• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MAKNA SYAWAL BAGI KAUM MUSLIMIN

MAKNA SYAWAL BAGI KAUM MUSLIMIN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pengajian rutin Selasanan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency merupakan satu kegiatan pengajian yang berbeda dengan pengajian lainnya. Di antara ciri yang menbedakannya adalah tentang narasumber  dan jamaah yang melakukan dialog secara intensif. Bahkan terkadang pertanyaan bisa dijawab oleh jamaah lainnya dan baru kemudian nara sumber memberikan tambahan atau menggaris bawahi atas jawaban dimaksud.

Selain itu juga diupayakan agar dalam mengaji berada di dalam nuansa hepi, yang ditandai dengan tertawa sebanyak 17 kali. Untuk pengajian kali ini diisi oleh Ustadz  Sahid Sumitro, seorang pakar dalam bidang pelatihan atau training pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang telah memiliki jam terbang yang tinggi. Pengajian dilaksanakan pada 07/05/2024.

Pak Sahid memberikan ceramahnya dengan tiga hal mendasar. Pertama, syawal itu terkait dengan makna peningkatan, yaitu meningkatnya amal ibadah kita kepada Allah SWT. Jadi harus diukur bagaimana keadaan ibadah kita pada sebelum puasa, pada waktu puasa dan bagaimana sesudah puasa. Meningkat artinya amal ibadah kita tersebut semakin baik dan semakin meningkat. Misalnya, jika pada waktu puasa itu kita tadarrus Qur’an  satu  juz sehari, maka apakah pada bulan Syawal itu naik lebih dari satu juz atau setidak-tidaknya bisa mempertahankan membaca satu  juz atau sekurang-kurangnya tetap membaca Qur’an.  Yang baik tentu saja jika terjadi peningkatan. Lalu di bulan puasa kita shalat sunnahnya banyak, ada tarawih ada witir, lalu setelah puasa itu kita meningkat atau justru tidak melakukan shalat sunnah. Jika kita pada bulan puasa itu suka sedekah, apakah sesudah bulan ramadlan kita tetap melakukan sedekah. Jadi yang penting meningkat.

Kedua, syawal itu berarti memulai perbuatan yang baik. Jadi artinya bahwa kita terus berupaya untuk melakukan perbaikan di dalam ibadah kita. Hidup selalu kita perbaharui untuk menjalankan kebaikan demi kebaikan. Kita merasa bahwa ada sesuatu yang kurang tepat di dalam ibadah kita, maka kita perbaharui. Ada kesepahaman untuk ibda’ bil khoir. Memulai sesuatu yang baik. Jika shalat kita terasa kurang khusyu’, maka harus diupayakan utuk khusyu’. Jika hati kita terasa belum tenang pada waktu dzikir, maka diupayakan untuk dapat melakukan dzikir dengan benar. Selalu berupaya untuk menjalankan kebaikan agar hidup menjadi semakin baik.

Ketiga, melakukan kebaikan secara berkelanjutan. Yang terbaik di dalam ibadah kepada Allah adalah konsistensi. Amantu billahi tsummastaqim. Saya beriman kepada Allah dan selalu konsisten. Jadi yang sesungguhnya diminta oleh Allah adalah konsistensi seseorang dalam melakukan ibadah kepada-Nya. Amalan yang sedikit tetapi  istiqamah itu jauh lebih baik dari pada banyak tetapi tidak konsisten. Islam mengajarkan kepada manusia agar terus menerus melakukan kebaikan. Inti kehidupan adalah kebaikan, yang dirumuskan dalam konsep hablum minallah, hablum minan nas wa hablum minal alam. Berbuat baik kepada Allah melalui serangkaian ibadah yang dilakukan, berbuat baik kepada manusia melalui saling menghargai, menghormati dan toleransi dan saling menolong dalam kebaikan, dan berbuat baik kepada alam karena alam adalah mitra di dalam kehidupan.

Dari tiga hal tersebut, maka kata kuncinya adalah istiqamah. Kita harus istiqamah di dalam menjalankan kebaikan. Shalat harus istiqamah. Terus menerus melakukannya. Jangan melakukan shalat secara bolong-bolong. Hidup merupakan hamparan sajadah memanjang. Jika kita ingin melaju di dalam kehidupan yang aman dan damai, senang dan bahagia di akhirat, maka harus mempertimbangkan pelaksanaan shalat secara istiqamah.

Perbuatan yang paling sulit adalah istiqamah. Namun demikian ada caranya untuk bisa melakukannya, yaitu: 1) kuatkan niat dalam beribadah. Apapun yang terjadi tidak boleh ditinggalkan. Kekuatan niat ini yang menentukan kita melakukan ibadah atau tidak. Setiap perbuatan itu ditentukan oleh niatnya. Jika kita sungguh-sungguh di dalam berniat, maka dipastikan kita akan dapat melakukannya. Barang siapa yang sudah berniat baik tetapi tidak berkuasa melakukannya, maka akan mendapatkan catatan satu pahala, dan jika bisa melakukannya maka akan mendapatkan dua pahala.

2) Menjadi kebiasaan. Jika niat sudah kuat, dan kita melakukan niat yang berupa ibadah maka lama-lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Perbuatan yang dirasakan ada kenikmatannya, maka akan terus menerus dilakukan. Sama halnya dengan melaksanakan dzikir atau wirid, jika dirasakan dengan wirid tersebut ada kenikmatan, misalnya hati menjadi tenang, maka perbuatan dzikir tersebut akan terus dilakukan. Bukankah kita menjadi senang karena melakukan suatu perbuatan yang dapat   menimbulkan kesenangan.

3) Bersahabat dengan dengan orang yang baik. Di dalam tradisi Jawa terdapat pernyataan: wong kang soleh kumpulono, artinya orang yang baik itu harus dijadikan teman akrab di dalam kehidupan. Jika kita kumpul dengan orang yang baik, maka kita potensial menjadi baik, dan jika kita berkumpul dengan orang jahat maka juga potensial menjadi jahat.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita  menjadi bagian dari komunitas orang-orang yang berperilaku baik, sehingga kebaikan akan menjadi teman kita. Dan kita dipastikan akan bisa melakukannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..