SILATURRAHIM: MUTIARA DALAM AJARAN RELASI SOSIAL
SILATURRAHIM: MUTIARA DALAM AJARAN RELASI SOSIAL
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Ada yang membedakan antara silaturrahim dan silaturrahmi. Perbedaannya terletak pada siapa yang melakukan relasi social dalam konteks silaturahmi atau silaturrahim tersebut. Jika kepada yang lebih tua disebut sebagai silaturrahim artinya ada dimensi penghormatan dan kasih sayang yang diharapkan dari yang tua kepada yang muda, sementara itu silaturrahmi merupakan relasi social dari yang tua kepada yang lebih muda. Keduanya memiliki akar kata yang sama di dalam konsepsi Islam yaitu rahima yang berarti kasih sayang.
Islam merupakan agama yang diturunkan kepada umat manusia sebagai agama untuk melakukan rekonstruksi atas pemahaman agama sebelumnya. Muhammad SAW diutus oleh Allah untuk mengembalikan kepercayaan atau iman sebagaimana iman di dalam ajaran Nabi Ibrahim yang hanif. Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi keesaan Tuhan atau agama moniteisme sebagaimana ajaran monoteisme yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Sebagaimana diketahui bahwa Nabi Ibrahim dilabel sebagai Nabi yang mengajarkan ajaran monoteisme, sehingga disebut sebagai Bapak Monoteisme.
Sesungguhnya, semua agama besar di dunia, merupakan agama dengan induk ajaran agama sebagaimana dipahami dan dipraktikkan oleh Nabi Ibrahim, yang disebut sebagai agama Semit, yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam. Ketiganya memiliki kakek moyang yang sama, Nabi Ibrahim AS. Hasil perkawinan Ibrahim dengan Sarah menghasilkan keturunan yang mengembangkan ajaran Yahudi dan Nasrani, sedangkan dengan Hajar menghasilkan keturunan yang kemudian mengembangkan ajaran Islam.
Agama ini sesungguhnya mengajarkan akan kasih sayang. Namun demikian, kala ajaran agama tersebut berada di tangan manusia melalui penafsiran para ahlinya akhirnya menghasilkan paham keagamaan yang keras. Misalnya agama Yahudi yang sekarang, maka ajarannya penuh dengan kekerasan, terutama kekerasan actual. Demikian pula kala agama di tangan manusia, maka juga terjadi berbagai peperangan, yang tentu bisa merusak harkat dan martabat manusia. Melalui peperangan akan terjadi kerusakan fisik yang tidak terkirakan. Memerlukan waktu tidak kurang dari setengah abad untuk memulihkannya. Belum lagi dimensi psikhologis yang bisa berpengaruh dalam satu abad.
Padalah semua agama mengajarkan kepada sesama manusia untuk saling menghargai dan menghormati. Medium untuk membangun kasih sayang adalah silaturrahmi atau silaturrahim. Islam sedemikian concern terhadap ajaran kasih sayang yang diwujudkan dalam membangun relasi yang baik dengan sesama manusia. Di dalam hal ini, Islam mengajarkan agar manusia tidak hanya berlaku baik atas sesama manusia, tetapi juga dengan alam seluruhnya.
Sedemikan besar kasih sayang Nabi Muhammad SAW terhadap umatnya, maka di kala Nabi Muhammad SAW berdakwah di Thaif, lalu dilempari kotoran dan batu sehingga wajah Nabi Muhammad SAW terluka, maka Malaikat menawarkan kepada-Nya untuk menghimpit mereka dengan dua gunung di Thaif, maka Nabi justru melarangnya, Nabi Muhammad beralasan, bahwa tugasnya adalah mendakwahkan Islam sebagai agama kasih sayang dan bukan untuk menghancurkannya. Nabi berkilah bahwa hal itu dilakukan karena mereka belum mengerti. Begitulah penjelasan teks suci atas akhlak Nabi Muhammad SAW.
Jika kemudian terjadi konflik social yang dinyatakan sebagai konflik agama, maka sesungguhnya yang terjadi adalah konflik yang disebabkan oleh penafsiran atas teks agama yang bercampur baur dengan masalah-masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan. Urusan duniawi. Jadi mereka berperang bukan demi agama, akan tetapi demi kepetingannya sendiri-sendiri. Tidak kurang tidak lebih.
Di dalam hadits Nabi Muhammad SAW dinyatakan: man kana yu’minu billahi wal yaumil akhiri fal yashil rahimah”. Yang artinya: “barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya menyambung tali silaturrahmi”. Kita termasuk orang yang beriman kepada Allah SWT. Kita meyakini akan terjadinya hari kiamat, sebagaimana yang dijelaskan di dalam Alqur’an. Kita meyakini seluruh ajaran agama Islam sebagai kebenaran. Maka Rasulullah menyatakan agar kita melakukan silaturrahmi. Hukumnya memang sunnah saja bukan kewajiban. Tetapi karena ini perintah yang utama, maka tentu pahalanya atau balasan Allah atas orang yang bersilaturhami tentu sangat besar.
Allah memberikan jaminan bahwa orang yang bersilaturrahmi akan dipanjangkan usianya. Kematian tentu kepastian dan tidak ada satu manusiapun yang memahami kapan akan terjadi kematian. Maka Allah memberikan jaminan barang siapa yang menyukai silaturrahmi, maka Allah akan memberikan kepanjangan usia. Selain itu, Allah juga menjamin akan keluasan rejeki kepada orang yang melakukan silaturrahmi. Dengan membangun relasi social berbasis silaturrahmi, maka Allah akan memberikan keberkahan akan rejekinya dan kemudahan akan rejekinya. Melalui silaturrahmi, maka Allah akan dapat mempertemukan kepentingan-kepentingan yang bisa saja berujung pada kepentingan ekonomi.
Oleh karena, marilah melaksanakan silaturrahim sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam memiliki sejumlah Mutiara, dan salah satu mutiaranya adalah ajaran silaturrahim.
Wallahu a’lam bi al shawab.