• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

FIDA’AN: APA INI YA?

FIDA’AN: APA INI YA?

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Seperti biasanya, jika saya pulang ke rumah Tuban, tepatnya di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban dipastikan memberikan ceramah agama, khususnya kepada jamaah Mushalla Raudlatul Jannah pada shalat Maghrib atau shalat  Shubuh. Jika saya datang sebelum maghrib, maka saya mesti akan memberikan ceramah pada bada shalat Maghrib dan jika saya datangnya agak malam atau bada Maghrib, maka dapat memberikan ceramah agama bada shalat Shubuh, Senin,  13/11/2023.

Saya memberikan ceramah agama dengan tema Fida’an, sebab tradisi ini sudah menyejarah di kalangan umat Islam khususnya warga NU. Fidaan sudah menjadi tradisi yang menyejarah di dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari upaya untuk memberikan kebahagiaan bagi ahli kubur yang sudah meninggal. Bisa saja orang tua, keluarga bahkan sahabat atau umat Islam sebagai saudara sesama umat Islam.

Fida berasal dari Bahasa Arab yang artinya adalah tebusan. Fida dilakukan setelah kematian seseorang dan keluarganya untuk melakukan kegiatan tahlilan atau yasinan atau membaca surat-surat di dalam Alqur’an khususnya surat Al Ikhlas. Jika membaca surat Al Ikhlas bisa sebanyak 1000 kali, atau membaca tahlil sebanyak 1000 kali. Bisa dilakukan secara berjamaah atau dilakukan secara sendiri-sendiri. Jika secara Bahasa, fida’ berarti tebusan, maka secara istilah, fida berarti merupakan upaya yang dilakukan secara individu untuk membebaskan diri dari dosa atau kekhilafan yang pernah dilakukannya. Jadi sebagai bentuk penebusan atas kesalahan yang dilakukannya sendiri. Sementara itu juga bisa bermakna sebagai upaya untuk membebaskan atas keluarga atau sahabat dari siksaan alam kubur, misalnya orang tua, kerabat atau sesama sahabat yang sudah wafat. Itulah sebabnya di dalam tradisi NU terdapat acara tahlilan atau Yasinan atau bacaan surat lain di dalam Alqur’an yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal. Jika dilakukan dalam jumlah banyak jamaah, maka bacaan tahlil bisa dilakukan sebanyak 70.000 kali atau bacaan al Ikhlas sebanyak 100.000 kali. Inilah yang disebut sebagai fidaan kubro.

Tardisi fidaan memiliki dua sudat pandangan. Ada yang mengharamkannya misalnya kelompok Salafi Wahabi dan organisasi yang bersepakat dengan kaum Salafi Wahabi, yang didasaarkan oleh realitas bahwa Nabi Muhammad SAW tidak melakukannya. Sedangkan kelompok lain berpandangan bahwa membaca tahlil atau membaca Surat Al Ikhlas, baik dilakukan sendiri maupun berjamaah adalah kebolehan. Membaca kalimat thayyibah tentu bisa dilakukan kapan dan dimanapun. Yang problematic adalah membaca tahlil atau surat Al ikhlas bagi mayat atau orang yang sudah meninggal. Apalagi dilakukan dalam durasi waktu sebagaimana yang terjadi di Jawa ba’da meninggalnya orang lain, apalagi terikat kekerabatan.

Di dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad SAW menyatakan: “Tiada seorang mayit di dalam kuburnya kecuali dalam keadaan seperti orang tenggelam yang banyak meminta tolong. Dia menanti doa dari ayah dan saudara atau seorang teman yang ditemaninya, apabila dia telah menemukan doa tersebut, maka doa itu menjadi yang lebih dicintai dari pada dunia dan seisinya, dan apabila orang yang hidup akan memberikan hadiah kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah  dengan doa dan istighfar.” (Ihya’ Ulumiddin, Juz IV, hlm. 476 diunduh dari Kemenag Kabupaten Tangerang, 13/11/23).

Orang yang sudah meninggal memang sudah tidak memiliki apa-apa, kecuali tiga hal yaitu: shadaqah Jariyah, atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang dapat mendoakan kepadanya. Oleh karena itu, maka fungsi anak terhadap orang tuanya sangat penting. Dialah yang akan dapat menyenangkan dan membahagiakan atas orang tuanya. Makanya harapan orang tua kepada anaknya adalah agar anaknya dapat mengirimkan doa kepadanya. Kiriman doa yang difasilitasi oleh Nabi Muhammad saw selaku washilah terbesar di dalam dunia. Nabi Muhammad SAW adalah washilah terbaik di dalam doa kepada Allah SWT. Itulah sebabnya kala orang NU berdoa maka selalu dilakukan washilahnya kepada  Nabi Muhammad SAW.

Berbahagialah bagi orang tua atau kerabat yang sudah wafat dan memiliki keluarga yang dapat berkirim doa kepadanya. Bisa berkirim bacaan surat Yasin, Surat Al Ikhlas, atau bacaan Lailaha illallah. Bagi mereka mendapatkan hadiah yang berupa bacaan Alqur’an atau kalimat thayyibah sungguh sangat menyenangkan. Maka tugas para orang tua adalah mengajari anaknya untuk menjadi anak shaleh yang kelak insyaallah akan membahagiakannya.

Oleh karena itu, sudah selayaknya jika bagi yang meyakini tentang bacaan fidaan sebagai salah satu instrument mengamalkan kalam mulia untuk keluarganya yang sudah meninggal dan bagi yang tidak melakukannya karena keyakinannya tidak jangan melakukan tindakan yang melecehkannya. Semua dilakukan atas nama tafsir agama yang dilakukan oleh para ulama, dan semua itu berada di dalam Kawasan tafsir agama.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..