ALQUR’AN KITAB PEMBERI KABAR KEGEMBIRAAN
ALQUR’AN KITAB PEMBERI KABAR KEGEMBIRAAN
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Alqur’an sesungguhnya bukan hanya kitab yang mengajarkan tentang bagaimana manusia beribadah kepada Allah SWT melalui serangkaian upacara ritual dan juga pedoman melakukan relasi social atau hubungan sesama manusia, tetapi juga etika dalam hubungan dengan alam dan juga hubungan dengan Allah. Hablum minallah, hablum minan nas wa hablum minal ‘alam.
Alqur’an sebagai kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Akhiriz Zaman, Muhammad SAW, maka isinya tentu sangat lengkap untuk dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Kitab suci yang jelas, terjaga keasliannya, dan terjaga dari substansinya karena Alqur’an dapat dihafalkan oleh umat Islam. Para hafidz dan hafidzah itulah yang sebenarnya menjaga keaslian atau otentisitas Alqur’an.
Allah SWT sendiri yang menjamin akan autentisitas Alquran thula zaman atau sepanjang zaman. Oleh karena itu salah satu inovasi yang dilakukan oleh Sayyidina Ustman bin Affan, khalifah ketiga di dalam masa Khulafaur Rasyidin, kemudian melakukan kodifikasi Alqur’an. Di antara yang melatarbelakangi hadirnya Alqur’an dalam bentuk penulisan adalah disebabkan oleh semakin banyaknya para penghafal Alqur’an yang wafat. Maka, Khalifah Utsman bin Affan lalu mengumpulkan para sahabat Nabi Muhammad SAW untuk membahas hal itu, maka disepakati bahwa Alqur’an yang tertulis secara berserakan di pelepah kurma, kulit unta dan daun pepohonan tersebut lalu dikumpulkan. Semua tulisan itu ditashih atau diperiksa kebenarannya oleh Sahabat Nabi Yang Hafidz, dan kemudian dibukukan.
Yang kita baca sekarang adalah Alqur’an yang dikodifikasi oleh Sayyidina Utsman bin Affan. Apapun percetakannya, maka Alqur’an dijamin keasliannya. Untuk menjaga keaslian Alqur’an di Indonesia, maka Kementerian Agama telah memiliki perangkat institusi Lajnah Pentashih Alqur’an, yang di antara tugas pokok dan fungsinya adalah untuk melakukan pengecekan secara mendasar atas Kitab Alqur’an yang akan dicetak.
Tadi pagi, kita, para Jamaah Ngaji Bahagia Masjid Al Ihsan, 18/05/2023, melalukan tahsinan Alqur’an. Di bawah arahan Ustadz Mohammad Alif, Al Hafidz, mahasiswa UIN Sunan Ampel, maka kami membaca dan juga memahami arti dari apa yang kita baca. Gampangnya tahsinan dan sekaligus juga memahami secara umum tentang arti kata demi kata di dalam suatu surat dalam Alqur’an. Yang kita baca pagi itu empat ayat dalam Surat Al Ghasiyah, ayat 12 sampai 16. Yang berbunyi: “fiha sururum marfu’ah, wa akwabum maudhu’ah, wa namariqu masfufah, wa zarabiyyu mabtsutsah. Yang artinya: “di sana ada dipan-dipan yang ditinggikan, dan gelas-gelas yang tersedia (di dekatnya) dan bantal-bantal yang tersusun, dan permadani-permadani yang terhampar”.
Ayat-ayat ini tentu terkait dengan ayat-ayat sebelumnya yang merupakan kabar gembira bagi orang-orang yang melakukan amalan shalih dan kemudian menjadi penghuni surga. Dan sebelumnya menceritakan tentang kesusahan dan adzab yang diterima oleh orang-orang yang tidak malakukan amalan shalih dan kemudian konsekuensinya masuk ke dalam neraka. Surga disediakan untuk orang yang shalih dan neraka disediakan untuk orang yang ingkar akan kebenaran Islam.
Surat Al Ghasiyah memang memberikan gambaran secara utuh tentang bagaimana nasib orang yang masuk neraka dan masuk surga. Bercerita tentang kesengsaraan di dalam neraka dan kesenangan di dalam surga. Digambarkan di dalam ayat 12-16 tentang peralatan-peralatan kelezatan di dalam surga, misalnya tentang dipan-dipan yang ditinggikan, yang sesuai dengan ukuran manusia surga. Disediakan oleh Allah SWT dengan tempat tidur yang indah dan tinggi sesuai dengan ukuran manusia surga, di dekat dipan-dipan tersebut terdapat gelas-gelas yang tersedia dengan minuman ahli surga, minuman yang lezat yang tidak didapatkan di dunia. Dan juga disediakan bantal-bantal yang terbuat dari kain sutra yang halus dan indah, yang menjadikan orang yang tidur dan istirahat di atas bantal menjadi nikmat luar biasa. Dan juga disediakan permadani-permadani yang terhampar dengan indahnya, yang membuat para pendatang di surga merasa nyaman. Jika di dunia, maka yang dibentangkan karpet merah adalah tamu-tamu terhormat. Maka di surga juga dibentangkan permadani-permadani untuk menyambut ahli surga.
Manusia adalah makhluk fisikal yang dunia fisik itu sedemikian melekat di dalam persepsinya dan pandangan hidupnya. Maka di antara pendekatan yang digunakan Alqur’an adalah dengan pendekatan fisikal juga. Betapa digambarkan di dalam surga terdapat dipan, permadani, gelas, dan bantal-bantal yang semua merupakan kelengkapan hidup manusia. Symbol yang digunakan Alqur’an adalah yang mudah dipahami oleh masyarakat Arab pada waktu itu.
Dijelaskan di dalam Alqur’an sesuatu yang sangat realistis. Yang dengan mudah bisa dipahami dengan rational intelligent atau akal atau rasio. Tidak dengan menggunakan symbol-simbol yang abstrak dan sulit dicerna akal manusia. Alqur’an diturunkan sesuai dengan kemampuan akal manusia pada zamannya atau biqadri ‘uqulihim. Bayangkan jika Alqur’an diturunkan dengan menggunakan rumus-rumus matematis yang rumit, maka masyarakat Arab tidak bisa memahaminya.
Namun demikian, meskipun Alqur’an diturunkan pada 15 abad yang lalu, akan tetapi kandungannya tetap dapat dipahami hingga sekarang. Yang jelas bahwa Alqur’an itu memberikan kabar gembira kepada orang yang melakukan amal shalih, yang selalu mengikuti ajaran agama Islam dengan sempurna dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap dimensi kemanusiaan.
Alqur’an adalah kitab yang mengusung perihal ganjaran atau pahala, yang memberikan pelajaran tentang kebaikan, dan keunggulan orang yang melakukannya. Alqur’an merupakan kitab basyiran atau kitab yang mengabarkan tentang kelezatan kehidupan yang didasari oleh kepatuhan dan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulnya. Dan tempat itu adalah Jannah atau surga.
Wallahu a’lam bi al shawab.