• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGGAPAI BAHAGIA

MENGGAPAI BAHAGIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pengajian yang dilakukan oleh Komunitas Ngaji Bahagia di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency, Selasa 08/08/2023 bada Shubuh sungguh mengasyikkan. Yang diceritakan terkait dengan menggapai Bahagia. Yang memberi ceramah dengan metode dialogis adalah Ustadz Sahid, yang memiliki profesionalisme dalam pengembangan SDM berbasis spiritual. Ngaji yang benar-benar bahagia. Saling tertawa bersama dan gojlokan bersama. Yang jelas, asyik.

Di dalam cermahnya Ustadz Sahid menyatakan bahwa  untuk menggapai kebahagiaan itu diperlukan lima hal, yaitu:

Pertama, tersenyum. Diusahakan agar kita  bisa tersenyum, sekurang-kurangnya tujuh detik dan bukan tersenyum yang terpaksa. Orang yang tersenyum terpaksa itu akan bisa diketahui oleh orang lain. Orang bisa membaca seseorang itu tersenyum dengan ikhlas atau dengan keterpaksaan. Demikian pula orang yang tersenyum dengan ikhlas juga akan kelihatan. Di dalam suatu majelis akan dapat diketahui siapa yang ikhlas dan siapa yang tidak. Wajah seseorang bisa menggambarkan nuansa hati yang ada di dalamnya.

Kedua, tertawa. Komunitas Ngaji Bahagia ini sudah on the track. Sudah oke. Bayangkan bahwa nyaris setiap hari kita bisa tertawa 17 kali dengan tertawa lepas. Tertawa yang tidak tertahan, tertawa yang dilepaskan karena ada hal-hal yang memang pantas dan layak untuk ditertawakan. Apapun acaranya, di dalam Komunitas Ngaji Bahagia itu dipastikan ada tertawanya. Bahkan acara tahsinan Alqur’an yang serius juga terdapat hal-hal yang bisa ditertawakan. Yang penting kita memulai kehidupan di pagi hari dengan tertawa dan penuh canda. Rasanya setiap hari lebih dari 17 kali kita tertawa. Tertawa yang lepas akan menghasilkan hormone kebahagiaan atau yang disebut sebagai endorfin. Yakni hormone yang bisa memicu rasa bahagia. Orang yang selesai olahraga, melihat lukisan, mendengarkan music dan sebagainya maka akan terdapat rasa kebahagiaan, yang dipicu oleh endorfin.

Ketiga, kualitas waktu. Yang dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah penggunaan waktu secara berkualitas. Artinya bahwa waktu yang digunakan untuk kebersamaan baik di dalam keluarga, komunitas, dan tempat bekerja itu adalah waktu yang mencukupi standart cukup. Tidak tergesa-gesa atau tidak terburu-buru. Kita harus bisa mengatur waktu secara memadai. Jika sedang berada di dalam keluarga , maka waktunya harus cukup. Hati, pikiran dan perasaan benar-benar berada di dalam keluarga. Waktu itu bukan diukur dari panjang dan banyaknya akan tetapi dari bagaimana kita memenej waktu agar sesuai dengan keperluan bersama.

Keempat, penghargaan. Kita hidup dengan orang lain. Kita tidak hidup sendiri di dunia ini. Karena kita hidup bersama orang lain, maka kita harus memberi penghargaan kepada orang yang baik dan memberi manfaat untuk kita. Tidak hanya untuk diri sendiri, akan tetapi juga untuk orang lain, keluarga, komunitas dan masyarakat. Memberikan ucapan selamat kepada orang lain yang bermanfaat bagi yang lain juga merupakan salah satu cara untuk membahagiakan diri dan orang lain. Memberikan penghargaan sama dengan memberikan pengakuan atas fungsi dan perannya bagi orang lain. Tetapi yang juga penting juga jangan mabuk penghargaan. Jika orang mabuk penghargaan maka apapun yang dilakukan harus dipuji. Ini justru bisa menjadi penyakit hati. Rasanya memberikan penghargaan itu juga harus dengan kewajaran saja sesuai dengan kapasitasnya dan bukan agar menyenangkan hati orang yang justru akan menyebabkan yang bersangkutan jumawa atau sombong.

Kelima, melayani. Memberikan pelayanan adalah perilaku yang baik. Di dalam kehidupan ini, orang yang mau melayani itu jumlahnya tidak banyak. Yang paling banyak adalah ingin dilayani. Padahal yang lebih utama itu adalah melayani. Bahkan jika bisa harus melayani dengan kepuasan yang di dalam bahasa perusahaan atau manajemen disebut customer satisfaction. Di dalam kehidupan ini, manusia tidak bisa hidup sendiri dan harus saling memberi dan menerima, melayani dan dilayani. Ada kalanya dilayani dan ada kalanya melayani. Jika menjadi seorang suami juga jangan hanya minta dilayani tetapi juga harus melayani istri. Jangan yang satu lebih dominan dari yang lain. Islam mengajarkan keseimbangan di dalam kehidupan ini.

Saya memberikan sedikit komentar di dalam ceramah ini. Jika mengacu pada bahagia di dalam konteks literatur barat, maka bahagia itu lebih bercorak fisik. Padahal kebahagiaan itu bukan hanya persoalan keterpenuhan kebutuhan fisik, akan tetapi yang lebih penting adalah terpenuhinya kebutuhan batin. Kebahagiaan jiwa dan raga. Kebahagiaan lahiriyah dan batiniyah. Islam mengajarkan bahwa ada kebahagiaan yang difasilitasi oleh pendekatan spiritualitas.  Kebahagiaan spiritualitas tersebut difasilitasi oleh taqarrub kepada Allah. Melalui taqarrub ilallah, maka akan terbuka hijab atau selimut yang memisahkan antara manusia dengan Tuhan. Di dalam ayat Alqur’an dinyatakan: “wa ma  ramaita idz romaita, fa innallaha roma”. Yang artinya” “dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar”. (Surat Al Anfal, ayat 17).

Di dalam konteks ini, maka kala manusia itu berdekatan dengan Allah, maka apa yang dilakukan hakikatnya adalah apa yang dilakukan oleh Allah. Dan yang bisa seperti itu hanyalah orang khusus dan di dalam literatur Islam disebutkan sebagai ahli tasawuf. Bagi kita yang awam dalam beragama, maka yang penting adalah bagaimana kita dapat  mendawamkan amalan apapun yang berbasis pada ajaran Islam, sehingga kita masih dapat masuk orang yang dikaruniai kebahagiaan fi dini wad dunya wal akhirah.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..