BURUNG ABABIL VS TENTARA ABRAHAH: KEKUASAAN ALLAH VS KEKUATAN MANUSIA
BURUNG ABABIL VS TENTARA ABRAHAH: KEKUASAAN ALLAH VS KEKUATAN MANUSIA
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Kisah tentang Burung Ababil versus Tentara Abrahah dinashkan di dalam Alqur’an, Surat Al Fil yang menggambarkan bagaimana kisah tentara Abrahah yang akan menghancurkan Ka’bah. Jumlah mereka sangat banyak dengan senjata yang modern pada zamannya. Tentara Abrahah tentu saja dibekali dengan perlengkapan yang cukup, baik dari peralatan perang sampai bahan makanan. Selain itu juga pasukan gajah yang sangat terlatih di dalam medan pertempuran. Mereka sangat yakin bahwa di dalam serangan ini dipastikan pasukan Abrahah akan dapat menghancurkan Ka’bah yang merupakan symbol dari agama Hanif yang dinisbahkan kepada Nabi Ibrahim As.
Begitu mendengar akan terjadinya serangan Raja Abrahah, maka pimpinan Quraisy menjadi panik. Mereka sudah mendengar akan kedigdayaan tentara gajah yang akan menyerang lambang kesucian kaum Quraisy, Ka’bah. Mereka akan melawan tetapi sudah membayangkan kekalahannya. Maklumlah Raja Abrahah dari Yaman itu sangat terkenal di dunia Timur Tengah sebagai pemilik tentara gajah yang sangat digdaya. Artinya, kaum Quraisy dan seluruh suku yang terlibat di dalamnya sebenarnya sudah tidak mau untuk berperang melawan tentara Gajah tersebut. Di dalam penyerangan atas Ka’bah ini, Abrahah dibantu oleh Raja Najasyi dengan mengirimkan gajah-gajah terbaiknya. Ada delapan atau 12 gajah yang diperbantukan untuk menghancurkan ka’bah.
Tantara Gajah sudah mendekati Mekkah. Mereka sudah sampai di perbatasan Mina dan Muzdalifah. Jaraknya sudah sangat dekat dengan Ka’bah. Kepanikan melanda seluruh penduduk Mekkah karena membayangkan apa yang akan dialaminya di dalam peperangan melawan tentara gajah yang sudah diketahui kehebatannya dalam berperang. Namun yang terjadi di luar nalar mereka, sebab tantara Gajah lalu pada tewas diserang oleh segerombolan burung.
Kehancuran tentara Gajah tersebut diceritakan berada di suatu lembah yang dinamakan Wadi Muhassir yang terletak di perbatasan antara Muzdalifah dan Mina. Pada suatu ketika, Nabi Muhammad SAW berhaji ke Mekkah, maka kala Beliau sampai di sini, maka seluruh peserta haji diminta untuk mempercepat langkahnya, sebab tanah itu menjadi saksi bisu akan kehancuran Abrahah dan tentaranya karena serangan burung Ababil yang di parohnya terdapat batu-batu kecil dari neraka sehingga batu-batu yang dijatuhkan oleh burung tersebut membuat tentara Abrahah harus mati secara meyakinkan.
Niat untuk menghancurkan ka’bah sebenarnya dipicu oleh keinginan Abrahah untuk menjadikan gereja yang didirikannya agar menjadi tempat ibadah bagi penganut agama-agama. Abrahah membuat gereja yang besar dan megah. Namun demikian, masyarakat masih lebih cenderung untuk mendatangi Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Merasa upayanya sia-sia, maka Abrahah lalu melakukan tipu daya untuk menghancurkan Ka’bah. Dengan kehancuran Ka’bah, maka orang akan pergi ke Yaman mengunjungi Gereja Abrahah.
Sebagaimana yang kita baca, bahwa di saat Abdul Muthalib kakek Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Abrahah, maka Abdul Muthalib meminta kembali untanya yang dirampok oleh tentara Abrahah, akan tetapi ditolak oleh Abrahah, sebab yang akan diminta adalah Ka’bah, maka Abdul Muthalib menyatakan: “saya minta unta itu karena unta itu adalah milikku, sedangkan ka’bah adalah milik Allah. Biar Allah yang akan memertahankan ka’bah miliknya itu”. Tatkala Abrahah dan bala tentaranya sampai di Wadi Muhassir, maka tiba-tiba gajah dan tentaranya menjadi lemas. Mereka terkena batu-batu kecil yang dilemparkan oleh burung-burung yang membawa kerikil kecil dari batu panas dari neraka. Burung itulah yang kemudian dikenal sebagai Burung Ababil.
Hal ini sebagaimana diceritakan di dalam Surat Al Fil, ayat 1-5. Ayat tersebut adalah: “Alam tara kaifa fa’ala rabbuka bi ashhabil fil. Alam yaj’al kaidahum fi tadhlil. Wa arsala ‘alaihim thairan ababil. Tarmihim bihijarathim min sijjil. Fa ja’alahum ka ashfim ma’kul”. Yang artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah. Bukankah mereka telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia. Dan dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Ayat ini merupakan bukti historis tentang kejadian di masa lalu yang bisa dibuktikan kebenarannya, yaitu peristiwa penyerangan Raja Abrahah dengan tentara gajahnya. Sejauh ini saya belum mendapatkan bukti artefaknya, misalnya tulang belulang gajah-gajah yang mati di Lembah Muhassis. Tetapi bisa saja sudah ada penelitian yang membuktikannya, namun saya tidak mengetahuinya. Jika dihitung dengan tahun, maka serangan tersebut dilakukan pada tahun di mana Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan. Yaitu pada tahun 571 M. Nabi Muhammad SAW memang dilahirkan pada Hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah atau di dalam kalender Masihiyah tahun 571.
Tulisan ini lahir dari acara tahsinan Alqur’an yang sudah mendekati selesai. Sudah sampai pada surat Al Fil (15/10/23). Mungkin dalam pekan-pekan depan akan selesai. Saya bersyukur bahwa program tahsinan di Masjid Al Ihsan ini terus berlangsung dan semoga menjadi bukti atas keterlibatan kita semua dalam melestarikan bacaan Alqur’an yang benar, dan sekaligus juga memperoleh pahala dan keridlaan Allah SWT.
Wallahu a’lam bi al shawab.