BERSABAR ATAS TAKDIR ALLAH
BERSABAR ATAS TAKDIR ALLAH
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Siapa yang bisa melawan takdir Allah. Tentu tidak ada. Semua ada di dalam kepastian yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Semua ada masanya, semua ada waktunya. Takdir Allah adalah ketentuan azali yang sudah didesain sedemikian rupa dan dipastikan akan terjadi kepada semua makhluk Allah. Takdir memang kejam, begitulah nyanyiannya Dessy Ratnasari dalam lagu Tenda Biru, yang akhirnya syairnya harus diubah.
Takdir di dalam ajaran Islam termasuk rukun iman, yang ke enam. Sebagai rukun iman tentu keberadaannya sangat sentral dan penting. Sebagai umat Islam tentu harus percaya tentang keberadaan takdir dimaksud. Jika sebagai umat islam maka harus percaya kepada adanya kepastian Tuhan yang tidak bisa ditawar. Lahir, mati, jodoh dan rezeki itu sudah ada kepastiannya. Ada yang lahir dan ada yang mati. Ada yang menikah dan langgeng dan ada yang bercerai. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Semua sudah ada ketentuannya, akan tetapi dalam beberapa hal manusia harus berupaya agar memperoleh yang terbaik.
Ada orang yang hidup dalam waktu panjang, bahkan bisa mencapai usia di atas 100 tahun, tetapi juga ada yang hanya beberapa hari atau beberapa bulan atau beberapa tahun. Semua diakhiri dengan ungkapan sudah takdirnya. Jika ada orang yang meninggal dalam usia berapapun maka pernyataan yang keluar adalah sudah waktunya, wis wayahe. Ada orang yang kaya tiba-tiba merugi dan hartanya nyaris habis, atau ada juga orang yang miskin kemudian mendapatkan rezeki yang besar, maka jadi kaya, ada yang muda lalu sakit dan tidak memperoleh pengobatan yang baik, maka kemudian meninggal, maka ungkapan yang muncul tentu sama sudah waktunya.
Takdir sungguh merupakan milik manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Semua akan terkena takdir akan kematian. Betapa kuatnya Jalut, si manusia raksasa, harus mati karena ketapel Nabi Dawud. Raja Fir’aun harus tenggelam dalam laut karena mu’jizat Nabi Musa, Qarun orang kaya harus mati terkubur di bumi karena bencana, Hitler juga harus mati. Demikian pula Lenin, Karl Marx, bahkan Ronald Reagan dan Michael Jackson, atau Mariah Cherry juga harus mati. Berbagai cara mereka meninggal, akan tetapi yang jelas bahwa takdir telah menentukan kapan kematiannya. Hewan dan tumbuhan pun mengalami hal yang sama. Kematian.
Di dalam pemahaman umat Islam bahwa Allah SWT terkadang melakukan ujian kepada hambanya. Baik manusia biasa atau para Nabi dan Rasul. Nabi Yusuf diuji dengan perempuan cantik jelita, Zulaikhah. Nabi Ibrahim diuji dengan pengorbanan putranya, Nabi Ismail. Nabi Yunus diuji dengan diceburkan di laut dan ditelan ikan. Nabi Dawud diuji dengan perang melawan Jalut. Nabi Nuh diuji dengan banjir besar. Nabi Muhammad diuji dengan yatim piatu dan sebagainya. Kita juga terkadang diuji oleh Allah dengan sakit, dengan ketiadaan finansial, dengan kenakalan keluarga dan kerugian materi, dengan kerugian nama besar dan lain-lain. Bahkan semua yang ada di dunia ini adalah ujian Allah. Misalnya kekayaan, kesehatan yang prima atau jabatan yang tinggi dan sebagainya. Semua adalah cobaan dan ujian. Bahkan kehidupan itu sendiri adalah ujian. Di dalam konteks ini, maka pesan yang disampaikan kepada kita adalah agar bersabar.
Di dalam Islam dan juga realitas empiris bahwa untuk mengatasi takdir yang “kurang bersahabat” atau takdir Allah yang “kurang baik” bagi manusia adalah dengan ungkapan sabar. Sabar merupakan kata kunci untuk menjadi penghibur atas berbagai duka yang menjadi takdir manusia. Kata sabar merupakan kosa kata yang paling banyak diucapkan oleh manusia. Kosa kata yang mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan. Orang boleh saja mengungkap kata sabar, sabar dan sabar, akan tetapi kala mendapatkan cubitan Allah dipastikan akan mengalami hal yang sama. Gundah gulana, sedih dan merintih atau mengeluh.
Manusia diberikan sifat berkeluh kesah. Terutama jika mendapatkan keadaan yang tidak sesuai dengan harapannya. Dan seperti biasa, manusia selalu menginginkan keberhasilan. Segala sesuatu yang dilakukan sudah sesuai dengan desain perencanaan yang matang, strategi yang jitu dan operasional yang tepat, akan tetapi terkadang tidak berhasil. Gagal total. Di dalam kenyataan empiris seperti ini, maka manusia akan mengeluh. Bahkan terkadang menyalahkan takdirnya. Menganggap takdir baik tidak berpihak kepadanya. Selalu dalam kesialan dan sebagainya.
Di sinilah agama mengajarkan agar kita melakukan kesabaran. Yaitu sikap kepasrahan kepada Allah atas takdir yang menimpanya. Makanya di dalam Islam diajarkan usaha atau ikhtiyar, berdoa dan tawakkal. Manusia harus melakukan ketiganya untuk kehidupannya. Desain sebuah usaha sudah dilakukan dengan berbagai perspektif agar berhasil, doa juga sudah dilantunkan akan tetapi masih ada satu lagi yaitu tawakkal atau pasrah atas ketentuan yang dibuat Tuhan atas dirinya.
Melalui kesabaran, maka manusia akan tahan banting. Manusia akan menerima takdir sebagai kekuatan di luar dirinya, bahkan bukan yang direncanakannya akan tetapi pasti berlaku untuk dirinya. Itulah sebabnya Allah menyatakan bahwa sabar adalah keindahan. Sabar adalah hiasan duniawi. Siapa yang bisa bersabar maka dialah yang menjadi pemenang.
Di dalam hidup ini kita berada di dalam to be the winner atau to be the losser. Tentu semua ingin menjadi to be the winner, tetapi jika kemudian jatuh kepada to be the losser, maka obatnya hanya satu bersabar.
Wallahu a’lam bi al shawab.