MENJAGA MARWAH KELUARGA
MENJAGA MARWAH KELUARGA
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Keluarga merupakan unit terkecil dalam relasi social masyarakat. Keluarga merupakan kumpulan orang yang terdiri dari bapak, ibu, dan anak yang di dalam dunia antropologi disebut sebagai keluarga inti atau nuclear family, dan kemudian bisa ditambah dengan mertua lelaki dan perempuan, kakek dan nenek serta saudara bapak atau ibu dan lainnya yang disebut sebagai keluarga batih atau extended family. Mereka hidup di dalam suatu rumah secara bersama-sama.
Keluarga menjadi tempat yang paling awal untuk melakukan komunikasi atau relasi social yang didasari oleh satu kesatuan pemahaman untuk hidup bersama di dalam keluarga. Mereka membangun kebersamaan dalam banyak hal, misalnya untuk bekerja atau mencari nafkah atau mendapatkan upah atau gaji dari pekerjaannya. Meskipun tidak ada ketentuan masing-masing harus memberikan kontribusi seberapa banyak, akan tetapi ada saling pemahaman untuk saling membantu.
Di Indonesia, rasa kekeluargaan itu sangat kental. Antara anak dan orang tua merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Itulah sebabnya di Indonesia itu jarang ada orang tua yang kemudian ditaruh di panti wreda atau tempat untuk menitipkan orang tua. Dalam keadaaan tidak sehat karena fisiknya yang lemah tetapi jarang anaknya menempatkan orang tuanya di panti jompo. Dalam kondisi apapun orang tua akan ditempatkan di dalam rumah keluarga besarnya.
Berbeda dengan masyarakat di Barat yang prinsip hidupnya individualisme, maka kala anak sudah menikah, maka diwajibkan untuk pisah rumah dan memenuhi hajad hidupnya sendiri. Sementara itu orang tua akan tetap berada di dalam rumahnya sendiri dengan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan proporsinya. Karena prinsip individualisme tersebut, maka anak harus melepas orang tua dan orang tua juga harus melepas anaknya. Jika sudah tua dan tidak bisa hidup mandiri, maka di antara pilihan utamanya adalah panti wreda atau panti jompo. Ini merupakan pilihan budaya pada masyarakat Barat yang memang berbeda dengan masyarakat Indonesia.
Keluarga memiliki banyak fungsi. Di antara fungsi penting adalah fungsi pendidikan. Yaitu suatu proses untuk menularkan pengetahuan tentang kehidupan. Tidak hanya pengetahuan umum tetapi juga pengetahuan agama. Pendidikan agama penting agar keluarga tersebut selalu berada di dalam koridor memahami dan menjalankan agama yang sesuai dengan kehidupan secara individual maupun komunal. Proses penanaman nilai-nilai luhur atau akhlakul karimah menjadi sangat penting dalam rangka menjadi pedoman bertingkah laku yang berkaitan dengan kehidupan social.
Islam mengajarkan agar kita menjaga marwah keluarga. Artinya kita harus menjaga kehormatan keluarga. Keluarga yang memiliki kehormatan merupakan cita-cita atau keinginan banyak orang, bahkan seluruh keluarga. Saya kira tidak ada sebuah keluarga yang menginginkan agar keluarganya tercoreng kehormatannya. Semua berkeinginan agar keluarganya dihargai oleh orang lain atau masyarakat.
Orang rela melakukan tindakan yang bahkan menyimpang dari aturan kalau harga diri keluarganya dilecehkan. Misalnya orang Madura akan melakukan tindakan “carok” jika ada keluarganya yang dihinakan atau dilecehkan. Lebih baik poteh mata dari pada poteh tulang. Itu menunjukkan betapa besarnya rasa harga diri masyarakat atas pelecehan atau penghinaan yang dilakukan oleh orang lain. Masyarakat Jawa juga memiliki hal yang sama, bahwa marwah keluarga itu sangat penting untuk ditegakkan terutama jika dilecehkan oleh orang lain.
Lalu bagaimana kita harus menjaga marwah keluarga. Pertama, saling mengingatkan. Islam mengajarkan agar kita saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran. Di dalam Alqur’an dijelaskan wa tawa shaubil haq wa tawa shaubish shabr. Yang artinya: “saling berwasiatlah tentang kebenaran dan saling berwasiatlan tentang kesabaran”. Jika ada anggota keluarga kita yang melakukan tindakan kurang tepat, maka harus diingatkan. Jika ada anggota keluarga kita yang melakukan kesalahan juga harus diingatkan. Yang melakukan kesalahan juga harus menerima peringatan yang diberikan oleh keluarganya. Yang dimaksud dengan sabar adalah menerima apa saja yang diperingatkan oleh kerabatnya. Jangan merasa bahwa yang mengingatkan itu lebih rendah. Perlu terdapat pemahaman kesetaraan antar anggota keluarga.
Kedua, menjaga lingkungan keluarga yang harmonis. Keharmonisan dalam keluarga sangat menentukan terhadap tinggi rendahnya marwah keluarga. Keluarga yang harmonis dapat menjadi tempat yang nyaman di dalamnya. Jika relasi social di dalam keluarga sangat baik, maka dipastikan anggota keluarga tersebut akan menuai rasa aman dan nyaman di dalam keluarga. Keluarga yang di dalamnya selalu terdapat pertengkaran akan menyebabkan anggota rumah tangga tidak betah di rumah. Bikinlah anggota keluarga itu aman dan nyaman di rumah karena anggoat keluarga rukun dan damai. Islam mengajarkan “udkhuluha bi salamin aminin”. Yang artinya “masuklah di dalam (surga) dengan aman dan selamat. Andaikan bisa ditafsirkan dengan konteks keluarga, maka “masuklah di dalam (rumah) dengan selamat dan aman”.
Ketiga, menjaga relasi social yang baik dan seimbang. Kita hidup di dalam kehidupan masyarakat, sehingga relasi social yang baik dan seimbang akan sangat menentukan atas kebaikan keluarga kita. Jika kita berbuat baik pada orang, maka orang akan berbuat baik kepada kita. Jika kita sopan kepada orang lain, maka orang lain juga akan sopan kepada kita. Sebaliknya, jika kita jahat pada orang lain, maka orang lain juga akan jahat kepada kita.
Tidak ada factor yang berdiri sendiri kecuali ada factor penyebabnya. Mengikuti hukum ini, maka apa yang kita lakukan akan menjadi cerminan atas perilaku keluarga dan masyarakat kepada kita. Makanya, berbuatlah yang baik di mana saja, maka kita juga akan diperlakukan baik di mana saja.
Wallahu a’lam bi al shawab.