• October 2024
    M T W T F S S
    « Sep    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ANTARA ALEXANDRIA, KAIRO DAN MELBOURNE

 Ketika saya datang ke Melbourne, maka saya menjadi terkagum-kagum dengan kebersihan dan penataan kota yang sedemikian bagus. Kota ini didesain sangat baik, sehingga tidak didapati wilayah-wilayah yang kumuh apalagi tempat sampah yang menggunung di pinggir jalan utama. Kota ini merupakan paduan antara tempat pendidikan, rekreasi, pedagangan dan pemukiman. Semua bisa dipadukan secara serasi. Dan tentu yang sangat mendukung adalah budaya warganya yang sudah memiliki kesadaran sepenuhnya tentang kebersihan kotanya. Karena saya bukan ahli tata kota, maka sejauh yang bisa saya lakukan hanyalah mengamati tentang bagaimana kota ini ditata sedemikian baik dan wajar.

Dalam waktu seminggu berikutnya, saya berkesempatan ke Kairo. Ibu kota negara Mesir yang sangat terkenal sebagai kota pendidikan, kebudayaan dan memiliki sejarah panjang di dalam belantara kerajaan tersohor di era pra sejarah. Saya menjadi kaget ketika melihat Mesir yang sangat kesohor itu ternyata tidak jauh dari ibukota negara-negara berkembang lainnya, seperti Jakarta atau bahkan Kualalumpur. Kota ini juga memiliki kesamaan dengan Surabaya, misalnya. Kesamaan itu tentunya dilihat dari kemacetan di jalan. Kendaraan bisa macet di jalan 30 menit sampai satu jam, hanya karena pengemudinya tidak mau saling mengalah. Harus dimaklumi bahwa di Kairo tidak didapati traffic light, sehingga sopir bisa saling serobot.  

Juga jangan heran jika hampir tidak didapati mobil yang tidak tergores. Mobil keluaran terbaru pun banyak yang lecet di  belakang atau di depan. Saya yang terbiasa mengemudi mobil di Surabaya, harus berpikir ulang untuk mengemudi mobil di Kairo. Selain harus berhadapan dengan sesama pengendara mobil, juga dengan pejalan kaki yang menyeberang seenaknya. Bahkan di Jakarta atau Surabaya, ternyata tidak sebebas orang di Kairo dalam hal menyeberang jalan. Memang ada yang agak paradoks, misalnya bahwa kendaraan untuk taksi ternyata mobil-mobil lama, keluaran tahun 1980-an, sementara untuk travel menggunakan mobil berkelas, misalnya Alphard.

Tetapi kita tidak boleh berburuk sangka. Orang belum ke Mesir jika belum datang ke Alexandria. Empat jam perjalanan untuk menuju kota ini. Yang hebat adalah jalan menuju kota ini, kira-kira 400 km semuanya berjalan tol. Jika mobil pribadi boleh berkecepatan  kencang di atas seratus, maka mobil-mobil travel tidak boleh melampaui batas 100 km perjam. Jadi meskipun jalannya lempang, maka mobil travel yang saya tumpangi tidak pernah melebihi batas maksimum berkendaraan. Tilangnya sangat mahal dan biasanya menyatu dengan pembayaran pajak.

Memasuki kota ini, terasa kita bukan di negara yang kebanyakan daerahnya adalah padang pasir. Memasuki pintu gerbang kota, maka sudah terlihat betapa indahnya kota ini. Taman-taman kota yang indah memberikan gambaran akan cita rasa orang Alexandria tentang kotanya. Kota yang didesain dengan gaya Mediteranian atau Ottoman ini memang sangat indah. Cultural heritagenya terjaga sedemikian rupa. Gedung-gedung yang dibangun dengan arsitektur yang menakjubkan di abad 17 masih bisa dinikmati di sini. Flat-flat yang tinggi menjulang berpadu dengan bangunan historis seperti masjid, kampus, dan ruang publik lain yang sangat baik. Benteng yang dibangun semasa kerajaan Qait Bey pada abad 15 dan  masjid Qait Bey yang dibangun pada tahun 1474 M masih terjaga kebersihan dan keindahannya. Saya sempat jamaah shalat jama’ taqdim (Dhuhur dan Ashar) di masjid ini.

Yang sangat penting adalah wisata ilmiah di perpustakaan Alexandria. Perpustakaan ini diinspirasikan oleh Demetreus Phalereus  (350-280 BC). Perpustakaan bawah tanah ini memiliki kekhasannya sendiri. Bangunan dengan model sayap yang bertingkat-tingkat berisi buku-buku yang luar biasa. Banyak manuskrip kuno yang tersimpan di sini. Surat-surat Nabi Muhammad saw kepada Raja Hirakle Romawi, Raja Kisra Persia, Raja Mukaukis Mesir, dan Raja Majasi Habasyah juga tersimpan di museum ini. Buku-buku yang tersimpan di sini antara lain adalah Teknologi (applied Science), Natural Science and Matematics, Language and Rethorics, Manuscripth Museum, Impression of Alexandria, The Word of Shadi Abdel Salam. Geography and History,  Sociology and Anthropology, Religion, Literature, Library Learning Centre, Reference material, Maps, Newspaper and Magazine, dan sebagainya.

Seluruh ruangannya sudah diset up dengan teknologi informasi yang sangat memadai. Sehingga mahasiswa atau pengunjung umum pun bisa memanfaatkan perpustakaan ini untuk browsing informasi secukupnya. Hampir semua lantai, kira-kira ada tujuh lantai terisi dengan pengunjung dan pemanfaat perpustakaan ini. Karena bangunannya model sayap tersebut, maka yang di lantai paling atas bisa melihat aktivitas yang dilakukan oleh yang ada dibawahnya.

Di depan perpustakaan ini terdapat patung Alexandre The Great yang bertarikh 356-328 SM. Sebagai tempat wisata ilmiah, maka banyak pengunjung yang datang dari berbagai belahan dunia untuk  mengagumi keindahan dan kelengkapan koleksi perpustakaan ini. Konon katanya, perpustakaan ini pernah akan dihancurkan atas perintah Umar ibn Khattab dan kemudian tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur Mesir, Amr ibn Ash. Menurut Umar, bahwa Al Qur’an sudah cukup dijadikan sebagai rujukan kehidupan, sehingga perpustakaan itu tidak diperlukan. Untunglah, bahwa perintah itu tidak jadi dilaksanakan sehingga kita sekarang masih bisa menikmati keindahan dan keagungan perpustakaan tersebut.

Di Alexandria juga terdapat Istana Raja Faruq. Istana yang sangat indah dengan taman-tamannya yang luas dan hijau. Ketika melihat istana dan tamannya yang indah dan luas ini, kita hampir tidak percaya bahwa ini adalah Mesir yang daerahnya kebanyakan adalah gurun tandus. Mungkin saja, istana ini adalah sebuah hadiah kepada permaisuri Raja Faruq. Saya tidak tahu secara pasti. Mudah-mudahan dugaan ini benar adanya.

Setelah melihat Melbourne dan Alexandria, saya jadi merenung kapan kota seperti Surabaya memiliki perpustakaan yang adiluhung seperti itu dan menjadi tempat yang nyaman untuk menimba ilmu pengetahuan.

Kiranya memang dibutuhkan pemihakan dari para policy maker kepada dunia ilmu pengetahuan terutama perpustakaan dalam kerangka untuk pengembangan dunia akademik yang memadai.

Wallahu a’lam bi al shawab.   

.

Categories: Opini