KEINDAHAN SILATURRAHMI: RENUNGAN RAMADLAN (27)
KEINDAHAN SILATURRAHMI: RENUNGAN RAMADLAN (27)
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Masjid atau mushalla sebenarnya bisa menjadi medan silaturrahmai yang efektif, terutama di tengah kesibukan masing-masing anggota masyarakat. Seirama dengan semakin sibuknya masyarakat dalam melakukan pekerjaan, maka semakin sedikit waktu untuk bersilaturahmi dalam bentuk anjang sana dari rumah ke rumah. Makanya, peluang untuk silaturrahmi melalui saling kunjung rumah semakin sedikit.
Di masa lalu, kala masih hidup di pedesaan, saya kira ada banyak waktu yang tersisa untuk bisa saling menyapa dalam waktu yang cukup. Di masa lalu, orang bisa bertemu di mana saja. Bisa di jalan, di gardu, di warung kopi, di mushalla, di masjid dan lainnya. Orang kebanyakan jalan kaki dari dan ke tempat tertentu, tetapi sekarang agak berbeda karena sangat sedikit orang yang berjalan kaki.
Orang desa sekarang sudah berubah. Kehidupan paguyuban di masa sekarang sudah tidak lagi sekental di masa lalu. Sudah sangat berubah. Akibat pergaulan dengan budaya perkotaan, maka banyak terjadi perubahan social di pedesaan. Apalagi dengan jarak desa kota yang sudah tidak lagi terjeda oleh realitas kewilayahan. Dengan semakin mudahnya akses ke kota, misalnya melalui transformasi sepeda motor dan mobil, maka jarak desa kota sudah tereliminir sedemikian rupa.
Sungguh dewasa ini sudah tidak lagi terdapat Batasan rigid tentang desa dan kota. Hal ini difasilitasi oleh kepemilikan Hand Phone di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Di Indonesia, penduduk yang memilimi Hand phone jumlahnya mencapai angka 67 persen pada tahun 2022, dengan kepemilikan HP tertinggi di tiga provnsi, yaitu Kalimantan Timur 82,37 persen, DKI 82,27 persen, dan Kepri 79,88 persen, Kalimantan Utara 78,62 persen, Riau 73,47 persen. (databoks, 08/03/23).
Kala terjadi Covid-19, maka berkembang konsep silaturrahmi virtual, yakni melakukan silaturrahmi melalui media komunikasi whatApps baik melalui video call maupun panggilan. Hal ini dilakukan sebab tidak memungkinkan menyelenggarakan acara silaturrahmi secara face to face relationship. Wabah Covid-19 yang sedemikian deras menular menyebabkan kehadiran kebijakan pemerintah untuk melarang pulang kampung atau kunjungan rumah. Semua aktivitas pertemuan dilarang, bahkan termasuk shalat jamaah di masjid atau mushalla. Sungguh-sungguh aktivitas untuk saling bertemu dilarang dikhawatirkan terjadi penularan massif terhadap orang lain.
Namun seirama dengan kebijakan baru mengenai ketiadaan larangan pertemuan yang melibatkan orang dalam jumlah terbatas dan kebolehan untuk melakukan pulang kampung, maka sekrang bisa dilihat acara mudik yang sedemikian semarak. Jarak Jakarta-Surabaya, atau Jakarta-Banyuwangi bukan menjadi halangan untuk mudik. Masyarakat menyambutnya dengan gegap gempita. Masyarakat bersuka cita dengan silaturrahmi yang bisa dilakukannya. Itulah sebabnya jalan Jakarta ke Semarang atau Surabaya sudah mulai padat merayap pada Hari Raya minus 5 hari tahun 2023.
Silaturahmi memang ajaran Islam. Tidak ada yang menyangsikan tentang ajaran silaturahmi itu. Bahkan dinyatakan siapa yang percaya pada Allah dan hari akhir, maka hendaknya melakukan silaturrahmi. Lebih lanjut juga didapati ajaran siapa yang ingin dilapangkan rizkinya maka hendaknya melakukan silaturrahmi dan siapa yang ingin panjang usianya maka hendaknya silaturrahmi.
