Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PADANG  MAHSYAR: HARI PENENTUAN KE SURGA ATAU NERAKA

PADANG  MAHSYAR: HARI PENENTUAN KE SURGA ATAU NERAKA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Jika saya pulang ke Tuban, maka salah satu hal yang harus saya lakukan adalah memberikan pengajian pendek terkait dengan Islam dan segala hal yang terkait dengannya. Makanya saya memberikan pengajian kepada jamaah Mushalla Raudhatul Jannah, sebuah Mushallah di depan rumah saya. Kali ini saya memberikan pengajian ba’da shubuh pada jamaah lelaki dan perempuan di mushalla tersebut. Pengajian ini dilakukan pada Hari Ahad, 19 Maret 2023.

Tidak ada tema khusus. Terserah saya apa temanya. Pagi itu saya memberikan ceramah agama dengan tema tentang apa saja yang menyelamatkan kita dari panasnya Padang Mahsyar, yang dikenal sebagai salah satu bagian dari keyakinan umat Islam atas hal-hal yang gaib. Wajib dipercayai tetapi belum bisa dilihat secara empiris apa barangnya. Sebagai umat Islam, maka kita diwajibkan percaya kepada hal-hal yang gaib sebagaimana di dalam surat Al Baqarah, ayat 3: “alladzina yu’minuna bil ghaibi, wa yuqimunash shalata wa mimma razaqnahum yunfiqun”. Yang artinya kurang lebih: “orang-orang yang memercayai atas hal-hal gaib, dan mendirikan shalat serta menginfaqkan sebagian hartanya yang didapatkannya”.

Di dalam Islam, banyak hal yang gaib yang harus dipercayai, misalnya keberadaan Allah SWT, Malaikat, Surga dan Neraka, Padang Mahsyar dan sebagainya. Pada saat di Padang Mahsyar dan juga jembatan Shirathal Mustaqim, maka sesungguhnya manusia tidak memiliki kekuatan dan juga penolong. Di dalam surat Ath Thariq, ayat 10 dinyatakan: “fa ma lahu min quwwatiu wa la nashir”, yang artinya: “maka manusia tidak lagi mempunyai suatu kekuatan dan tidak pula ada penolong”. Jika secara tekstual, maka ada pada suatu saat di kala semua rahasia dibuka, yaum al mahsyar, maka manusia tidak lagi memiliki  kekuatan dan juga tidak memiliki penolong. Saat yang begitu menakutkan.

Tetapi bagi umat Islam, maka ada empat hal yang dapat menjadi penolongnya atas seizin Allah SWT. Yang bisa menjadi penolong tersebut adalah: pertama, kitab suci Al qur’an yang dibaca oleh umat Islam. Jika kita terus membaca Alqur’an, maka Alqur’an akan menjadi penolong hamba Allah. Siapa yang menjadi sahabatnya Alqur’an, maka dia akan memperoleh syafaat Alqur’an. Atas izin Allah SWT, maka Al Qur’an dapat menjadi penolong manusia yang membacanya.

Kedua, Nabi Muhammad SAW. Berbahagialah kita karena menjadi umat Nabi Muhammad SAW. Dengan menjadi umat Nabi Muhammad SAW, maka peluang kita untuk memperoleh syafaatnya sangat besar. Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya Nabi dan Rasul yang diberikan keistimewaan Allah SWT untuk menjadi pensyafaat bagi hambanya. Caranya adalah dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. “Allahuma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad”. Allah dan para malaikat juga melakukan bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, jika kita membaca shalawat sebanyak-banyaknya maka peluang untuk memperoleh syafaat Nabi Muhammad  SAW juga sangat besar.

Ketiga, orang yang membangun masjid yaitu orang yang mendirikan masjid dan orang yang memakmurkan masjid. Mendirikan masjid tidak hanya dimaknai sebagai orang yang membangun fisik masjid atau mushalla atau langgar atau surau,  akan tetapi orang yang meramaikan masjid. Jadi kalau kita itu menjalankan shalat jamaah di masjid, menjadi jamaah ngaji di masjid atau menjadi jamaah kajian di masjid dan memberikan donasi kepada masjid, maka kita  termasuk orang yang mendirikan masjid. Jadi kita harus bisa membangun masjid dan meramaikan masjid. Mereka yang seperti itu yang termasuk “bana masjidan” yang akan diganjar oleh Allah dengan surga dalam bentuk dibangunkan rumah di surga.

Alangkah bahagianya kala kita bisa membangun masjid dengan jalan mendirikan fisik masjid dan juga menjadi orang yang meramaikan masjid dengan kegiatan-kegiatan keagamaan dan juga kegiatan ilmu lainnya.

Keempat, amalan shalih yang dilakukan di dalam kehidupan selama di dunia. Kita berbuat yang baik kepada Allah, dan kita juga berbuat baik kepada sesama manusia dan bahkan berbuat baik kepada alam semesta. Berbuat baik kepada Allah adalah dengan menjalankan amalan-amalan yang diwajibkan dan disunnahkan oleh Allah dan menjauhi larangannya Allah SWT. Kemudian berbuat baik kepada sesama manusia yaitu memiliki sifat-sifat yang baik di dalam pergaulan dan relasi social kita semua.

Kita ini telah menjadi orang yang dewasa bahkan juga ada yang tua, maka doa kita kepada Allah adalah agar kita dipanjangkan usia, diberi kesehatan yang prima, diberikan cahaya kebaikan oleh Allah dan tetap beriman kepada-Nya. Jika kita bisa memperoleh gambaran hidup seperti ini, maka inilah yang kemudian disebut sebagai kabahagiaan di dunia dan semoga juga memperoleh kebahagiaan di akherat. Amin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..