MAKANAN: BUKAN HANYA KEPENTINGAN FISIK
MAKANAN: BUKAN HANYA KEPENTINGAN FISIK
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Di dalam acara Komunitas Ngaji Bahagia (KNB), acara tahsinan hari Senin, 29/04/2024, terdapat pertanyaan menarik yang disampaikan oleh Pak Suryanto anggota KNB yang sangat anstusiastik. Beliau menanyakan bahwa manusia membutuhkan asupan makanan untuk membuatnya menjadi cerdas. Jika seorang anak terutama di dalam usia tumbuh kembang diberikan asupan yang memadai gizinya, maka akan cenderung menjadi cerdas.
Atas paparan ini, maka kemudian saya sampaikan bahwa makanan tentu memiliki pengaruh yang besar bagi kecerdasan anak terutama usia balita, dan masa pertumbuhan berikutnya. Sesungguhnya, bahwa makanan yang sehat dan halal tentu memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan anak. Makanan yang halalan thayyiban. Makanan yang halal dan sehat atau baik. Baik, di dalam konteks ini adalah memenuhi standart gizi atau memiliki keseimbangan antara karbohidrat dan protein serta nutrisi yang cukup.
Terhadap pernyataan ini, maka saya memberikan penjelasan tambahan, yaitu: pertama, kecerdasan merupakan gabungan antara pengaruh genetika dan lingkungan. Genetika orang tuanya memiliki pengaruh antara 40-60 persen, dan pengaruh genetika Ibu cenderung lebih tinggi, artinya jika ibunya pintar, maka anaknya akan berkecenderungan pintar. Tidak disebut dominan tetapi berpeluang lebih besar. Sedangkan factor lingkungan adalah tradisi makanan yang bergizi, sehat dan menyehatkan. Dengan demikian kecerdasan tergantung pada factor gen dan juga tradisi makanan.
Kita bisa bertanya, bahwa kalau demikian berarti anak orang kaya cenderung pintar dibandingkan dengan anak-anak yang datang dari keluarga miskin? Secara konseptual bisa dijawab ya. Artinya bahwa ketercukupan gizi menjadi salah satu penentu. Namun perlu juga diingat bahwa tidak semua makanan yang tersaji memiliki kandungan gizi yang baik. Orang kaya cenderung memberikan makanan anak-anaknya dengan komposisi daging, baik daging ayam atau daging kambing atau sapi, sehingga melupakan bahwa ada kebutuhan akan sayuran dan karbohidrat lainnya. Jadi sesungguhnya mesti terdapat kesadaran bahwa makanan yang sehat itu penting, apapun jenis makanannya. Ada orang yang kekurangan harta tetapi memiliki kesadaran untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya. Orang tersebut memberikan sesuatu yang lebih dibandingkan dengan yang dimakannya.
Di masa lalu, orang cenderung memberikan makanan yang lebih bergizi, tetapi seirama dengan perkembangan makanan instan dan makanan kering atau camilan, maka banyak makanan yang sesungguhnya kurang baik. Baik di kota maupun di desa ada perubahan tradisi makan dimaksud.
Kedua, makanan yang juga penting ada makanan yang berisi makanan spiritual. Manusia tidak hanya memerlukan makanan untuk pemenuhan kebutuhan biologis, akan tetapi juga perlu makanan untuk kepentingan jiwanya. Manusia tidak hanya memiliki kebutuhan biologis, tetapi juga kebutuhan social dan kebutuhan integrative. Kebutuhan biologis bisa dipenuhi dengan makan apa saja yang dianggapnya penting, tetapi kebutuhan social juga harus dipenuhi dengan mengajarkan tentang pentingnya membangun relasi social yang seimbang. Harus terdapat di dalam rumah tangga proses enkulturasi atau transformasi pengetahuan, nilai dan agama. Keduanya diperlukan agar seorang anak dapat memiliki moralitas yang baik sesuai dengan norma-norma agama.
Makanan bagi jiwa tentu terkait dengan keinginan agar jiwa menjadi jiwa yang tenang atau nafsu mutmainnah dan menghindari nafsu amarah dan lawwamah. Nafsu amarah adalah nafsu untuk memenuhi kebutuhan biologis saja. Apa saja yang terkait dengan kebutuhan biologis ingin dipenuhinya. Jika seseorang hanya mementingkan kebutuhan fisiknya, maka bisa disebut sebagai kal hayawan atau seperti hewan. Sedangkan jika berkeinginan dengan nafsu mutmainnah maka akan seperti malaikat atau kal malaikah.
Manusia sebagai makhluk biologis tentu memerlukan asupan biologis. Dan manusia sebagai makhluk spiritual tentu juga membutuhkan asupan rohaniyah atau asupan kejiwaan. Oleh karena itu, yang terpenting sesuangguhny adalah mendamaikan di antara kebutuhan fisik atau dimensi biologis yang bersepadupadan dengan kebutuhan kejiwaan dan kebutuhan spiritual. Agar dimanej keduanya dalam satu pemahaman bahwa kehilangan salah satunya adalah sebuah problem yang mendasar.
Kita sedang hidup di dunia. Tentu saja bahwa yang berlaku adalah hukum dunia. Oleh karena itu kita tidak dapat menyelesaikan problem duniawi dengan cara-cara lain selain dengan cara duniawi. Kita sering menyatakan: “pasrahkan kepada Allah semuanya”. Akan tetapi tentu tidak mudah hal itu dilakukan, sebab keterikatan kita dengan dunia di mana kita hidup.
Oleh karena itu, cara yang tepat kiranya adalah menempatkan pasrah kepada Allah itu sebagai final goal, tetapi tetap menjadikan dunia tempat kita hidup sebagai tujuan antara atau instrumental goal. Jadi tetaplah memohon kepada Allah kebaikan di dunia dan juga kebaikan di akherat.
Wallahu a’lam bi al shawab.