• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

THAGHUT DI ERA MODEREN

THAGHUT DI ERA MODEREN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pada Selasa, 02/01/2024, jamaah pengajian atau Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) memperoleh asupan pemahaman yang sangat penting, yaitu thaghut yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Zamzami, S.Fil.I, al hafidz, alumni Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya. Ketepatan bahwa Ustadz Zamzami meneliti tentang Thaghut dalam pandangan Ali Sunnah dan Syiah melalui kajian tentang thaghut dalam Tafsir Al Munir dan Tafsir Qumi.

Di dalam surat Al Baqarah ayat 256, dijelaskan sebagai berikut: “la ikraha fiddin, qod tabayyanar rusydu minal gahyyi. Faman yakfur bit thaghuti wa yu’min billahi faqadisy tamsyaka bil ‘urwatil wustqa lan fishama laha, wallahu sami’un ‘alim”. Yang artinya: “tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali Allah yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Ustadz Zamzami mengutip pandangan Muhammad bin Abdul Wahab tentang thaghut. Menurut Bahasa, thaghut adalah melanggar batas, berbuat kejam dan sewenang-wenang,  melebihi batas dan pengingkaran atas kebenaran Tuhan secara optimal. Dinyatakannya bahwa thaghut memiliki banyak arti, di antaranya adalah syaithan, penguasa yang dzalim dan orang atau kelompok yang menentukan sesuatu bukan bersumber dari hukum Islam, orang yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, dan orang yang beribadah selain mencari ridha Allah.

Jika dikaitkan dengan pemahaman tersebut, maka thaghut berarti mengikuti jalan syaitan, atau mengikuti jalan kemungkaran, jalan kesesatan dan mengingkari atau menolak ajaran Islam. Lalu yang menarik, bahwa thaghut bisa dikaitkan dengan kekuasaan atau pemerintahan. Thaghut dalam konteks pemerintahan, adalah jika sebuah pemerintahan melakukan atau merumuskan kebijakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Pemerintahan yang mengajak masyarakatnya untuk mengingkari ajaran agama dan menolak atas kebenaran yang diajarkan oleh agama. Jika ada pemerintahan yang melakukan hal ini, maka pemerintahan tersebut dapat dianggap sebagai pemerintahan thaghut.

Yang tidak kalah menarik, bahwa thaghut tersebut juga dapat dikaitkan dengan system perundang-undangan. Jika perundang-undangan di dalam sebuah negara kemudian bercorak secular atau tidak didasarkan pada hukum Allah, maka negara tersebut juga dapat dilabel sebagai negara thaghut. Pemberlakuan hukum yang tidak didasarkan pada hukum Allah itu disebut dengan negara thaghut.

Dilihat dari pemahaman tersebut, maka orang yang mengaku bisa memprediksi hal-hal gaib di masa yang akan datang, maka itu termasuk thaghut. Dhukun atau ahli ramal tentang nasib orang di masa yang akan datang bisa dikategorikan sebagai thaghut. Meramal nasib perjodohan, meramal tentang nasib usaha di masa depan dan sebagainya adalah bagian dari perilaku thaghut. Dukun atau peramal melakukan pekerjaannya tanpa data karena konon katanya berasal dari kemampuan adikodratinya, sedangkan memprediksi atau forecasting atas usaha berdasar atas data yang dianalisis tentu masuk dalam kajian ilmu pengetahuan dan bukan ramalan. Contoh lain, di dalam keyakinan Jawa bahwa utuk menikah seseorang harus menghindari angka 25 dari hari kelahiran lelaki dan perempuan. Katanya bisa celaka. Yang semacam ini tidak perlu diyakini kebenarannya dan juga bisa dikategorikan sebagai thaghut.

Di dalam pengajian ini, saya turut memberikan sedikit pemahaman tentang thaghut sebagai konsepsi yang telah dinyatakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Berdasarkan uraian tadi, maka sesungguhnya penjelasan Muhammad bin Abdul Wahab tentu berdasarkan atas apa yang dianggapnya penting pada saat itu. Di dalam mendirikan negara Saudi Arabia, maka ada dua orang yang penting, yaitu Ibnu Saud dan Abdul Wahab. Dua orang ini bersepakat bahwa yang memegang tampuk kekuasaan Arab Saudi adalah generasi keturunan  dari Ibnu Saud, sedangkan yang menjadi pemegang otoritas keagamaan adalah Abdul Wahab dan keturunannya.

Jadi kerajaan Saudi Arabia merupakan system pemerintahan monarchi yang berbasis pada system keturunan Ibnu Saud, dan untuk paham keagamaannya harus berdasar atas penafsiran Abdul Wahab. Itulah sebabnya beberapa ahli menyatakan bahwa paham keagamaan Arab Saudi adalah Wahabiyah atau Salafi Wahabi. Kata Salafi dikaitkan dengan upaya Abdul Wahab untuk mengikuti ulama salafus shalih dengan doktrin Kembali kepada Alqur’an dan hadits. Mereka sangat keras dalam memberantas takhayul, bidh’ah dan khurafat (TBC). Semua yang tidak didapatkan sunnahnya sesuai dengan amalan rasul dianggap sebagai mengada-ada dan merupakan kesesatan. Kelompok HTI, FPI dan aliran Islam yang fundamental lebih suka menyebut dirinya sebagai ahli sunnah, tetapi bukan ahli sunnah wal jamaah.

Sebagai konsekuensi dari pandangannya tersebut, maka gagasan Ibn Saud juga menjadikan hukum Islam sebagai dasar menentukan kebijakannya. Tentu saja adalah hukum Islam sebagaimana dirumuskan oleh ulama-ulama Wahabi yang selama ini telah mendampingi raja-raja di Saudi. Memang tidak sekeras kaum Khawarij atau kaum radikalis yang menyatakan la hukma illa lillah atau tidak ada hukum kecuali hukumnya Allah, akan tetapi hukum Islam yang dikembangkannya dinyatakan bersumber dari hukum pada zaman kenabian atau sekurang-kurangnya masa Khulafaur Rasyidin, meskipun plus minus. Artinya hukum tetap disesuaikan dengan kenyataan perkembangan dunia.

Jadi memberantas thaghut menjadi salah satu dari agenda pemerintahan Arab Saudi agar pemerintahannya tetap berjalan di atas rel penafsiran ulama Salafi Wahabi. Sampai hari ini, yang menjadi standart dalam penafsiran ajaran agama adalah tiga ulama Arab Saudi, yaitu Syekh Nashiruddin Albani, Syekh Utsaimin dan Syekh Abdullah bin Baz dan jika ke atas lagi adalah penafsiran Ibnu Taimiyah. Semua yang tidak bersandar pada penafsiran-penafsiran tersebut maka dianggapnya sebagai tidak sah dalam paham Islam.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..