk memberikan pencerahan dan bimbingan religious dan jika masyarakat Thaif  memperlakukan seperti itu karena mereka belum tahu kebenaran ajaran Islam.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..