OJO IRI LAN DENGKI: FILSAFAT HIDUP ORANG JAWA TENTANG PENYAKIT HATI
OJO IRI LAN DENGKI: FILSAFAT HIDUP ORANG JAWA TENTANG PENYAKIT HATI
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Hidup itu tidak lama. Rata-rata usia orang adalah 70 tahun. Bisa ada yang lebih dalam beberapa kasus dan ada yang kurang juga dalam beberapa kasus. Orang akan merasa menjadi tua saat usianya sudah berada di atas 60 tahun. Ditandai dengan semakin melemahnya fisik, kurangnya ingatan dan juga semakin lemahnya pemikiran dan sebagainya.
Ada ujaran bahwa tua hanyalah usia, tetapi pemikiran dan gerak tidak boleh ikut menjadi tua. Saya menulis tentang “Menjadi Tua Sehat dan religious” (nursyamcentre.com), sebuah refleksi atas realitas yang menggambarkan tentang betapa seharusnya orang harus tetap optimis di tengah semakin tua usia. Banyak orang yang tidak hanya fisiknya yang renta tetapi juga pemikirannya. Kita harus berguru pada orang-orang yang terus beraktivitas, apakah menulis, apakah menjadi aktivis atau tetap menjaga kebugaran di saat usia merambat tua.
Islam mengajarkan agar kita berdoa kepada Allah SWT, Tuhan kita semua, agar kita diberi umur yang panjang, thawwil umurona, dan sehat fisik kita, wa ahsin ajsadana, dan bercahaya kehidupan kita dengan kebaikan, wa nawwir qulubana, dan tetap dalam keimanan kepada Allah SWT, wa tsabbith imanana. Alangkah indahnya doa ini terutama bagi kita yang sudah berumur. Kita meminta usia yang panjang, tetapi tetap sehat dan berada di dalam keimanan kepada Allah SWT.
Di dalam usia yang tidak panjang tersebut, orang Jawa diajari agar jangan iri dan dengki atau ojo iri lang dengki. Keduanya adalah penyakit hati yang sangat berbahaya bagi kehidupan kita. Iri itu ada kaitannya dengan keinginan atau desire yang tidak tercapai, sementara orang lain mendapatkannya. Bahkan sering diungkapkan “saya bekerja lebih keras, tetapi saya tidak mendapatkannya, sementara dia bekerja seadanya tetapi mendapatkannya”. Iri itu penyakit yang datang dari dalam diri manusia. Di dalam teori social disebut sebagai in order to motive, atau motif dari dalam diri atau internal motive.
Sebagai manusia tentunya kita memiliki banyak keinginan. Ingin sukses dalam bekerja, ingin kaya dengan harta, ingin jabatan yang tinggi, ingin sejahtera, dan ingin bahagia. Tidak semua keinginan itu tercapai. Bisa juga ada yang tercapai dan ada yang tidak. Yang tercapai membuat senang dan yang tidak tercapai membuat susah atau sedih bahkan juga putus asa. Jika seseorang memiliki sifat iri, maka yang diukur hanya satu kata “sukses”. Seseorang akan menjadi marah jika tujuannya tidak berhasil. Di dalam dirinya hanya ada kata berhasil, sehingga dia akan mencari-cari penyebab ketidakberhasilan tersebut dan kemudian menyalahkan yang lain bahkan juga menyalahkan Tuhan, sebagai dzat yang tidak memihak kepadanya. Itulah sebabanya Islam mengajarkan agar kita tidak berputus asa atas rahmat Allah SWT. Wa la taiasu min rauhilllah.
Kemudian dengki ialah sifat yang dimiliki oleh seseorang untuk tidak suka atas orang lain karena keberhasilannya di dalam kehidupan. Jika ada orang yang berhasil maka dia akan tidak suka, melakukan gunjingan kepada yang lain, bahkan juga tidak jarang melakukan fitnah atas orang tersebut. Orang yang dengki akan merasa tidak senang dengan kebahagiaan dan kesenangan orang lain. Makanya dengki disebut dengan penyakit hati karena terkait dengan perasaan tidak senang atas kesuksesan atau kesenangan orang lain.
Ada tetangganya membeli mobil panas hatinya. Ada tetangganya yang membeli barang-barang rumah tangga panas hatinya dan ada tetangganya yang naik jabatan sakit hatinya dan sebagainya.
Orang yang seperti ini disebut ahli SMS atau Senang Melihat Orang Susah (SMS) atau Susah Melihat Orang Senang (SMS). Di dalam kehidupan ini tentu terdapat orang dengan tipe seperti ini. Ada yang memang tabiat atau bakatnya memang seperti itu dan ada yang karena factor luar. Keduanya memang tidak bisa dipisahkan. Satu dengan lainnya saling terkait secara sistemik. Tetapi orang yang memiliki bakat atau tabiat seperti itu akan lebih sulit untuk menghilangkan sifat buruk ini dibanding yang memang hanya karena factor luar saja. Bagi orang yang memiliki bakat, maka akan kesulitan untuk menghentikan sifat ini, yang tentu berbeda dengan yang hanya karena factor eksternal.
Di dalam Islam sifat seperti itu disebut sebagai hasad atau bisa diterjemahkan sebagai iri dan dengki. Di dalam Islam disebutkan sebagai wa la tajassasu atau jangan mencari-cari kesalahan orang lain dan wa la tahasadu atau jangan membenci orang yang memperoleh kesenangan. Kemudian wa la tabaghadu atau jangan membenci. Islam sedemikian rincinya memberikan gambaran tentang sifat manusia yang seharusnya tidak dilakukannya. Orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain bisa disebabkan karena kebencian dan ketidaksenangan. Demikian juga janganlah sesama umat Islam saling membenci dan menggunjing.
Di dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dinyatakan: “la tabaghadhu, wa la tahasadu, wa la tadabaru, wa kunu ‘ibadallahi ikhwana”, yang artinya: “janganlah kamu saling membenci, dan jangan saling iri hati, dan jangan saling menjauhi dan hendaknya menjadi hamba Allah yang saling bersaudara”. Betapa jelasnya hadits Nabi Muhammad SAW ini untuk dijadikan sebagai pedoman di dalam kehidupan.
Jika kita menilik atas ajaran Islam dan juga paugeran di dalam tradisi Jawa ini maka menjadi bukti bahwa antara Islam dan tradisi Jawa merupakan dua hal yang saling terkait, artinya tidak ada pertentangan satu dengan lainnya. Ya Islam, ya Jawa.
Wallahu a’lam bi al shawab.