BERDOALAH KEPADA ALLAH UNTUK KEBAIKAN
BERDOALAH KEPADA ALLAH UNTUK KEBAIKAN
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Jika saya menulis terkait dengan pemahaman tentang Alqur’an atau Alhadits, sama sekali tidak dimaksudkan sebagai tafsir atau interpretasi atas seorang ahli di dalam bidang Alqur’an atau Alhadits, akan tetapi sekedar perenungan sebagai orang yang pernah belajar dan memiliki sedikit pengetahuan tentang hal ini. Mungkin bisa dinyatakan bahwa lebih banyak unsur sosiologisnya ketimbang ilmu tafsir. Bahkan sangat sedikit pemahaman tentang ilmu tafsirnya.
Manusia sesungguhnya menghendaki agar hidupnya berada di dalam kebaikan. Semacam apapun manusia dipastikan bahwa dia ingin hidup normal dan baik. Hidup yang sesuai dengan kaidah social maupun agama. Hanya saja factor-faktor kepentingan atau kebutuhan, lingkungan dan pergaulan yang menyebabkannya untuk tidak berada di dalam kehidupan yang normal dan baik. Jadi, ada variable-variabel external yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang tidak relevan dengan norma social atau norma agama.
Di dalam kesendirian, seseorang yang bejat akhlaknya pastilah dia merasakan betapa hampa kehidupannya. Dia akan merasakan betapa hidupnya itu tidak ada artinya, tidak ada manfaatnya. Panggilan hati nuraninya akan menyatakan seperti itu. Inilah hati Nurani yang sebenarnya, yang sesungguhnya memiliki kesadaran yang benar. Hanya saja sekali waktu. Tidak terjadi secara terus menerus. Padahal, kebaikan itu harus dilakukan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan.
Ada seseorang yang adakalanya malu akan memohon ampunan pada Allah. Ada perasaan berdosa yang keterlaluan sehingga menyebabkannya enggan atau merasa malu kala menyebut nama Allah, apalagi memohon ampunan. Seseorang akan merasakam bahwa dirinya sudah jatuh ke dalam lembah kehinaan dan dosa. Akibatnya seseorang merasakan sudah berada di dalam kesendirian untuk bisa berbuat baik.
Di dalam posisi seperti ini, maka seseorang membutuhkan pendamping atau membutuhkan penasehat. Harus ada seseorang yang menemaninya untuk berani memohon ampunan dan berdoa kepada Allah. Sebagaimana praktik penyembuhan terhadap kaum narkoba, seperti yang dilakukan di Inabah Suryalaya, maka seseorang benar-benar dibimbing agar tidak berada di dalam kesendirian. Diajaknya mandi malam, lalu diajaknya untuk berdoa. Diajarinya untuk shalat malam, dan akhirnya bisa kembali ke jalan yang benar.
Para pecandu narkoba itu orang yang takut air. Makanya nyaris tidak pernah mandi. Maka dengan mandi malam, maka saraf-sarafnya dibangkitkan kembali untuk merasakan sentuhan air yang dingin dan menyegarkan. Dalam upaya terus menerus untuk mandi malam, maka akhirnya saraf-sarafnya akan menjadi normal, dan jika sudah ada pertanda normal tersebut, maka kemudian akan bisa diajari dan diajak untuk berdoa dan memohon ampunan kepada Allah SWT.
Begitulah, yang dilakukan oleh Hanan Attaqi terhadap anak-anak jalanan di Bandung, geng motor, atau Ra Khalil untuk menyadarkan anak-anak jalanan agar bisa kembali normal kehidupannya. Saya kira jika kita berdakwah kepada orang-orang yang sudah insaf dalam kebaikan, maka hanya untuk merawat amal ibadahnya, akan tetapi menyadarkan kembali kepada kebaikan atas orang-orang yang tidak sadar atau belum sadar akan agamanya tentu lebih berat dan sulit.
Problem manusia semakin kompleks. Tuntutan ekonomi semakin tinggi. Kehidupan semakin terdiferensiasi dalam penggolongan social yang semakin ketat. Solidaritas social semakin cair. Solidaritas social organis semakin menguat, sementara itu solidaritas mekanis semakin mencair. Makanya banyak orang yang semakin merasakan kesepian di tengah keramaian atau lonely in the crowd.
Ada orang kaya dan banyak uangnya yang kesepian, ada orang yang punya derajad tinggi tetapi juga kesepian. Ada orang yang memiliki pengaruh tetapi dia tidak merasakan kebahagiaan. Di dunia ini ternyata banyak hal yang terjadi. Ada banyak hal yang membuat tidak bahagia dan membuat sengsara. Makanya, kita harus introspeksi apakah kehidupan kita termasuk dalam posisi yang mana. Bahagia, sengsara atau tidak menentu.
Di dalam hal ini, maka Islam mengajarkan agar selalu melakukan introspeksi diri. Hasibu anfusakum qabla ‘an tuhasabu. Kita harus berhitung tentang amalan-amalan baik yang kita lakukan dan amalan-amalan jelek yang kita lakukan. Semua ini dilakukan sebelum hari perhitungan atas diri kita dilakukan oleh Allah SWT, pada yaumul makhsyar. Pada hari di mana semua amal akan dipertunjukkan dan dilakukan perhitungan.
Itulah sebabnya kita harus selalu berdoa kepada Allah SWT: “Allahumma inna nas aluka ’ilman nafi’a, wa rizqan wasi’a wa ‘amalan shalihan mutaqabbala”. Saya hanya akan sedikit membahas di dalam tulisan ini tentang ‘amalan shalihan mutaqabbala. Sebuah permohonan kepada Allah agar amal-amal kita yang baik diterima oleh Allah. Melalui penerimaan atas amalan-amalan kebaikan tersebut, maka kita dapat berharap bahwa kita akan bisa menjadi hambanya Allah yang beruntung.
Dan siapakah yang tidak bahagia jika amalan kita diterima oleh Allah SWT, dan kita dapat masuk ke dalam surganya dengan rahmat dan ridhonya Allah SWT.
Wallahu’alam bi al shawab.