BERAGAMA DENGAN HAPPY
BERAGAMA DENGAN HAPPY
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Sebagaimana penugasan yang diberikan oleh Ta’mir Masjid Al Ihsan dalam bulan Ramadlan 1445 H., maka saya pada Hari Senin, 18 Maret 2024, saya memberikan ceramah agama pada jamaah shalat tarawih yang rutin hadir di masjid ini. Memang setiap malam dilakukan ceramah agama yang disebut Kultum, meskipun di dalam pelaksanaannya bisa mencapai 15 menit bahkan 20 menit. Kata kultum hanya untuk menegaskan bahwa ada kegiatan penambahan wawasan keislaman pada jamaah shalat tarawih.
Saya mengantarkan materi yang saya kira relevan untuk menjadi bahan perbincangan, yaitu” “beragama secara happy”, beragama yang tidak memberatkan karena sudah memahami bahwa beragama itu bukan paksaan tetapi kebutuhan. Untuk pertama kali agar kita bisa istiqamah memang harus dipaksa, sebab tanpa paksaan tentu kita tidak bisa bergerak untuk melakukannya. Melalui paksaan pada tahap awal maka kemudian akan terjadi pembiasaan. Saya menyampaikan tiga hal, yaitu:
Pertama, marilah kita bersyukur kepada Allah karena nikmat kesehatan yang diberikan sehingga kita dapat melaksanakan salah satu rukun Islam, puasa, dan juga melakukan kesunahan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, misalnya shalat tarawih, shalat witir dan sebagainya. Bulan puasa ini bulan yang sangat istimewa, oleh karena itu kita juga memperlakukannya dengan istimewa. Banyak berdoa kepada Allah agar doa dapat diijabi oleh Allah. Saya suka doa yang biasanya saya baca setelah salam. Doa pendek yang menurut saya luar biasa. “Allahumma inna nasalukal jannata wal afwa ‘indal hisab”. Artinya kurang lebih “Ya Allah kami memohon kepada-Mu surga dan ampunan kala datangnya hisab”. Jadi kita memohon kepada Allah agar menjadi ahli surga dan yang penting mendapat afwun atau ampunan yang sangat tinggi. Sebab afwun itu ampunan yang sekaligus menghapus catatan dosanya. Diampuni dosanya dan dibuang catatannya. Jika maghfirah itu diampuni dosanya tetapi catatannya masih ada. Tetapi yang jelas bahwa mendapatkan maghfiroh Allah saja sudah sangat luar biasa. Puasa yang kita lakukan ini akan menjadi instrument untuk mendapatkan maghfirah. “Awwaluhu rahmah, wa ausatuha maghfirah wa akhiruhu itqun minan nar”. Awalnya kasih sayang, tengahnya ampunan dan akhirnya dijauhkan dari api neraka”.
Kedua, mari kita beragama dengan hepi, dengan senang, dengan gembira. Ada lagunya Jamal Mirdad yang berjudul “Yang Penting Heppi”. Ya kita mesti beragama dengan hepi. Janganlah beragama dengan ketakutan berlebihan, sebab jika ini yang terjadi kita akan terkena dampak psikhologis atas ketakutan tersebut. Juga jangan beragama dengan kekerasan, sebab hal tersebut akan menakutkan orang lain. Orang yang semestinya akan menjadi Islam takut karena agama kita penuh kekerasan. Jadikan beragama itu membahagiakan diri kita dan orang lain. Kita dan orang lain merasa nyaman dalam beragama. Kita dan orang lain merasa diayomi oleh agama kita. Pokoknya beragama membuat kemanusiaan kita semakin baik, kehidupan kita semakin baik dan hubungan dengan Allah dan sesama manusia juga semakin baik.
Ketiga, Untuk menggapai beragama yang hepi tersebut maka ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1) kita selalu berhusnudz dzan kepada Allah. Jangan ada sedikitpun perasaan suudz dzan kepada Allah. Berbaik sangka kepada Allah itu awal dari beragama secara hepi. Tidak ada yang melebihi kebaikan Allah, tidak ada yang melebihi kasih sayang Allah, tidak ada yang melebihi kekuasaan dan kekuatan Allah. Bagi saya puncak sifat Allah itu adalah Rahman dan Rahim. Allah maha Rahman dan Maha Rahim. Itu yang harus terus dipompakan di dalam diri kita, sehingga akan terbentuk rasa berbaik sangka kepada Allah. Allah pasti akan mengampuni kita, Allah pasti akan memafkan kita dan Allah pasti akan memberikan rahmatnya untuk kita sebagai umat Muhammad SAW.
Lalu 2), berdoa kepada Allah SWT. Jangan lelah berdoa. Kita diperintahkan untuk berdoa kepada-Nya. Ud’uni astajib lakum, berdoalah kepadaku yang pasti akan mengabulkan doa kalian. Kita harus banyak meminta bukan meminta yang banyak. Banyak meminta artinya banyak berdoa, sedangkan meminta yang banyak itu dalam jumlah yang diminta. Jangan bersuudz dzan bahwa doa tidak dikabulkan oleh Allah. Ada yang langsung dikabulkan. Ini doanya para Nabi dan para waliyullah sebagai orang yang sangat dekat dengan Allah. Nabi Muhammad SAW kala diminta membelah bulan oleh orang Quraisy, maka Beliau berdoa kepada Allah dan terbelahlah Bulan. Itupun masih dinyatakan sebagai sihir oleh orang Quraisy. Tetapi ada doa yang dikabulkan Allah pada waktu lain bahkan ada doa yang dikabulkan Allah pada saat kita sudah wafat atau bahkan kala sudah memasuki alam akherat. Maka jangan berputus asa dan jangan suudz dzan kepada Allah SWT.
Kemudian 3), berusaha yang sungguh-sungguh. Kita mengenal ada dua takdir, yaitu takdir mubram atau takdir yang pasti dan tidak bisa berubah. Sementara itu ada takdir muallaq atau takdir tergantung. Seperti cerita Mas Alief kemarin sore, bahwa ada ulama yang sudah tahu takdirnya itu saqiyyun atau sengsara dan bukan sa’idun atau untung. Kala santrinya tahu hal ini maka kemudian dijelaskan oleh gurunya bahwa takdirnya memang sengsara akan tetapi ulama tersebut terus berdoa dan berusaha, dalam waktu 40 tahun maka takdir muallaq tersebut berubah dari saqiyyun ke saidun bahkan ada tulisan di dahinya tiga kali kata sa’idun.
Yang 4), adalah pasrah kepada Allah atau tawakkal kepada Allah, sebab Allah yang menentukan atas apa yang ada di dalam diri kita. Terus berusaha dan terus berusaha jangan pernah lelah dan terus berdoa dan berdoa. Sekali lagi jangan pernah lelah, dan akhirnya serahkan hasilnya kepada Allah SWT. Biar Allahlah yang akan menentukan yang terbaik untuk kita. Kita baru tahu kala sesuatu sudah terjadi dan lalu kita menyatakan: “ternyata ada hikmahnya”.
Semua ini akan terjadi jika kita selalu berhusnudz dzan kepada Allah. Melalui husnudz dzan tersebut maka apa yang kita lakukan akan membawa kepada kebahagiaan, membawa kepada rasa hepi. Jadi sudah saatnya kita beragama dengan hepi.
Wallahu a’lam bi al shawab.