PINTU MASUK SURGA BERAGAM (1)
PINTU MASUK SURGA BERAGAM (1)
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Pengajian pada Komunitas Ngaji Bahagia memang memiliki kekhasan, yaitu membahas hal-hal yang dianggap penting sesuai dengan yang diinginkan oleh jamaahnya. Jadi tidak ada pedoman baku secara sistematis. Lebih bercorak tematik sesuai dengan keperluan yang dianggap penting.
Pada pengajian Selasa pagi ba’da shubuh, 04/07/2023, di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, terdapat pertanyaan yang menarik sebagaimana yang disampaikan oleh Pak Suryanto, peserta pengajian paling senior. Pak Sur, begitulah biasanya kami semua memanggilnya, menyatakan: “di dalam artikel yang pernah saya baca, bahwa orang bisa masuk surga karena ketakutannya pada Allah dengan melakukan semua perbuatan yang diamanahkan dan menghindari semua perbuatan yang dilarang. Apakah benar jalan ke surga tersebut melalui jalur ini?”.
Saya memberikan penjelasan berdasarkan pengetahuan saya yang terbatas tentang ajaran Islam dalam kaitannya dengan surga dan amalan yang sebaiknya dilakukan. Saya menyatakan bahwa ada berbagai macam ragam para ahli di dalam menafsirkan dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan kapasitasnya. Saya mencoba untuk memberikan penjelasan berdasarkan paham keberagamaan yang menurut saya relevan, yaitu ada empat jalan menuju surganya Allah SWT. Artikel ini adalah tulisan pertama terkait dengan tema di atas.
Pertama, lewat jalan khauf atau takut kepada Allah SWT. Yang dimaksud dengan khauf adalah takut untuk melakukan tindakan yang salah dan takut untuk tidak melakukan tindakan yang benar sesuai dengan ajaran Islam. Khauf memiliki cakupan yang luas tetapi substansinya adalah ketakutan kepada Allah untuk menjauhi larangannya dan menjalankan perintahnya. Allah telah mewajibkan kepada umatnya untuk patuh dan taat atas perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah. Manusia harus menjadi seorang yang mukmin atau percaya kepada keberadaan Allah dan semua kegaiban yang terkait dengan ajaran Islam. Gaib di dunia tetapi kenyataan di akherat. Misalnya surga, neraka, mahsyar adalah kegaiban di dunia. Termasuk malaikat, wahyu dan juga makhluk gaib lainnya sesuai dengan berita di dalam Alqur’an. Bisa jadi hal tersebut kegaiban di dunia tetapi menjadi realitas di akherat.
Saya membagi khauf dalam dua hal, yaitu khauf negative dan khauf positif. Khauf disebut negative jika ketakutan itu membuat diri kita terbelenggu di dalam ketakutan dan berakibat menutup diri dalam pergaulan dunia. Kita melarikan diri dari kehidupan duniawi. Kita hanya terfokus mengejar akhirat dengan melupakan tugas dan kewajiban sebagai khalifah Allah fil ardhi. Makanya, kita takut kepada Allah dengan tetap berada di dalam kapasitas sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban sebagai manusia di dalam keluarga, komunitas dan masyarakat. Nabi Muhammad SAW pernah menegur Sahabat Salman al Farisi, karena Salman hanya mementingkan kehidupan akhirat dan melupakan tanggungjawabnya sebagai bagian dari keluarga. Saya melihat ada banyak dalil di dalam Alqur’an maupun hadits Nabi Muhammad yang mengedepankan ajaran keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Islam mengajarkan agar takut kepada Allah tidak menghalangi kita untuk hidup dalam kehidupan sebagai individu, keluarga dan anggota masyarakat. Maka, kita harus berada di dalam sikap takut yang positif yaitu sikap untuk tidak menutup diri akan tetapi menyeimbangkan antara tugas dan kewajiban duniawi dengan menyelaraskan pada kepentingan ukhrawi. Di masa lalu, uzlah itu dimaknai dengan menyediri di dalam gubug wirid atau zawiyah yang hanya berkonsentrasi untuk tujuan ukhrawi, tetapi dewasa ini terdapat perubahan bahwa uzlah adalah menyendiri di dalam perilaku kebaikan di tengah kehidupan social.
Kedua, melalui jalan Ridla Allah. Ridla di dalam Bahasa Indonesia disebut rela atau jika dikaitkan dengan Allah maka berbunyi kerelaan Allah. Kerelaan itu terkait dengan dua entitas yang sama atau beda dan dua-duanya memiliki satu focus tentang sesuatu. Misalnya manusia dan Tuhan, maka kerelaan atau ridla tersebut terkait dengan manusia melakukan suatu Tindakan yang berupa amalan shaleh dan Allah meridlai atau mersetui atas apa yang dilakukan manusia tersebut.
Di dalam konteks ridla, maka dipastikan ada gelombang yang sama meskipun berasal dari dua entitas yang berbeda. Manusia dan Tuhan merupakan dua entitas yang berbeda tetapi bisa bertemu di dalam gelombang spiritual yang sama. Sebagai contoh yang lebih empiris, misalnya keridlaan orang tua akan terjadi jika anaknya dapat menyenangkan hati orang tuanya. Jika dipanggil orang tuanya akan segera datang. Jika disuruh akan segera dikerjakan, dan jika dilarang tidak akan dilakukannya. Peran orang tua sangat besar di dalam kehidupan sebab di dalam sebuat teks dinyatakan bahwa keridlaan orang tua adalah keridlaan Tuhan. Ridlallah fi ridhal walidain.
Ridla Allah adalah segala-galanya. Jika Allah sudah ridla maka Allah akan memberikan segalanya untuk umatnya. Jangankan memohon surganya Allah, memohon yang lebih dari surga pun akan diberikannya. Di dalam teks diyakini bahwa para ahli surga akan dapat melihat eksistensi Allah. Meskipun terdapat perbedaan pendapat dari para ahli ilmu kalam, tetapi diyakini secara substansial bahwa Allah akan menampakkan diri pada ahli surga.
Di antara umat manusia yang dapat bertemu Allah adalah Nabiyullah Muhammad SAW. Di dalam peristiwa Mi’raj hal tersebut terjadi. Mengapa bisa seperti itu, karena Nabi Muhammad SAW adalah kekasih Allah, yang bahkan diberikan otoritas untuk memberikan syafaat fi yaumil mahsyar. Begitu cintanya Allah kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga otoritas yang sesungguhnya hanya milik Allahpun diberikannya. Contoh lain adalah Nabi Ibrahim yang karena cintanya Allah yang sedemikian besar, maka api pun tidak sanggup membakarnya. Contoh lain adalah Nabi Musa yang bisa membelah laut menjadi jalan lempang yang mengantarkannya pada keselamatan.
Dengan demikian, keridlaan Allah merupakan pintu utama di dalam menggapai kebahagiaan di alam akherat. Siapa yang bisa menyenangkan Allah, maka Allah juga akan mencintainya. Kita telah melakukan sekurang-kurangnya beribadah sesuai dengan kemampuan, semoga hal ini dapat menjadi pintu masuk ke dalam ridlanya Allah SWT. Amin.
Wallahu a’lam bi al shawab.