• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENEMUKAN KEBAHAGIAAN

MENEMUKAN KEBAHAGIAAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Ngaji Bahagia, Selasa 1/08/2023, terasa istimewa, bukan karena pesertanya banyak, akan tetapi karena materi yang dikaji adalah tentang kebahagiaan. Lagi pula yang menyampaikan adalah Ust. M. Sahid, yang dikenal sebagai Trainer of Human Resource Development, yang selama ini telah malang melintang dalam berbagai pelatihan khususnya pada perusahaan-perusahan besar, misalnya Indosat, PLN, Telkom dan sebagainya. Memang untuk penceramah di Masjid Al Ihsan ini dilakukan secara bergantian. Terkadang saya, Pak Sahid, Pak Mulyanta, dan bahkan juga Pak Abdullah. Ngaji Bahagia ini diindikatori dengan ngaji dan tertawa secara seimbang.

Sesuai dengan temanya, maka bahagia itu merupakan suatu keadaan di mana terdapat perasaan senang, gembira dan merasakan hilangnya kesedihan atau lainnya sebagai akibat keberhasilan dalam melaksanakan suatu tindakan. Jadi yang menjadi kata kunci adalah perasaan. Orang bisa merasakan senang, sedih, gembira dan susah yang semuanya adalah fenomena hati atau fenomena perasaan. Bahagia juga bisa diartikan kemenyatuan antara fisik dan hati atau perasaan yang menimbulkan rasa senang atau gembira.

Bahagia itu memiliki standart. Standart itu bisa bersifat pribadi, artinya bagi seseorang dianggap bahagia tetapi bagi yang lain dianggapnya tidak bahagia. Bahagia itu merupakan kasus individual dan bukan kebahagiaan yang bersifat umum. Akan tetapi  standart itu hanya bisa mengacu kepada ukuran standart umum, yang di dalam dunia ilmu pengetahuan disebut sebagai indicator kebahagiaan. Jika seseorang telah mencapai standart ini, maka dia dinyatakan sebagai orang yang bahagia.

Ada empat standart untuk mengukur secara umum tentang kebahgaiaan sesuai dengan psikhologi modern. Yang pertama adalah pleasure. Yaitu kebahagiaan yang bercorak kesenangan sementara karena telah melakukan tindakan yang menyenangkan. Contohnya adalah di saat kita membutuhkan minuman kemudian oleh seorang kawan kita diberikan minuman, atau di saat lapar maka kita diberikan makanan. Di saat kita tidak punya uang kemudian tiba-tiba kawan kita memberikan uang. Kebahagiaan seperti ini bersifat sementara dan terjadi di saat itu.

Yang kedua, adalah achievement atau tercapainya suatu keinginan atau cita-cita yang telah lama diinginkan. Misalnya kita memiliki istri setelah sekian lama kita menginginkan kehadiran seorang istri. Bisa juga misalnya naik pangkat yang memang diinginkannya. Yang lain misalnya kita memiliki keuntungan dari usaha atau bisnis yang kita lakukan. Semua ini akan sangat menyenangkan. Orang bisa berbahagia dalam waktu yang relative lebih lama karena telah mencapai target yang diinginkan.

Yang ketiga, contribution atau kala seseorang sudah mampu memberikan sumbangan atau kontribusi atas orang lain di dalam kehidupannya. Misalnya Bill Gate yang mendonasikan keuntungannya untuk pengembangan pendidikan, atau Elon Musk yang kaya raya itu berhasil menyumbangkan keuangannya untuk kesejahteraan umat atau misalnya Rockefeller yang mendonasikan hartanya untuk beasiswa bagi para sarjana atau akademisi dari dunia ketiga. Di dalam ukuran yang sederhana saja, misalnya di saat kita  bisa memberikan solusi atas masalah yang dihadapi oleh kawan kita dan berakibat jangka panjang di dalam kehidupannya, maka hal ini juga kebahagiaan.

Yang keempat, ultimate goals atau pencapaian tujuan yang tidak terbatas. Standart ini merupakan standart final yang bisa diraih oleh seseorang untuk memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan hakiki, sebuah kebahagiaan yang sudah bukan lagi untuk kepentingan fisikal atau perasaan belaka tetapi kebahagiaan yang sudah mencapai derajat tertinggi karena telah mencapai kepasrahan, keridlaan dan syukur atas apa yang dianugerahkan Tuhan kepada kita semua. Kebahagiaan seperti ini hanya akan diperoleh seseorang yang sudah berada di dalam maqam Muthmainnah sebagaimana  terdapat di dalam Alqur’an: Ya Ayyuhan nafsul muthmainnah, irji’i ila rabbiki radhiyatan mardhiyah, fadkhuli fi ‘ibadi fadkhuli jannati”.  Yang artinya kurang lebih: “Wahai Jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu  dengan hati yang ridha dan dirindhai-Nya, dan masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku”.

Jadi jiwa yang tenanglah yang sesungguhnya menjadi standart tertinggi tentang kebahagiaan. Makanya, ada orang kaya tetapi tidak bahagia, dan ada orang yang tidak kaya tetapi bahagia. Dengan demikian kebahagiaan itu ada pada masing-masing individu yang jiwanya telah berada di dalam kategori nafsul muthmainnah.

Pak Mulyanta juga menyatakan bahwa kebahagiaan itu ukurannya adalah hati merasa yang nyaman, merasa senang, dan terlepas dari masalah. Terkadang kita dapati ada tangis bahagia. Tangisan itu biasanya terkait dengan kesedihan tetapi ada kalanya kita menangis karena kesenangan. Anak yang menikah membuat kita sedih karena akan ditinggalkan olehnya bersama suami atau istrinya, dan kita menangis. Akan tetapi dibalik tangisan itu ada kebahagiaan karena merasa bahwa keinginan untuk menikahkan anak menjadi terlaksana. Jadi kebahagiaan itu sesuatu yang berada di dalam hati. Tetapi ada kalanya juga ada orang yang bisa kelihatan bahagia padahal sesungguhnya sedang menghadapi masalah. Misalnya artis itu pintar bersandiwara.

Di dalam kesempatan ini saya menyampaikan bahwa kebahagiaan abadi itu ada. Di dalam Islam disebut sebagai kebahagiaan di dunia dan kebahagian di akherat atau saidun fiddaraini, bahagia di dunia dan bahagia di akherat. Di dalam konsepsi ahli filsafat dan ahli tasawuf Syed Hussein Nasr disebut sebagai endless bliss. Kebahagian abadi, dan kebahagiaan abadi itu hanya akan diperoleh oleh orang yang sudah khatam kehidupan duniawi artinya hatinya tidak tertambat pada duniawi yang fana, akan tetapi tertambat kepada Allah yang baqa’ atau abadi. Manusia akan bisa hadir dalam keadaan endless bliss jika hatinya sudah pasrah atau tawakkal, sabar, syukur, dan lillah billah.

Kita juga bersyukur karena akhir-akhir ini, banyak peneliti Barat yang tertarik dengan fenomena spiritualitas. Banyak buku yang membahas tentang psychology, religion and spirituality yang menggunakan pendekatan keyakinan dan kepercayaan serta pengalaman manusia di dalam membangun relasi dengan Tuhan, dan mereka beranjak dari dunia kajian yang bersifat empiric sensual atau hanya hal-hal yang bisa diamati saja yang dianggap benar ke keyakinan beragama. Jadi masyarakat Barat memang semakin banyak yang meinggalkan agamanya, tetapi akademisinya justru sedang tertarik dengan fenomena spiritualitas.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..