• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TEGO LARANE GAK TEGO PATINE: FILSAFAT KASIH SAYANG ORANG JAWA

TEGO LARANE GAK TEGO PATINE: FILSAFAT KASIH SAYANG PADA ORANG JAWA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Orang Jawa dikenal memiliki filsafat hidup yang unik. Filsafat dalam kehidupan tersebut diwujudkan di dalam paugeran atau pedoman kehidupan yang diajarkan dari mulut ke mulut.  Melalui pengajaran yang bersifat oral tersebut, maka  akan  bisa menyebabkan  paugeran ke depan  menjadi hilang di tengah perubahan social, terutama dari intervensi budaya luar, salah satunya adalah budaya Barat.

Orang Jawa memiliki ekspressi yang unik di dalam kehidupan, khususnya terkait dengan kasih sayang kepada keluarga khususnya anak, cucu dan kerabat dekat atau orang yang hidup di dalam keluarga. Orang Barat dikenal ekspresif dalam relasi suami istri, tetapi tidak demikian terhadap orang tua atau anak. Terhadap orang tua, misalnya corak hubungannya lebih longgar, jika orang tua sudah tidak lagi bisa melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri, kala anak-anaknya sudah dewasa dan berumah tangga, maka orang tua akan dititipkan di panti jompo. Rumah jompo menjadi peristirahatan di kala sudah tua. Anak-anaknya tidak mau ribet dengan urusan menidurkan, membangunkan, memandikan, memberi makan dan mengatur kehidupan orang tua. Anak-anak akan lebih terfokus pada pekerjaan atau urusan rumah tangganya sendiri. Meskipun kala masih kanak-kanak mendapatkan kasih sayang yang luar biasa dari orang tuanya, akan tetapi di kala mereka sudah memiliki tanggung jawab sendiri dalam keluarga,  maka orang tua harus ikhlas berada dan hidup di panti jompo.

Hal ini sangat berbeda dengan filsafat hidup orang Jawa. Orang Jawa itu memiliki kasih sayang yang tidak terbatas baik kepada anak maupun orang tua bahkan kepada cucu. Di kalangan orang Jawa, menyayangi cucu itu luar biasa besarnya. Bahkan dikatakan melebihi kasih sayang kepada anak. Jika cucunya dimarahi orang tuanya, maka kakek atau eyangnya yang akan membelanya. Banyak kakek atau nenek yang menyatakan seperti itu. Demikiajn pula  kasih sayang kepada orang tua juga tidak ada batasnya. Jika ada anak yang menitipkan orang tua kepada panti jompo, maka dianggapnya hal itu  sebagai perbuatan durhaka. Yakni orang yang tidak membalas budi baik orang tuanya, yang melahirkan, merawat dan membesarkannya. Bagi orang Jawa mengurus anak adalah tugas dan kewajiban utama. Tugas nomor satu di dalam kehidupan.

Itulah sebabnya, di dalam ungkapan Jawa dikenal konsep  tego larane ora tego patine. Ungkapan ini memberikan gambaran bahwa bagi orang Jawa, maka anak, orang tua, cucu dan keluarga dekat itu merupakan orang yang ditegakan kala sakit tetapi tidak ditegakan kematiannya. Ungkapan ini bukan merupakan perilaku pembiaran atas keluarga yang sakit, akan tetapi untuk menggambarkan atas ketidaktegaan atas ketiadaan seorang keluarga yang  meninggal. Sakit itu masih bisa dirawat dan  diobati artinya masih ada peluang untuk hidup, akan tetapi kematian dipastikan tidak ditegakan, karena kehilangan akan orang yang dicintainya. Jadi orang Jawa itu sangat merasakan kehilangan atas keluarganya yang wafat dan diungkapkan dengan ora tego patine.

Orang Jawa akan menolak sebagaimana gambaran di dalam tayangan yakni orang tua yang dirawat oleh robot, yang sudah diinstal dengan tata cara merawat orang tua. Artificial intelligent tersebut sudah dilengkapi dengan tata cara membangunkan dan menidurkan, memandikan dan berpakaian, makan dan minum, membersihkan kala kencing dan buang air besar dan seluruh tata cara kehidupan. Pada suatu ketika, orang tua itu meninggal. Robot menjadi bingung karena robot itu tidak diinstal untuk memahami kematian. Orang  tua itu dibangunkan, ditepuk-tepuk dan diingatkan untuk bangun, tetapi diam saja. Jadi robot tidak paham tentang mati yang memang belum diinstalkan kepadanya.

Merawat orang tua bukanlah barter atas kerja orang tua untuk merawatnya ketika kecil. Akan tetapi adalah tanggungjawab seorang anak kepada orang tuanya. Sebiah kesadaran dari dalam bahwa anak memiliki tanggungjawab untuk merawatnya. Tidak ada paksaan atas pekerjaan tersebut. Ungkapan anak durhaka tentu sangat menyakitkannya. Tentu saja ada juga yang menegakannya akan tetapi yang bertindak dengan sepenuh kesadaran untuk merawat orang tua tentu lebih banyak atau mayoritas.

Islam sangat menghargai atas kasih sayang. Bahkan dalam hal zakat, infaq atau shadaqah, maka diutamakan untuk keluarga terdekat atau dzawil qurba. Lebih baik memberikan sedekah kepada keluarga dekat dibandingkan dengan bersedekah kepada orang lain yang tidak jelas siapa orangnya. Jika kita memiliki uang yang cukup, maka zakat dan sedekah itu hendaknya diberikan kepada orang miskin, kaum fuqara’, ibn sabil misalnya orang yang belajar dan orang yang dalam perjuangan untuk kebaikan dan keluarga terdekat.

Islam sangat menganjurkan agar di dalam keluarga tetap dijaga untuk menjauhi neraka. Dinyatakan: “qu anfusakum wa ahlikum nara”.  Yang artinya: “Jagalah keluargamu dari api neraka”. Gambaran dari ayat ini, bahwa yang diutamakan oleh sebuah keluarga adalah menjaga agar semua keluarganya itu mengamalkan ajaran Islam secara kaffah dan menjauhi larangan Tuhan. Selama di dalam keluarga tersebut terdapat pengamalan ajaran Islam, maka kasih dan sayang akan tetap lestari.

Selain itu juga terdapat ajaran tentang bagaimana prilaku manusia yang satu atas lainnya, yang seharusnya berbasis kasih sayang.  Yang tua menyayangi yang muda dan sebaliknya. Hadits Nabi menyatakan: “laisa minna man lam yarham shaghirana  wa ya’rifu syarafa kabirana”.  Yang artinya: “tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak mengerti kemuliaan yang tua di antara kita”.

Kasih sayang adalah ajaran prinsip di dalam Islam. Islam itu mengedepankan keselamatan, maka tidak ada keselamatan tanpa adanya kasih sayang. Oleh karena itu kasih sayang orang tua kepada anak dan kasih sayang anak terhadap orang tua dapat dikaitkan dengan prinsip hidup orang Jawa tego larane ora tego patine.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..