• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

NYEKAR

NYEKAR

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya tidak tahu apa makna mimpi. Di dalam mimpi itu,   saya mencari makam keluarga saya, khususnya Bapak. Di dalam mimpi itu kelihatan bahwa makam atau kuburan itu selesai dibangun dan maesan atau tenger  pada makam tersebut banyak yang terpendam separuh. Saya mencari makam Bapak dan akhirnya ketemu. Makam keluarga saya berada di dalam satu kompleks mulai dari canggah, buyut, kakek dan Bapak serta kerabat dekat atau jauh. Memang makam desa merupakan tempat pemakaman yang terdiri dari berbagai kerabat di dalam suatu desa.

Saya lalu menafsirkannya sendiri, bahwa mungkin saja Bapak mengingatkan saya agar saya nyekar atau ziarah  ke makamnya, sebab pada hari raya Idul Adha kemarin saya tidak pulang karena harus bersama keluarga ke Batu Malang. Biasanya menjelang hari raya harus saya sempatkan untuk pulang dengan tujuan menjenguk Emak dan nyekar ke kuburan Bapak dan leluhur. Tetapi kali ini saya terpaksa tidak bisa datang karena ada udzur yang tidak bisa saya tinggalkan.

Setelah mimpi itu, saya harus merancang untuk ke Tuban, ke desa saya. Saya akhirnya bisa berziarah ke makam Bapak dan leluhur. Sebelum saya berziarah ke makam Bapak dan leluhur,  terlebih dahulu saya menziarahi makam Syekh Boka Baki atau Syekh Al Baqi. Oleh masyarakat local, makam tersebut disebut sebagai leluhur desa. Meskipun bukan makam tertua di desa ini,  akan tetapi berdasarkan kajian sementara maka beliau adalah generasi ke tiga setelah Sunan Ampel. Semula,  makamnya sebagaimana makam orang biasa saja. artinya hanya terdiri dari maesan saja. Tetapi akhirnya makam Syekh Boka Baki direnovasi. Makam ini diyakini sebagai makam tua karena maesannya berbeda dengan maesan lainnya. Batu maesannya besar dan terdapat symbol yang tidak lazim. Selain itu juga ada pesan dari embah saya, Ismail,  modin Dusun Semampir untuk merawat makam tersebut. Berdasarkan metode Barzakhi, memang benar makam tersebut adalah makam auliya.

Makam Syekh Boka Baki adalah  makam tua, meskipun tidak diketahui tahun berapa  Beliau hidup.  Akan  tetapi melihat bahan artefaks pada makamnya dapat diketahui bahwa Beliau adalah keturunan Kanjeng Sunan Ampel dan ke atas sampai ke Kanjeng Syekh  Ibrahim Asmaraqandi dan Kanjeng Syekh  Jumadil Kubro. Kita tidak tahu dari jalur mana, akan tetapi makam Syekh Boka Baki atau Syekh Al Baqi ini memiliki kesamaan dengan artefaks pada makam-makan auliya tersebut, yaitu symbol segitiga terbalik.

Saya pernah melakukan pelacakan atas symbol-simbol ini di makam-makam para waliyullah, mulai dari Kanjeng Eyang Jumadil Kubro, Kanjeng Eyang Ibrahim Asmaraqandi, Kanjeng Eyang Sunan Ampel, Kanjeng Eyang Sunan Bonang dan Kanjeng Eyang Sunan Drajat, ternyata terdapat symbol-simbol yang sama. Segitiga terbalik. Di dalam buku “Melacak Jejak Waliyullah di Tuban Bumi Wali: The Spirit of Harmony” yang diterbitkan oleh Pemkab Tuban, 2021, maka saya gambarkan tentang Kanjeng Eyang Syekh Boka Baki ini. Setiap tahun juga dilakukan acara khoul yang diselenggarakan oleh umat Islam di Dusun Semampir, Sembungrejo.

Bagi saya, Makam Syekh Al Baqi  sungguh istimewa. Saya marasakan ketenangan kala membaca kalimat thayibah sebagaimana yang biasa saya membacanya. Hanya memang harus disingkat agar tidak terlalu panjang. Sesuai dengan keyakinan saya, bahwa bacaan-bacaan yang saya lantunkan tersebut akan sampai kepada Beliau atas seizin Allah. Melalui washilah kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW, saya berkeyakinan bahwa bacaan dan doa tersebut akan sampai kepada yang bersangkutan.

Tidak perlu dalil yang rumit, sebab berdasarkan pengalaman yang hadir di dalam diri saya, maka bacaan kalimat thayyibah tersebut akan sampai. Saya tentu tidak bisa menguraikan secara mendalam pengalaman religious dimaksud karena pengalaman religious selalu bercorak individual dan tidak bisa direplikasi bahkan oleh yang memiliki pengalaman itu sendiri.

Setelah menyelesaikan tawasulan dan dzikir serta doa, maka saya bergegas mendatangi kubur ayah dan leluhur saya. Kembali saya bacakan kalimat thayyibah,  doa dan kemudian mengakhirinya dengan taburan bunga yang sudah disiapkan oleh keluarga saya. Saya datangi satu persatu, Bapak, Mbah Ismail, Mbah Sarijah, Mbah Wagiman, Mbah Sadirah, adik Muhammad Fulan, Mbah Muhammad Salim, Mbah Tarmi, Bapak Rais, dan seluruh kerabat dekat saya.

Setelah semuanya selesai, saya kembali ke rumah dengan perasaan lega karena hari itu saya bisa menunuaikan tugas sebagai bakti kepada orang tua, yaitu menziarahi kuburnya. Ya Allah saya selalu berdoa: “rabbighfirli wa liwalidaiyya warhamhuma kama rabbayani shagira”. Amin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..