• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PULKAM: NILAI KEKERABATAN YANG KENTAL

PULKAM: NILAI KEKERABATAN YANG KENTAL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pulang Kampung atau pulkam memang bukan kegiatan rutin bulanan akan tetapi kebanyakan menjadi kegiatan rutin tahunan, terutama saat hari raya idul fitri. Nyaris setiap tahun orang yang melakukan migrasi dari daerah asal ke daerah lain, yang biasanya antar provinsi. Mereka melakukan migrasi karena pekerjaan atau karena factor lain.  Mereka kebanyakan para pekerja yang berasal dari pedesaan dan kemudian mengadu peruntungan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan sebagaianya.

Pulkam memang bukan kewajiban tetapi telah menjadi tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. Rasanya kurang afdhol jika kesempatan hari raya tidak digunakan untuk menjenguk kerabat, terutama yang masih memiliki orang tua keduanya atau salah satunya. Inilah dorongan terkuat dalam upaya pulkam yang mentradisi di kalangan masyarakat Nusantara. Tradisi ini tidak diketahui kapan dimulainya, akan tetapi sudah menjadi bagian dari tradisi hari raya yang tidak bisa ditinggalkan.

Tradisi ini memang pernah tidak dilakukan karena wabah Covid-19, sehingga menghasilkan konsep silaturrahmi virtual, yaitu silaturrahmi yang dilakukan dengan menggunakan Hand phone. Untunglah di era media social dewasa ini menyebabkan  orang masih bisa berkomunikasi secara efektif melalui media social dimaksud. Pada waktu itu memang dilakukan kebijakan nasional social distancing, sehingga di mana-mana dilakukan pemeriksaan orang yang datang dan pergi. Yang bisa lewat hanyalah yang dinyatakan sehat dengan surat resmi dari Puskesmas atau poliklinik pratama yang berizin.

Dua tahun lamanya dilakukan acara silaturrahmi virtual. Tahun 2021-2022. Dengan wabah Covid-19 maka seluruh transportasi udara, laut dan darat nyaris terhenti terutama yang terkait dengan angkutan orang. Sungguh merupakan musibah yang sangat luar biasa bagi relasi social yang biasanya terjadi secara offline.  Sungguh wabah Covid-19 telah menjadi ingatan sejarah perubahan yang luar biasa. Dari offline menjadi online, dari temu muka ke temu virtual, dari pembelajaran offline menjadi online, dari perdagangan offline menjadi online, dari media tradisional ke media online. Banyak sekali perubahan social yang diakibatkan oleh wabah Covid-19.

Kini masyarakat kembali menikmati nuansa kebebasan dalam kehidupan social. Nuansa hiruk pikuk terjadi di mana-mana. Berdasarkan informasi yang bisa dilihat di televisi atau berita di radio dan media social, maka betapa ramainya stasiun kereta api, pelabuhan laut, bandar udara dan kendaraan antar kota dan antar provinsi dan sebagainya. Betapa  ramainya. Sungguh nuansa hari raya sangat terasa. Saya tidak tahu apakah di negara lain seperti di Indonesia. Suasana hari raya menjadi ajang bagi temu orang tua, temu keluarga, temu kerabat dan temu masyarakat.

Saya juga memanfaatkan hari raya untuk pulang ke rumah orang tua. Saya tentu bersyukur karena orang tua perempuan saya masih hidup. Satu-satunya. Mertua sudah tidak ada keduanya. Bapak juga sudah meninggal tahun 1972 yang lalu. Itulah sebabnya saya harus berada di rumah Tuban saat hari raya. Bahkan mengusahakan harus berada di rumah pada hari pertama shalat idul fitri. Maklumlah di desa saya hari raya itu cukup sehari saja. Masyarakat yang terdiri dari tua muda datang ke rumah. Sekedar bersalaman dan mohon maaf, dan esok harinya sudah pergi di tempat pekerjaannya sebagaimana biasa. Jadi, kalau tidak datang pada hari pertama maka beresiko tidak bisa saling memaafkan.

Sungguh hari raya memiliki makna mendalam. Keluarga semuanya berkumpul dalam satu moment. Anak saya yang di Jakarta juga harus mudik untuk bertemu neneknya. Anak saya yang di Surabaya juga pulkam untuk meminta maaf dan doa neneknya. Mereka berkumpul untuk bersenda gurau dan menikmati nuansa pedesaan yang tidak hiruk pikuk dengan kendaraan yang lalu lalang. Meskipun nuansa pedesaan sudah berubah karena penetrasi budaya perkotaan dengan perumahan-perumahan berpola rumah perkotaan, relasi social juga sudah berubah, kehidupan social yang penuh keakraban juga sudah mulai berubah. Tetapi urusan pulkam masih terus berlangsung. Meskipun sudah ada media social yang bisa menghubungkan antar orang dalam real time, akan tetapi tidak dapat menggantikan pulkam yang bernuansa historis, sosiologi dan antropoplogis.

Secara historis bahwa pulkam adalah sejarah kehidupan yang sudah berlangsung dalam jangka panjang. Secara sosiologis bahwa pulkam adalah nuansa untuk bertemu dengan keluarga, kerabat dan masyarakat, dan secara antropologis pulkam merupakan upaya untuk menyambung tradisi yang tidak tergantikan. Jadi pulkam merupakan aktivitas social yang kompleks yang melibatkan  aspek-aspek kehidupan yang mendasar.

Saya memiliki tetangga, seorang perempuan yang di desa hanya tinggal bapaknya. Ibunya sudah meninggal dunia sekian tahun yang lalu. Perempuan ini meninggalkan desanya dan akhirnya menikah dengan orang Jawa Barat. Sukabumi tepatnya. Keluarga yang terdiri dari satu anak dan orang tuanya. Mereka menempuh perjalanan panjang dari Sukabumi ke Tuban selama kurang lebih 37 jam dengan sepeda motor. Setiap enam jam berhenti untuk istirahat. Suatu perjalanan yang tidak hanya melelahkan tetapi juga perjuangan yang tidak kenal lelah.

Akhirnya mereka sampai juga ke rumah orang tua lelakinya. Saya sungguh senang melihatnya dalam suka cita, sehat dan penuh dengan harapan.

Mereka harus menempuh perjalanan panjang karena satu kata kunci berhari raya dengan keluarganya. Ada rasa lelah, ada rasa capai, dan ada rasa perjalanan jauh tetapi semua sirna kala bertemu dengan orang tuanya. Ada rasa suka cita karena bertemu dengan kerabatnya. Inilah indahnya pulkam yang bagi orang Barat dan Timur Tengah tidak merasakannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..