• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PRIVILEGE

 Di dalam sejarah kehidupan manusia, selalu ada saja orang yang dianggap memiliki hak-hak lebih dibanding yang lain, hak utama atau hak istimewa. Dalam sejarah kehidupan masyarakat, maka yang memiliki hak-hak istimewa itu adalah para raja, bangsawan, ahli-ahli agama dan pejabat-pejabat penting di dalam sistem pemerintahan. Di dalam sistem kerajaan, maka raja dan para bangsawan yang berada dan disahkan oleh aturan-aturan kerajaan tersebut selalu memiliki privilege yang sungguh-sungguh berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Karena privilege ini, maka sering kali peperangan atau pemberontakan dilakukan oleh rakyat terhadap para raja atau pemimpinnya.Hak istimewa tersebut terjadi di dalam semua kehidupan. Hak menikmati harta yang berlebih, hak memiliki kekebasan yang berlebih, hak untuk memiliki kendaraan, bahkan istri yang berlebih. Di dalam sistem kerajaan, maka raja bisa memiliki puluhan istri. Pasti ada satu permaisuri dan ada puluhan selir. Sistem harem yang berkembang di kerajaan-kerajaan Timur Tengah, Cina, Yunani, Eropa, Amerika Latin dan lain-lain menggambarkan bahwa setiap orang raja memiliki hak istimewa yang tidak dapat diganggu gugat. Bahkan di negara-negara Afrika hingga sekarang masih ada seorang pemimpin pemerintahan yang memiliki dan sistem hak privilege tentang harem ini.

Bahkan di dalam sistem demokratis pun, tetap ada hak-hak istimewa yang dimiliki oleh para pejabat negara disebabkan oleh norma-norma yang menjadi panduan untuk memberikan hak-hak tersebut. Suatu contoh, pejabat teras dalam suatu pemerintahan, maka memiliki dan dapat menggunakan fasilitas kelas satu, dan sebagainya. Di jalan raya, maka seorang menteri atau gubernur atau pejabat lainnya juga memperoleh hak utama. Hal ini tentu dilakukan karena padatnya jadwal yang harus dilakoni oleh pejabat yang bersangkutan.

Memang, pemimpin harus memiliki hak istimewa terkait dengan fasilitas-fasilitas yang harus diterimanya. Bahkan hak-hak istimewa tersebut dibakukan di dalam peraturan perundang-undangan. Seorang pejabat, maka dia akan memiliki hak untuk memperoleh perumahan dinas, kendaraan dinas, dan fasilitas-fasilitas lain yang setara dengan sistem eselonisasi yang bersangkutan. Hak istimewa ini tentu diberikan terkait dengan beban kerja yang bersangkutan memiliki kualitas yang tidak setara dengan lainnya.

Mungkin di antara kita masih mafhum jika hak istimewa tersebut diberikan dengan tujuan untuk mempermudah dan memperingan beban kerja yang memang menumpuk. Sehingga jika tidak memperoleh fasilitas yang memadai, maka dikhawatirkan beban tugas yang akan dilakukan akan terjadi kemacetan. Jika ada undangan  yang menumpuk, maka mestilah harus ada pengawalan, sebab hal itu akan menjadikannya bisa datang tepat waktu. Bayangkan jika tanpa pengawalan dan terkena macet, maka dia akan datang sangat terlambat sedangkan masyarakat sedang menunggunya. Hak istimewa yang melekat sesuai dengan peran dan fungsi seorang pejabat tentu masih dipahami.

Yang agak membuat kita bingung adalah ketika seseorang yang seharusnya tidak memiliki hak istimewa, namun demikian yang bersangkutan bisa memiliki hak itu. Contoh yang paling mendebarkan akhir-akhir ini adalah pemberian hak istimewa kepada seorang nara pidana. Adalah Artalyta Suryani yang memperoleh hak istimewa di dalam rumah tahanan (rutan). Hak istimewa itu adalah hak menempati ruang yang istimewa dalam ukuran seorang narapidana. Tempa tidur yang memadai, peralatan rumah tangga yang memadai, bahkan pelayanan yang memadai, seperti dokter, baby sitter, pembantu rumah tangga dan bahkan juga bisa keluar masuk sesuai dengan keinginan.

Kasus ini tentu saja tidak akan terbongkar seandainya Satuan Pemberantsan Mafia Hukum tidak melakukan sidak ke rutan tersebut. Yang menarik adalah kerahasiaan akan kedatangan satuan tersebut ke dalam rutan. Selama ini, jika ada sidak, maka selalu bisa diselamatkan, sebab setiap sidak pasti akan diketahui terlebih dahulu. Disebabkan oleh ketidakbocoran acara sidak tersebut, maka kasus Artalyta Suryani bisa diungkap. Maka Artalita Suryani, hari ini (14/01/10) kembali menjadi tahanan rutan yang sesungguhnya, sebab sudah ditempatkan di sel yang memang diperuntukkan bagi para nara pidana.

Hak istimewa tersebut tidak hanya tempat yang nyaman untuk tinggal, tetapi juga kebebasan. Misalnya kebebasan menerima tamu, menyelenggarakan rapat, memimpin perusahaan, mendatangkan pejabat dan sebagainya. Hak istimewa ini tentunya diperoleh melalui proses “kolusi” antara pejabat rutan dengan yang bersangkutan. Hal ini bisa dilakukan karena kekayaan dan kekuasaan atau relasi yang dimilikinya sangat besar. Jadi, kelihatan ada relasi antara kekayaan, kekuasaan dan fasilitas yang bisa diterima selama seseorang berada di dalam penjara.  

Sebagaimana yang saya tulis kemarin, bahwa Artalyta Suryani hanyalah satu representasi dari banyak hal seperti ini. Bisa saja, banyak kasus yang sama. Bisa saja terjadi di berbagai rutan yang ada di Indonesia.

Melalui kasus  ini tentu ada pelajaran yang bisa diambil. Di antara pelajaran itu adalah bagaimana seharusnya para pejabat mengelola keadilan yang dapat dirasakan oleh yang berkepentingan. Jika menurut hati nurani memang tidak pantas seseorang memperoleh hak istimewa, maka sebaiknya tidak dilakukan. Dan jika memang hak itu bisa diberikan kepada orang yang berhak menerimanya, maka lakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Wallahu a’lam bi al shawab.  

Categories: Opini