Melalui ajaran Islam ini, maka dapat dipahami jika banyak orang yang melakukan silaturrahmi meskipun dengan cara dan varian yang semakin kompleks. Namun demikian berbagai cara silaturahmi itu tidaklah mengurangi makna silaturahmi yang berupa substansi silaturrahmi, yaitu menyambung persaudaraan, persahabatan dan penghargaan atas keduanya.
Islam sangat menekankan tentang silaturahmi sebagai bagian di dalam relasi social. Untuk membangun silaturrahmi yang kuat, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: pertama, bangun kesamaan pandangan tentang posisi diri kita masing-masing. Jangan sampai menganggap satu atas lainnya merasa lebih tinggi statusnya. Harus merasa bahwa antara satu dengan lainnya berada di dalam posisi sejajar. Jangan ada yang sopo siro sopo ingsun. Artinya bahwa yang satu merasa lebih hebat, lebih kuat, lebih tinggi status sosialnya, merasa lebih kaya, merasa dirinya yang paling penting, dan sebagainya. Jika ada perasaan seperti ini, maka inilah awal dari keretakan atau disharmoni di dalam persahatan atau retaknya ikatan silaturrahmi.
Kedua, saling menjaga perasaan masing-masing. Jangan ada kata atau ungkapan yang membuat rasa tidak nyaman. Ungkapan yang sopan tentu menjadi ukuran yang tepat untuk membangun persahabatan. Boleh kita melakukan joke yang segar. Karena kita juga membutuhkan hiburan. Ada joke-joke yang menyegarkan dan menjadi bumbu pemanis di dalam relasi social. Yang penting jangan sampai joke-joke itu juga membuat perasaan tidak enak pada seoraang sahabat.
Ketiga, bangunlah kesepahaman tentang apa yang disukai dan apa yang tidak disukai. Seorang sahabat tentu sudah tahu apa yang diminati dan mana yang tidak diminati. Apa yang disukai dan apa yang tidak disukai. Apa yang menjadi favorit dan apa yang dibenci. Apa yang menarik minat kedua sahabat dan apa yang membuat tidak nyaman. Semua harus dipahami dengan baik, sehingga keduanya merasa menjadi satu kesatuan.
Keempat, jika kita sudah menyatu di dalam pandangan, pemikiran, sikap dan tindakan, maka ketemu saja sudah membuat kita tertawa, kita tersenyum. Belum ada kata-kata yang diungkapkan tetapi kita sudah bisa tertawa terbahak-bahak. Situasi ini yang harus terus diperhatikan dan dijalankan. Inilah yang bisa disebut sebagai soulmate atau closed friend, dan yang seperti ini tidak memandang jabatan, status social dan juga kekayaan. Semua cair dan semua oke.
Di masa lalu, saya pernah memiliki sahabat yang sungguh luar biasa, sebab kala datang ke ruang saya, maka yang diungkapkan pertama adalah: “Pak saya ingin tertawa”. Maka kami berdua lalu tertawa selepas-lepasnya. Hal ini tentu dipandu oleh adanya kesamaan di dalam memandang masalah-masalah yang kita hadapi. Melalui kebersamaan, maka semuanya bisa selesai. Dan inilah yang kemudian menjadikan relasi social itu sedemikian dekat dan bahkan saling memerlukan. Jika kita ketemu, maka belum bicara sudah tertawa dulu, dan ada saja hal-hal unik yang menjadikan kita tertawa.
Hidup ini sudah susah, tekanan kehidupan juga semakin kompleks. Kehidupan menjadi semakin rentan masalah. Maka kita harus menghadapi kehidupan ini dengan perasaan senang, happy dan nyaman. Dan itu tergantung pada adanya friendship.
Wallahu a’lam bi al shawab.