MASUK SURGA ITU HAKNYA ALLAH SWT
MASUK SURGA ITU HAKNYA ALLAH SWT
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) makin konsisten. Bukan dari sisi jumlah yang mengaji tahsinan, tetapi dari pembahasan tentang ayat-ayat yang dipelajari bersama. Memang sebelum membaca ayat-ayat Alqur’an, maka dibacakan tarjamah ayat yang dibacakan oleh Ustadz Alif Rifqi, mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya. Pada hari Rabo, 04/01/2024, kita membahas tentang ayat di dalam Surat Al Qalam. Di antara ayat tersebut membahas tentang surga bagi orang yang beriman yang akan memasuki surga Na’im, dan yang penting bahwa Allah akan membedakan antara orang yang beriman dengan orang yang tidak beriman.
Saya membahasnya dalam tiga hal, yaitu: Pertama, peluang masuk surga. Di sini sebenarnya Allah memberikan peluang bagi orang yang beriman untuk menjadi penghuni surga dan memberikan peluang bagi orang yang tidak beriman atau kafir untuk memasuki neraka yang panasnya berlipat-lipat. Untuk masuk surga bisa dari umat Nabi-nabi terdahulu hingga Nabi Muhammad SAW. Umat Nabi Ibrahim yang mengamalkan agama Hanif, atau umat Yahudi yang mengamalkan ajaran Nabi Musa, orang Nasrani yang mengamalkan ajaran Nabi Isa dan umat yang mengamalkan Islam sesuai dengan pedoman yang diarahkan oleh Nabi Muhammad, semuanya berpeluang masuk surga, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT.
Kedua, pandangan ahli ilmu kalam. Bagi ahli ilmu kalam atau ahli teologi, maka orang bisa beriman atau dalam kesesatan itu semata takdir Tuhan atau upaya manusia. Ada beberapa penjelasan, misalnya ada kaum Jabariyah, yang serba takdir bahwa semua karena takdir. Orang beriman atau tidak beriman, ada pemimpin yang adil atau dholim dan semua yang dilakukan oleh manusia adalah bagian dari takdir Tuhan. Kaum ini berpikir serba takdir. Tetapi ujung akhirnya akan tetap kembali kepada Allah SWT. Kelompok ini disebut sebagai aliran determinisme. Tokohnya adalah Ja’ad bin Dirham dan Jahm ibnu Shafwan.
Lalu ada ahli teologi yang berpaham bahwa semua karena factor manusia. Kelompok ini serba usaha. Semua kembali kepada usaha manusia. Disebut sebagai aliran Qadariyah. Jadi bukan Tuhan yang menentukan manusia masuk surga atau tidak, akan tetapi karena perilaku manusia itu sendiri. Manusia memiliki kehendak bebas dan perilaku bebas atau free will and free acts. Karena kebebasan tersebut, maka manusia bisa diganjar atau disiksa, memperoleh reward atau punishment tergantung dari amalnya. Manusia sudah diberikan pedoman ajaran agama sehingga bisa memilih jalan selamat atau jalan celaka. Aliran ini disebut sebagai aliran rasional. Di sinilah terdapat keadilan Tuhan. Tokohnya adalah Ma’bad Al Juhani dan Galian Al Dimasyqi.
Lalu ada ahli teologi yang mengambil jalan ketiga, memadukan antara takdir dan ikhtiar atau kepastian dan usaha. Penafsiran tentang takdir dalam konteks jalan ketiga atau kaum Ahli Sunnah dalam teologi adalah Tuhan yang menentukan dan manusia yang berusaha. Ada kepastian dan ada usaha. Keduanya saling berhimpitan. Di dalam usaha ada takdir dan di dalam takdir ada usaha. Man proposes God disposes. Ada takdir yang kepastiannya mutlak dan ada takdir yang kepastiannya mengambang. Dalam Bahasa Arab disebut ada takdir yang mubrom dan ada yang mu’allaq. Yang mubrom itu pasti tanpa ada kata tidak atau pasti terjadi, sedangkan yang muallaq itu tergantung kepada manusia mengusahakannya. Misalnya kematian, kelahiran, dan usia manusia itu mutlak kepastian Tuhan. Diusahakan atau tidak pasti akan terjadi. Tetapi ada yang muallaq, misalnya orang sakit dan kemudian melalui washilah dokter dan kemudian sembuh, maka itu kepastian yang bersifat tergantung. Jika sakit dan tidak diobati, maka akan meninggal, maka ketiadaan usaha itu menjadi washilah terjadinya takdir. Rejeki itu takdir Allah, tetapi bisa tergantung usaha. Setiap manusia akan mendapatkan rejeki dari Allah, tetapi rejeki tersebut masih menggantung kepada usaha yang dilakukan oleh manusia. Semua manusia memiliki potensi untuk mendapat rejeki dengan besaran masing-masing, tetapi karena factor usaha maka rejeki tersebut menjadi takdir yang pasti. Menjadi actual.
Ketiga, surga merupakan haknya Allah. Manusia juga memiliki potensi masuk surga, semuanya. Tetapi untuk masuk surga tergantung pada imannya kepada Allah dan kepasrahannya kepada Allah. Maka Iman dan Islam merupakan satu pasangan. Tidak cukup iman saja tetapi harus dibarengi dengan Islam. Percaya kepada Tuhan dan pasrah untuk menjadi hambanya Allah dengan menjalankan amalan-amalan kebaikan yang diwajibkannya. Pedoman sudah diberikan melalui perantaraan Nabi atau Rasul sehingga manusia bisa memilih mau kemana. Mau berislam atau mengingkari kebenaran. Tokoh ahli sunni adalah Al Maturidi dan Al Asy’ari.
Itulah sebabnya di dalam pandangan kaum Sunni dinyatakan dengan trilogy takdir dan usaha, yaitu “berusaha, berdoa dan pasrah” atau “ikhtiar, doa dan tawakkal” kepada Allah SWT. Jadi saya kira yang lebih tepat untuk menjadi pemahaman atas takdir adalah jalan ketiga ini.
Surga itu haknya Allah SWT dan manusia harus berusaha untuk menggapainya melalui ajaran agama yang diyakini kebenarannya. Kita semua berada di dalam pemahaman agama seperti ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.