MENJAGA KELUARGA DARI API NERAKA
MENJAGA KELUARGA DARI API NERAKA
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Tidak ada seorangpun yang tidak menginginkan keluarganya bahagia. Bahkan tidak hanya bahagia di dunia tetapi juga bahagia di akherat kelak. Jika di dalam dua kehidupan itu bahagia, maka inilah yang disebut sebagai endless bliss. Kebahagiaan sempurna. Dan hanya orang-orang yang beramal shaleh saja yang kiranya bisa memeroleh dua kebahagiaan sekaligus. Sa’idun fid daraini.
Kebahagiaan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bisa diangkakan dengan menyusun indikator-indikator kebahagaiaan. Ada beberapa variable yang kemudian bisa diukur untuk menjelaskan posisi kebahagiaan dimaksud. Di antara variable indicator kebahagiaan tersebut adalah: tingkat pendidikan, pendapatan, pengeluaran, pekerjaan, jumlah keluarga, Kesehatan keluarga, kondisi keamanaan lingkungan, relasi social dalam lingkungan social, kenyamanan di dalam keluarga dan kenyamanan dalam jaringan social. Di dalam variable-variabel ini tidak didapatkan dimensi religiositas yang sebenarnya juga menjadi indicator penting dalam menentukan kebahagiaan. Bisa jadi, bahwa aspek religiositas tersebut tidak bisa diangkakan.
Kita meyakini bahwa orang hidup tidak hanya di dunia. Kita bukan kaum materialistis, yang beranggapan bahwa manusia hanya terdiri dari jasad atau badan, dan kematian adalah karena kerusakan salah satu organ manusia sehingga karena kerusakan tersebut maka tidak dapat berfungsi. Misalnya gagal ginjal, kerusakan jantung, kerusakan organ tubuh lainnya, maka karena kerusakan tersebut sehingga menyebabkan terjadinya kematian.
Kita meyakini bahwa di dalam tubuh yang fisikal terdapat roh dan jiwa. Roh itulah yang menyebabkan manusia bisa hidup. Maka kematian adalah pada aspek jasadnya sedangkan rohnya tetap hidup. Dan roh itu akan berpindah ke dalam alam barzakh atau alam kubur. Sebuah alam yang mengantarai antara alam dunia dengan alam akherat. Manusia dengan rohnya akan hidup di alam barzakh sampai Malaikat Peniup Sangkakala meniupkan terompet kematian bagi manusia dan kehancuran dunia atau yang disebut qiyamat. Dari sini akan dimulai fase baru kehidupan untuk menuju ke dalam alam akherat.
Oleh karena itu, manusia harus menyelaraskan kehidupan di dunia dan akherat, tidak hanya bahagia di dunia tetapi juga bahagia di akherat. Doa kita kepada Allah SWT adalah Ya Tuhan kami bahagiakan kami di dalam kehidupan di dunia dan kehidupan akherat. Doa yang rasanya paling banyak dilantunkan oleh umat Islam pasca melakukan shalat wajib karena betapa pentingnya memohon kepada Allah SWT atas hal ini.
Islam mengajarkan agar di dalam setiap keluarga dapat menjaga keluarganya dari api neraka. Artinya agar setiap keluarga menjaga keluarganya agar tidak melakukan perbuatan yang dapat mengantarkannya kepada neraka, yaitu perbuatan jelek, atau jahat. Setiap keluarga hendaknya tetap menjaga iman di dalam keluarganya. Hanya iman kepada Allah SWT. Tidak tergelincir imannya kepada selain Allah. Iman yang tidak ada sedikitpun keraguan. Iman yang terus meningkat dan bukan menurun apalagi sampai titik nol.
Sebagai konsekuensi atas imannya itu adalah menjalankan ajaran Islam dengan sekuat tenaga. Tidak mendurhakai Allah dan menjalankan sunnahnya Rasulullah. Di dalam kehidupannya selalu melakukan kebaikan yang berbasis pada ajaran agama Allah. Untuk bisa melakukan hal ini, maka pendidikan di dalam keluarga menjadi penting adanya. Anak-anak harus diajari untuk menjalankan perintah Tuhan dan menjaga untuk tidak melakukan larangan Tuhan.
Di dalam Surat Attahrim ayat 6 dinyatakan: “Ya ayyuhal ladzina amanu qu anfusakum wa ahlikum nara” yang artinya “wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Untuk menciptakan keluarga yang di dalamnya terdapat lingkungan Islami yang terjaga dari api neraka, maka ada beberapa hal, yaitu: pertama, menjaga lingkungan Islami di dalam keluarga. Lingkungan memiliki pengaruh yang besar dalam pendidikan di dalam keluarga. Bagaimana kita akan meminta anak untuk shalat jika kita sendiri tidak melakukan shalat. Jadi Bapak atau Ibu harus menjadi contoh dalam melakukan kebaikan atau misalnya menjalankan shalat, puasa, zakat dan amalan-amalan keagamaan lainnya. Jadilah panutan dalam kebaikan jika kita ingin mentransfer kebaikan kepada keluarga kita.
Kedua, enkulturasi atau transfer pengetahuan dan perilaku yang paling baik di dalam keluarga adalah pada masa kanak-kanak. Makanya mengajari kebaikan kepada anak-anak itu memiliki pengaruh yang sangat kuat. Orang tua hendaknya mengajari anak-anaknya mulai yang dasar misalnya ucapan salam, makan dengan basmalah, berdoa mau tidur, dan bacaan Alqur’an seperti ayat-ayat pendek dan sebagainya. Ajari dan ajak mereka shalat, ajak mereka shalat jamaah dan sebagainya. Pembiasaan seperti ini akan sangat besar pengaruhnya pada anak-anak.
Ketiga, berikan pendidikan agama yang cukup. Jangan hanya diajari dengan pendidikan umum tetapi ajari mereka dengan pendidikan agama. Melalui pendidikan agama yang benar, maka akan terakumulasi sejumlah pengetahuan yang akan mengantarkannya pada pemahaman dan perilaku beragama yang benar. Anak-anak harus diajari tidak hanya pintar tetapi juga benar. Tidak hanya rational intelligent saja yang hebat, tetapi juga emotional intelligent, social intelligent dan spiritual intelligent juga hebat. Sebuah kebahagiaan jika kita dapat melihat keluarga kita menjadi orang yang shaleh yang kelak akan dapat mendoakan kepada kita semua.
Di dalam tradisi Jawa dikenal ada konsep anak polah bapak kepradah artinya jika anak kita menjadi anak yang nakal, maka orang tuanya akan terlibat untuk disalahkan. Makanya, kita benar-benar harus menjaga agar anak kita selalu berada di dalam perilaku kebaikan, sehingga orang tua akan merasakan kebahagiaan yang sama.
Wallahu a’lam bi al shawab.