PUASA DENGAN FULL CINTA: RENUNGAN RAMADLAN (14)
PUASA DENGAN FULL CINTA: RENUNGAN RAMADLAN (14)
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Manusia diberikan oleh Allah perasaan cinta. Tidak hanya cinta kepada lawan jenis, cinta kepada manusia tetapi juga cinta kepada Allah SWT. Manusia dengan perasaannya dikaruniai perasaan saling menyayangi dan mencintai, sehingga kehidupan akan dapat menjadi aman, damai dan bahagia.
Ungkapan ini disampaikan oleh Dr. Sahid, penceramah pada acara tarawih berjamaah di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency E8 Ketintang Surabaya. Ceramah yang dilaksanakan bada shalat Isya’ tersebut diikuti oleh sejumlah jamaah Masjid Al Ihsan, lelaki dan perempuan. Yang menjadi imam masjid adalah Ustadz Alif, Al Hafidz. Setiap malam selama bulan Ramadlan dilakukan ceramah 10-15 menit dari orang yang memiliki seperangkat pengetahuan tentang ibadah puasa dalam kaitannya dengan kehidupan manusia. Tema yang dibawakan oleh Cak Sahid adalah puasa dengan penuh cinta kepada Allah SWT.
Cak Sahid menyampaikan tiga hal di dalam ceramahnya, yaitu: pertama, kita harus selalu mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT karena dikaruniai kesehatan fisik dan rohani untuk beribadah, khususnya ibadah puasa. Tanpa berkah kesehatan, maka kita pasti tidak bisa melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya. Yang paling luar biasa besarnya berkah Allah SWT adalah berkah kita masih menjadi umat Islam. Di luar sana banyak orang yang tidak mendapatkan hidayah, akan tetapi kita terus mendapatkan hidayah sehingga kita dapat terus menjalankan ibadah Allah SWT. Alhamdulillah.
Kedua, cinta kepada Allah SWT. Allah itu mencintai hambanya, makanya Allah memberikan berbagai instrument agar manusia mendapatkan cinta Allah SWT. Betapa Allah itu maha Rahman dan Rahim. Karena sifat utamanya seperti itu, maka Allah menurunkan sifat saling menyayangi. Salah satu cara untuk menyayangi Allah adalah hablum minallah atau menyambung tali hubungan dengan Allah. Medianya adalah dengan menjalankan perintah Allah SWT. Orang yang menjalankan perintah Allah hakikatnya adalah orang yang mencintai Allah. Semakin banyak ibadah kepada Allah SWT akan semakin mencintai Allah dan sebaliknya semakin tidak ibadah akan semakin tidak mencintai Allah.
Cinta itu bisa datang secara perlahan dan bisa datang sekaligus. Ada orang yang memperoleh hidayah langsung cinta kepada Allah tetapi ada orang yang sudah sering mendengar Namanya, sudah sering mendengar kebaikannya, tetapi datangnya cinta itu lambat. Tetapi yang jelas cinta kepada Tuhan itu harus diupayakan agar bisa mencintai-Nya dan ada yang berkat kekuasaan Allah SWT, maka cinta itu cepat berkembang dan membesar. Cinta dalam pola yang kedua itu hanya dapat diperoleh oleh orang khusus, yang memang dipilih ooeh Allah SWT. Namun kita sebagai orang awam pasti harus melakukan ibadah dengan cara yang benar agar bisa mencintai dan dicintai oleh Allah SWT.
Ketiga, mengasihi sesama manusia dan alam seluruhnya. Allah mengajarkan agar manusia tidak hanya membangun hubungan baik dengan Tuhan, akan tetapi juga membangun relasi yang baik dengan sesama manusia bahkan dengan alam seluruhnya. Allah mengajarkan agar kita menjaga relasi dengan sesama manusia dengan sebaik-baiknya. Hablum minallah wa hablum minal alam. Seluruh makhluk di dunia ini bertasbih atau memuji Allah SWT. Binatang dan tumbuh-tumbuhan juga memuji kepada Allah. Hanya saja kita tidak tahu bahasanya. Ada sebuah ilustrasi di dalam Kitab Nashaihul Ibad, diceritakan tentang Imam Ghazali. Ada seseorang yang mimpi bahwa Imam Ghazali itu berada di surga. Lalu ditanya, apakah Engkau masuk surga karena amal ibadahmu kepada Allah. Ternyata dijawab bahwa saya masuk surga bukan karena amal ibadah saya, bukan karena saya menulis kitab yang banyak, tetapi karena saya menolong lalat. Kala saya menulis, maka ada lalat yang meminum tinta saya. Lalu saya biarkan sampai hausnya hilang. Kemudian lalat itu terbang. Saya menolong dengan ikhlas. Itulah yang mengantarkan saya masuk surga. Oleh karena itu, marilah kita berserah diri kepada Allah dengan penuh kecintaan agar kita akan mendapatkan kecintaan Allah SWT.
Di dalam tulisan ini, saya memberikan catatan tambahan, bahwa puasa itu sesungguhnya merupakan lambang cinta manusia kepada Allah SWT dan sekaligus juga lambang cinta Allah kepada manusia. Kepada manusia sebagai ciptaannya, Allah SWT itu betapa sayangnya. Diberikan kepada manusia berbagai instrumen agar manusia dapat melakukan kebaikan yang merupakan keinginan Allah SWT. Allah SWT tidak ingin hambanya itu menjadi hamba setan, akan tetapi manusia harus tetap menjadi hamba Allah SWT. Di dalam Alqur’an dinyatakan: “wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun”. Yang artinya: “tidak diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah”. Jadi manusia dan jin itu diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Oleh Allah, manusia dikaruniai emosional intelligent atau perasaan yang terkait dengan kasih sayang, rasa iba, rasa cinta, rasa memiliki kesenangan dan kesedihan dan rasa kemanusiaan yang mendalam. Melalui inteligensi emosional ini manusia dapat mengekspresikan kehidupan kasih sayangnya kepada sesama manusia dan juga kepada alam semesta. Bahkan ada manusia yang menyayangi binatang, menyayangi tanaman dan sebagainya.
Mencintai Allah SWT sesungguhnya merupakan cinta abadi. Cinta yang sebenarnya dihembuskan oleh Allah tatkala manusia masih dalam kandungan. Tetapi karena factor lingkungan sehingga cinta tersebut terkadang hadir dan terkadang tidak. Ada yang hadir terus dan ada yang hadir sementara. Itulah sebabnya ada manusia yang kemudian konversi ke agama lain.
Kecintaan Allah kepada manusia itu diberikan melalui instrument yang dipandu oleh teks-teks suci yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Di antara ekspressi cinta itu diwujudkan misalnya dalam ungkapan “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”, kepada-Mu kami menyembah dan kepada-Mu kami memohon”. Alangkah indahnya kalimat ini. Selain itu juga puasa. Melalui puasa manusia diajari pelipatgandaan pahala. Bahkan dinyatakan: ash shaumu li wa ana ajzi bihi. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan memberikan pahala kepada yang melakukannya.
Subhanallah, hakikat puasa adalah ekspresi kecintaan kita kepada Allah SWT dan manifestasi cinta Allah SWT kepada kita. Berbahagialah orang yang bisa melakukannya dengan sepenuh cinta.
Wallahu a’lam bi al shawab.