SHALAT SEBAGAI HAMPARAN SAJADAH PANJANG
SHALAT SEBAGAI HAMPARAN SAJADAH PANJANG
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Kala menulis artikel ini, sesungguhnya saya berada di dalam keraguan. Soalnya sederhana saja. Sebagaimana manusia lainnya, saya pun juga terkena kekhilafan dan kesalahan bahkan juga dosa. Ada banyak kesalahan, kehilfahan dan dosa yang bisa saya lakukan. Termasuk juga kelalaian dalam menjalankan shalat.
Ada kalanya, saya lalai. Tiba-tiba waktunya habis dalam keadaan saya masih menyelesaikan pekerjaan. Terkadang di dalam perjalanan yang tidak bisa melakukan shalat karena pakaian terkena najis. sementara saya berada di dalam kemacetan jalan yang tidak bisa diurai. Yang jelas ada saat-saat di mana shalat itu dengan terpaksa ditinggalkan meskipun akhirnya dengan berbagai cara dapat diganti atau melakukan qadla’ atas shalat yang tertinggalkan dimaksud atau shalat lihurmatil waqt.
Shalat merupakan ibadah utama di dalam Islam, selain misalnya puasa, zakat dan amal-amal shalih lainnya. Bahkan ibadah shalat merupakan amalan manusia yang pertama dihisab atau diperhitungkan atau ditimbang. Di dalam Hadits yang dihisab pertama kali adalah shalat. Hal tersebut sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam An Nasa’i dan Imam At Tirmidzi, dinyatakan: “Sesungguhnya yang pertama kali dihisab pada diri seorang hamba pada hari kiamat dari amal ibadahnya adalah shalat. Jika shalatnya baik baik, sungguh ia beruntung dan jika shalatnya rusak sungguh ia menjadi orang yang merugi”.
Umat Islam tentu memiliki sekian banyak kewajiban. Baik kewajiban individual maupun kewajiban social. Kewajiban individual merupakan kewajiban yang harus dilakukan umat Islam sebagai individu, misalnya melaksanakan ibadah shalat, melaksanakan puasa, melaksanakan zakat dan melakukan ibadah haji dan semua itu didahului dengan membaca syahadat atau pengakuan atas keesaan Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Sedangkan ibadah social adalah ibadah yang memiliki cakupan untuk kepentingan masyarakat. Ada nilai social yang terkandung di dalam ibadah dimaksud. Ada ibadah mahdhoh atau ibadah dengan tujuan untuk kepentingan individu, misalnya shalat dan puasa. Sedangkan ibadah ghairu mahdhoh adalah ibadah yang memiliki visi kemanusiaan atau social.
Berbahagialah orang yang di dalam hidupnya terus menerus melakukan ibadah shalat. Kontinuitas shalat merupakan kata kunci bagi seorang muslim untuk menerima kebahagiaan awal di dalam mahsyar. Jika shalatnya baik dan rutin, maka peluang untuk menerima pahala dari Allah tentu sangat besar. Akan tetapi sebaliknya, jika amal ibadahnya tidak konsisten, maka juga punya peluang untuk tidak mendapatkan pahala dari Allah SWT. Makanya, Islam sungguh memberikan pedoman berupa hadits yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa amalan pertama yang dihitung oleh Allah di alam mahsyar adalah shalatnya. Jika ada yang kurang, maka nanti akan bisa ditutup dengan amalan-amalan lain, seperti puasa, zakat, sedekah, infaq, dan amalan-amalan baik lainnya.
Namun demikian yang jelas, bahwa amalan di dalam Islam itu sebuah system, yang tidak berdiri sendiri-sendiri. Amalan shalih di dalam Islam itu sangat banyak. Shalat adalah salah satunya. Oleh karena itu, mari kita yakinkan diri kita bahwa kita harus melakukan amal ibadah yang memiliki nilai plus di sisi Allah SWT. Shalat kita tegakkan dan amalan shalih lainnya juga kita lakukan. Islam mengajarkan tentang system ibadah yang saling terkait.
Di dalam cerita yang berbasis pada hadits Nabi Muhammad SAW, bahwa orang bisa masuk surga karena menolong seekor anjing yang kehausan, atau cerita tentang masuk surga orang yang membuang duri di tengah jalan dan cerita tentang orang yang membaca kalimat tauhid atau kalimat thayyibah atau Imam Ghazali yang memberikan kesempatan minum bagi seekor lalat merupakan contoh tentang betapa Islam itu agama yang rahmat. Makanya, benar adanya bahwa masuknya seseorang ke dalam surga adalah karena rahmatnya Allah SWT.
Kita tentu bersyukur bahwa kita sudah termasuk orang yang bisa menjalankan shalat. Kita bersyukur dibandingkan dengan umat Islam lain yang belum bisa menjalankan shalat. Ada yang karena ketiadaan informasi yang lengkap mengenai pentingnya shalat atau ketiadaan kesempatan untuk menjalankan ibadah shalat. Ada factor internal yang berasal dari dalam diri seseorang dan ada factor eksternal atau factor dari luar diri seseorang. Factor dari dalam adalah ketiadaan minat dan keinginan untuk menjalankan shalat atau ketiadaan semangat untuk menjalankan shalat. Mereka tahu shalat itu kewajiban, akan tetapi karena kemalasan maka shalat tidak dilakukannya. Sedangkan factor eksternal adalah tekanan pekerjaan, lingkungan social dan perkawanan. Pengaruh eksternal itu sungguh sangat besar bagi manusia. Banyak orang yang tergelincir dalam jurang kehancuran karena pertemanan atau karena factor lingkungan.
Kita ini merupakan orang yang beruntung karena bisa menjalankan ibadah shalat sedari kecil. Orang tua kita beragama Islam sehingga karena factor keturunan tersebut kita telah bersyahadat di waktu kecil. Kita telah dimasukkan ke dalam Lembaga Pendidikan Islam, apapun jenisnya. Ada yang mengaji di surau atau langgar, di pesantren, di madrasah atau di madrasah diniyah. Kita telah belajar shalat semenjak kecil.
Kenyataan ini merupakan rahmat Allah SWT untuk kita semua. Oleh karena itu, semoga kita dapat menjadikan shalat sebagai sajadah panjang, meskipun ada di antara hamparan sajadah tersebut yang bolong-bolong. Dan yang tidak tersambung itu semoga bisa disambungkan dengan amalan-amalan lain yang baik yang berada di dalam bingkai amalan shalihan. Allahuma inna nas aluka amalan shalihan mutaqabbala. Amin.
Wallahu a’lam bi al shawab.