Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERDOA UNTUK KETETAPAN IMAN

BERDOA UNTUK KETETAPAN IMAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Iman itu sesuatu yang abstrak dan bahkan mengandung kegaiban. Manusia harus meyakini adanya kegaiban Tuhan, kegaiban Malaikat, meyakini adanya utusan Tuhan, harus mempercayai adanya takdir yang belum berlaku dan juga adanya hari akhir atau kiamat. Salah satu di antara indicator orang yang meyakini kebenaran Islam adalah dengan meyakini tentang hal-hal gaib yang harus diyakini kebenarannya.

Iman merupakan seperangkat keyakinan tentang eksistensi Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, meyakini akan kebenaran adanya Rasul Muhammad  SAW, Kitab Suci AlQUR’n, meyakini adanya Malaikat, meyakini adanya ketentuan Tuhan yang bercorak azali dan meyakini akan datangnya hari kiamat. Hal tersebut tersimpul di dalam hadits Nabi Muhammad SAW mengenai arkanul Iman.

Semua agama mengajarkan tentang eksistensi Tuhan sesuai dengan ajaran agamanya. Semenjak Nabi Adam AS yang diajarkannya adalah tentang keesaan Allah, dan kala Nabi Ibrahim AS, maka dikenal agama dalam corak ketuhanannya yang monoteis, artinya keyakinan bahwa hanya ada satu Tuhan di dalam agama sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS. Agama Hanif adalah agama yang mengajarkan tentang Ketuhanan yang monoteistik. Lalu dalam perjalanan sejarah, maka kemudian muncul agama yang diturunkan melalui Nabi Musa AS, lalu Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad SAW. Ajaran yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW disebut sebagai agama Islam merupakan agama yang paling akhir dan penutup semua Nabi dan rasul. Muhammad SAW adalah khatamul anbiya’ wal mursalin.

Kita sungguh harus bersyukur kepada Allah SWT karena telah menjadi umat Islam yang mempercayai keberadaan-Nya, mempercayai Rasulnya, meyakini keberadaan Malaikat, meyakini kebenaran Alqur’an sebagai kitab Suci, dan meyakini akan hadirnya akhir dan takdir atau kepastian azali yang telah ditentukan Tuhan. Coba kalau dipikirkan, jarak kita dengan Nabi Muhammad SAW itu berbilang tahun. Kita hidup pada tahun 1445 H, sementara Nabi Muhammad hidup pada tahun 1 hijrah. Lamanya waktu tersebut tidak menghalangi akan keyakinan tentang kebenaran ajaran Islam.

Jika para sahabat hidup bersama Nabi Muhammad SAW, lalu para tabiin hidup bersama sahabat Nabi Muhammad SAW, lalu para tabiit-tabiin hidup bersama para tabiin, maka kita memiliki rentang waktu ribuan tahun. Dan kita meyakini akan kebenaran Islam. Oleh karena itu kita harus bersyukur kepada para pendahulu kita, umat Islam generasi awal di Nusantara yang telah mengenalkan Islam sebagai agama Allah yang terakhir.

Tanpa kehadiran para pendakwah generasi awal Islam di Nusantara, para waliyullah, maka rasanya kita  tidak seperti ini. Islam sebagai agama yang datang di kala Nusantara telah memiliki agama-agama besar, Hindu dan Buddha, lalu juga keyakinan-keyakinan local, Nusantara kemudian menjadi Islam. Oleh karena itu jasa para Waliyullah itu sangat luar biasa dalam proses Islamisasi di Nusantara. Mereka adalah  pejuang-pejuang Islam yang sangat pantas jika jasanya dikenang oleh para generasi berikutnya termasuk generasi kita sekarang.

Ada banyak orang yang bisa masuk Islam melalui perjuangan panjang, baik melalui kajian sains atau pengalaman dan pembelajaran yang panjang, namun kita dapat  menjadi muslim karena factor keluarga. Kita menjadi muslim karena lingkungan. Kita menjadi muslim karena factor keturunan. Itulah sebabnya kita mesti melantunkan rasa syukur bil lisan, bil qalbi dan bil fi’li. Semua dikerahkan untuk mensyukuri nikmat Allah SWT.

Makanya, sudah sangat pantas kalau kita terus melantunkan do’a kepada Allah SWT agar iman kita terjaga. Iman kita kepada Allah SWT, iman kita kepada kebenaran ajaran Islam, dan tidak hadir keraguan di dalam hati dan pikiran kita untuk mempertanyakan akan kebenaran Islam. Kita sungguh sudah dimanjakan untuk menjadi umat Islam. Islam menjadi agama yang dipeluk oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, 87,2 persen. Sungguh  suatu “keajaiban” bahwa umat Islam bisa seperti ini.

Dewasa ini ada banyak factor yang menyebabkan orang bisa murtad atau keluar dari agama Islam, selain juga banyak orang yang menjadi mualaf atau memasuki ajaran Islam. Di antara yang murtad itu adalah Lukman Sardi, yang mengikuti agama Istrinya. Dia murtad bahkan setelah melakukan umrah di tanah Suci. Lalu ada Sukmawati yang kemudian menjadi pemeluk Hindu setelah banyak dipersalahkan karena ucapan-ucapannya yang dianggap tidak sesuai dengan Islam. Tetapi juga ada para pengusaha besar yang menjadi muslim, misalnya Djohari Zein, Jusuf Hamka, Fitria Yusuf, Lee Kang Hyun, Herman Halim dan Hermanto Wijaya.

Ada orang yang memperoleh cahaya kebenaran Islam, dan ada orang yang memperoleh kebenaran agama lain. Kita tidak bisa mencela atas orang yang kemudian murtad. Kita harus menghargai pilihan hidup dan keyakinannya. Kita tetap memiliki prinsip sebagaimana diajarkan di dalam ajaran Islam yaitu membangun relasi social berbasis ukhuwah basyariyah.

Sungguh menjadi penting untuk selalu berdoa kepada Allah SWT agar iman kita tetap terjaga, jangan ada sesuatu yang menggoyahkannya, jangan ada yang membelokkannya dan jangan ada yang merusaknya. Iman kita harus tetap dalam Islam. Iman kita harus tetap di dalam keyakinan kepada Allah dan keyakinan akan kenabian Muhammad SAW. Kita tetap menjadi umat Islam yang mencintai Allah melalui shalat  dan mencintai Muhammad Rasulullah melalui shalawat yang kita lantunkan.

Doa utama yang penting adalah:  “Allahumma  tsabbit imanana,” yang artinya: “Ya Allah tetapkanlah iman kami”. Doa ini layak untuk dilantunkan agar kita tetap berada di dalam keimanan dan keislaman.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..