• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

HIGH POLITICS YES, POLITIK PRAKTIS NO: PEMBICARAAN POLITIK DI MASJID

HIGH POLITICS YES, POLITIK PRAKTIS NO: PEMBICARAAN POLITIK DI MASJID

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Saya termasuk yang mengapresiasi atas himbauan Menag Yaqut Cholil Qoumas  tentang bagaimana menggunakan masjid di dalam menghadapi Tahun Politik 2024 yang akan datang. Saya tidak akan menjelaskan secara mendasar tentang apa  yang diimbaukan oleh Menag, tetapi saya ingin mengambil makna, etika dan etos masyarakat Indonesia dalam menghadapi tahun politik 2024.

Masjid memang bisa menjadi area dalam banyak bidang. Menggunakan konsep secara umum, maka masjid tidak hanya menjadi tempat ritual saja akan tetapi menjadi tempat untuk kegiatan yang lebih luas. Dewasa ini, masjid sudah menjadi tempat bagi pengembangan SDM melalui pendidikan, pengembangan kesehatan masyarakat melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), menjadi tempat pengembangan ekonomi melalui koperasi dan usaha-usaha syariah, dan menjadi tempat bagi pengembangan SDM melalui pelatihan kepemimpinan dan manajemen dan sebagainya.

Citra masjid sebagai tempat untuk gerakan politik tentu bukan sesuatu yang aneh. Ada masjid yang secara eksistensial melakukan gerakan politik. Sesuai dengan cerita Miftah, mantan teroris yang sadar, bahwa ada masjid yang secara khusus menjadi tempat untuk membicarakan masalah khilafah, jihad dan gerakan trans-nasional. Cerita ini bukan isapan jempol sebab memang ada masjid-masjid yang sekarang ini menjadi tempat untuk berpolitik praktis yang terkait dengan politik khilafah, jihad dan anggapan pemerintah thaghut. Gerakan anti pemerintah dengan statemen sebagai pemerintahan thaghut banyak dilakukan oleh kelompok tersebut. Saya sudah banyak menulis tentang pemahaman agama yang seperti ini. Dan saya kira banyak orang yang sudah memahami siapa mereka tersebut.

Yang masih diragukan adalah bagaimana menempatkan dimensi politik melalui masjid. Ada keraguan bagaimanakah membicarakan atau menjadikan masjid sebagai tempat untuk membicarakan masalah politik. Maka saya secara tegas menyatakan bahwa menjadikan masjid sebagai tempat untuk membicarakan politik praktis tentu tidak boleh, akan tetapi menjadikan masjid dalam etika politik tentu masih dalam koridor yang diperbolehkan. Lalu, pertanyaannya adalah bagaimana indicator etika politik  atau high politics tersebut?.

Ada beberapa indicator penting untuk direnungkan. Pertama,  menjelaskan dan menggambarkan tentang perilaku politik yang benar dan baik. Baik saja tidak cukup karena harus benar. Dua-duanya tidak dapat dipisahkan. Misalnya menggambarkan tentang indicator pemimpin yang shiddiq, Amanah, tabligh dan fathanah. Ciri-ciri pemimpin yang shiddiq atau jujur dapat dilihat dari  rekam jejak dan potensi kejujuran  yang ada pada calon pemimpin. Kita tidak harus menyampaikan siapa yang memenuhi kriteria dimaksud. Juga pemimpin dengan indicator amanah atau dapat dipercaya artinya bahwa berdasarkan rekam jejak dan potensi untuk berbuat amanah  tersebut tentu ada yang bisa dipilih. Harus dipilih yang terbaik di antara yang baik melalui pemetaan dan tracking yang jelas. Lalu, juga calon pimpinan yang memiliki kemampuan untuk membuat kebijakan yang pro-rakyat karena kecerdasannya dan juga transparan dalam implementasi kebijakannya.

Kedua, menjelaskan dan menggambarkan tentang bagaimana Indonesia ke depan. Carilah pimpinan yang memiliki visi Keislaman, Keindonesiaan dan kemoderenan. Melalui indicator ini maka akan dapat diketahui siapa yang paling cocok untuk kepemimpinan di Indonesia. Jangan dipilih calon pemimpin Indonesia yang justru akan menjerumuskan Indonesia ke jurang disharmoni dan bahkan konflik horizontal. Indonesia adalah negara dengan tingkat multikulturalitas dan pluralitas yang sangat tinggi. Makanya harus dirawat oleh para pemimpin agar pemimpin tersebut berkeinginan untuk memantapkan empat pilar consensus kebangsaan, tetap mempertahankan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan. Pemimpin yang tidak tergoda untuk mengeksperimenkan negara Indonesia yang besar ini dengan bentuk negara baru, seperti negara khilafah, dan menghalalkan jihad hanya dalam makna perang.

Ketiga,  diupayakan agar tidak menyebut dan mengarahkan kepada nama-nama tertentu dengan arahan agar dipilih dalam PEMILU. Cukuplah agar jamaah menentukan sendiri siapa yang pantas dan layak untuk dipilih. Agar para jamaah diarahkan dengan kekuatan rational choice untuk menentukan siapa yang pantas dalam analisis jamaah masjid. Cukuplah pembicaraan tentang indikatornya dan segalanya diserahkan kepada para jamaah untuk melakukannya yang terbaik dan paling benar. Janganlah kita membicarakan tentang siapa calon pemimpin nasional sebab yang terpenting pada pilihan rasional para jamaah.

Yang diperlukan adalah mengendalikan keinginan agar bersearah dengan etika politik. Saya menjadi teringat dengan ungkapan KH. Hasyim Muzadi bahwa di Indonesia ini terdapat politik tanpa etika. Para pemimpin menyusun kebijakan tidak untuk kepentingan rakyat, DPR membuat Undang-Undang tanpa berpikir apakah regulasi tersebut menguntungkan masyarakat atau hanya menguntungkan korporasi. Melalui kebijakan-kebijakan yang tidak bersearah dengan kepentingan rakyat inilah yang menyebabkan Indonesia menjadi terpuruk.

Indonesia harus memilih pemimpin yang terbaik. Tetapi kala berbicara di masjid hendaknya  tidak membicarakan tentang siapa tokoh yang harus dipilih akan tetapi justru menentukan apa kriterianya atau apa indikatornya. Kita semua yakin bahwa para jamaah dewasa ini sudah cerdas dalam memilih pemimpin sehingga tidak perlu untuk diintervensi dengan keinginan kita apalagi dengan memaksa.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..