ANAK DAN HARTA YANG MENJADI SUMBER KEBAHAGIAAN
ANAK DAN HARTA YANG MENJADI SUMBER KEBAHAGIAAN
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Tidak ada orang yang tidak ingin bahagia di dalam kehidupannya. Semua orang ingin memastikan bahwa hidupnya bahagia. Dan dua unsur penting di dalam menggapai kebahagiaan adalah anak dan harta. Melalui harta yang cukup atau bahkan kaya maka hidup akan menjadi terhormat dan diakui oleh masyarakat.
Dengan memiliki keturunan akan menjadi penyebab kita dihormati dan dianggap berhasil di dalam kehidupan. Khusus mengenai keturunan, orang akan menjadi minder atau rendah diri karena tidak memiliki anak. Dianggapnya mandul. Dianggapnya gabug atau seperti padi yang tidak bisa dipanen. Sedangkan jika kita tidak kaya, maka akan dianggap kere atau orang yang tidak dihargai, hanya menjadi pesuruh atau pekerja kasar dan sebutan lain yang merendahkannya.
Tetapi pertanyaan dasarnya adalah apakah harta dan keturunan memang benar-benar menjadi instrument untuk mencapai kebahagiaan. Jawabannya bisa menjadi iya atau tidak. Menjadi iya jika harta tersebut bermanfaat bagi diri dan keluarga dan juga bermanfaat bagi masyarakatnya, dan menjadi tidak bermanfaat jika harta tersebut hanya menjadi bermanfaat bagi diri dan keluarga dan juga tidak bermanfaat bagi masyarakat.
Bahkan harta tersebut sama sekali tidak bermanfaat bagi diri sendiri atau keluarga karena harta tersebut menjadi penyebab kesengsaraan. Contoh yang sangat sederhana saja, misalnya dengan harta yang cukup, maka kita bisa makan enak dan lezat setiap hari, akan tetapi dengan makanan yang seperti itu menyebabkan dirinya menjadi sakit. Bisa sakit jantung, diabet, kolesterol, asam urat dan sebagainya. Tentu harta itu lalu tidak bermanfaat bahkan pada dirinya sendiri. Atau harta itu menyebabkan keluarga terkena penyakit social, misalnya narkoba, berjudi, dan kenakalan lainnya. Yang jelas, harta itu lalu tidak bermanfaat.
Harta yang baik adalah harta yang memiliki manfaat untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Yaitu di kala harta tersebut bisa ditasarufkan untuk amal kebaikan. Untuk keluarga harta akan bermanfaat untuk pembiayaan pendidikan anak-anak, sehingga mencapai tingkat pendidikan yang terbaik. Ada orang yang hartanya melimpah, tetapi kemudian tidak bisa dimanfaatkan untuk pendidikan anak-anaknya.
Kita tentu bersyukur sebab meskipun orang tua kita tidak tergolong berlebihan di dalam harta dan kekayaan, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk pendidikan anak-anaknya. Di masa lalu tentu orang bisa belajar dengan kemampuan ekonomi orang tuanya. Tidak seperti sekarang yang banyak beasiswa, baik dari lembaga swasta atau pemerintah. Ada banyak lembaga swasta yang menyediakan beasiswa untuk siswa yang pintar, dan juga ada beasiswa yang disediakan oleh pemerintah melalui skema Dana Abadi Pendidikan atau Lembaga Pengembangan Dana Pendidikan (LPDP), yang menggunakan skema sisa anggaran dan kemudian didayagunakan untuk beasiswa. Melalui skema beasiswa seperti itu, maka anak-anak miskin tetapi pintar maka mendapatkan pendidikan secukupnya.
Ada orang yang secara ekonomi berkecukupan, dan kala meninggal hartanya diwariskan kepada anak-anaknya, akan tetapi harta itu tidak bisa bertahan lama. Habis. Bahkan terkadang ada yang harta orang tua menjadi rebutan dan sengketa, bahkan masuk ke pengadilan. Begitulah makna harta dunia bagi manusia. Ada kalanya bermanfaat dan ada kalanya tidak bermanfaat. Masih ingat kasus Rafael Alun, yang hartanya melimpah akan tetapi harta tersebut menjadikannya diadili. Harta yang banyak tersebut juga terkait dengan perilaku anaknya. Karena anaknya yang melakukan kesalahan, maka orang tuanya akhirnya menuai masalah. Jadi anak dan harta ternyata tidak bisa menyelamatkannya. Jadi di dalam kasus Rafael Alun, maka anak, harta dan kekayaan justru menjadikannya bermasalah.
Di dalam kerangka memenej atas relasi antara anak, harta dan perilaku kebaikan, maka ada beberapa strategi, yaitu: pertama, ajari anak-anak dengan pendidikan agama. Ajari anak-anak agar mengenal keyakinan, pengamalan dan perilaku yang baik. Anak-anak harus memahami tentang arti pentingnya agama sebagai pedoman di dalam kehidupan. Anak-anak harus diajari untuk menjadikan agama sebagai jalan keselamatan. Tidak hanya keselamatan di dunia, tetapi juga kelak sesudah meninggal. Ada banyak jalan keselamatan, akan tetapi jalan keselamatan yang ditawarkan oleh Islam adalah yang terbaik. Ajaran agama yang menuntun agar kita dapat melewati ujian kehidupan dengan benar dan berkeselamatan.
Kedua, ajari anak-anak untuk menyayangi dirinya sendiri dengan melakukan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama. Ajari mereka agar menyayangi kedua orang tuanya, saudaranya, kakek neneknya dan segenap keluarga inti dan keluarga batihnya. Nuclear family and extended family. Jika ada keluarganya yang wafat ajari agar tetap menyayanginya dengan cara membacakan kalimat thayyibah, doa dan bacaan Alqur’an. Yang bisa dilakukan oleh orang yang masih hidup atas orang yang sudah meninggal adalah melalui kiriman doa, kalimat thayyibah dan bacaan Alqur’an yang disampaikan kepadanya melalui washilah Nabi Muhammad SAW atau orang-orang yang telah mengalami pencerahan Ketuhanan. Jangan takut amalan tersebut tidak sampai kepada mereka yang sudah di alam kubur. Nabi Muhammad SAW juga membacakan salam untuk ahli kubur. Artinya, bahwa doa keselamatan untuk ahli kubur itu nyata adanya.
Ketiga, ajari mereka untuk menyayangi umat Islam dan umat manusia pada umumnya baik yang berbeda agama, etnis maupun golongannya. Islam telah memiliki pedoman yang sangat memadai agar menyambung tali silaturahmi, berukhuwah Islamiyah, dan ukhuwah basyariah. Jika kita dapat melakukannya, maka Islam menjamin akan terjadinya kerukunan dan keharmonisan social yang sungguh-sungguh dan hal itu hanya akan dapat dicapai dengan menjadikan agama sebagai pedoman kehidupan.
Wallahu a’lam bi al shawab.