Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ALON-ALON WATON KELAKON: PRINSIP HIDUP ORANG JAWA

ALON-ALON WATON KELAKON: PRINSIP HIDUP ORANG JAWA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di antara prinsip hidup Orang Jawa yang sangat mendasar selain gremet-gremet angger slamet juga alon-alon waton kelakon. Bagi orang yang pesimis, akan menyatakan bahwa kloplah sudah. Ada   ungkapan gremet-gremet angger slamet ditambah dengan alon-alon waton kelakon. Maka pastilah orang Jawa itu tidak efektif, efisien dan serba lambat dalam memahami, menyikapi dan melakukan tindakan di dalam kehidupan.

Ungkapan sebagai prinsip orang Jawa inilah  yang sering kali dijadikan sebagai instrument untuk beranggapan bahwa orang Jawa  itu pemalas. Makanya muncul gagasan orang Barat tentang pribumi malas. Yang kemudian dibantah oleh Naguib al Attas, bahwa pribumi malas merupakan mitos yang sengaja diciptakan oleh kaum penjajah agar terus bisa menjajah terhadap bangsa inlanders.

Alon-alon artinya adalah pelan-pelan. Pelan-pelan bukan berarti lambat atau malas. Alon-alon merupakan suatu cara yang ditempuh dalam melakukan suatu perilaku yang didasari oleh pemahaman, sikap dan tindakan yang penuh kehati-hatian dan tidak tergesa-gesa. Sikap ketergesa-gesaan diyakini tidak akan menghasilkan produk yang baik. Di dalam prinsip alon-alon waton kelakon tidak menafikan atas orang yang professional yang bisa bekerja cepat. Bagi mereka yang bisa bekerja cepat tentu merupakan orang yang telah memiliki sejumlah pengalaman terkait dengan pekerjaannya. Namun demikian, kecepatan bekerja secara professional juga tetap harus mengedepankan kehati-hatian. Hati-hati  merupakan fondasi dasar dari prinsip alon-alon waton kelakon.

Ungkapan ini sangat popular pada msyarakat Jawa terutama mereka yang lahir sebagai generasi baby boomer (lahir di bawah tahun 1960), hingga generasi X (lahir tahun 1960-1980). Namun bagi generasi yang lahir sebagai generasi Y (tahun 1980-2000) sudah kurang mengenal dengan prinsip-prinsip Jawa seperti ini. Generasi milenial yang lebih cenderung dengan media sosial sudah nyaris tidak kenal lagi dengan prinsip-prinsip kehidupan orang Jawa yang di masa lalu diagungkannya.

Di dalam Islam sebenarnya juga terdapat ajaran yang terkait dengan ketidaketisan untuk melakukan sesuatu secara tergesa-gesa. Rasulullah  SAW menyatakan bahwa “tergesa-tega itu berasal dari syaithan, kecuali lima hal, yaitu: menyegerakan  memberi makan bagi tamu jika menginap, mengurus jenazah, mengawinkan anak perempuan yang sudah baligh, menyegerakan membayar hutang yang akan jatuh tempo dan menyegerakan bertaubat. Hal ini terdapat di dalam Kitab Nashaihil Ibad.

Tindakan tergesa-gesa itu rawan masalah. Apalagi jika hal tersebut dilakukan oleh seorang pemimpin yang seharusnya mengedepankan kehati-hatian. Seorang pemimpin itu adalah orang yang akan memutuskan kebijakan. Makanya, jika di dalam membuat kebijakan lalu tidak didahului dengan pemikiran yang mendasar, maka akan didapatkan masalah pada kelak di kemudian hari.

Pengambilan keputusan yang dilakukan secara tergesa-gesa dipastikan dilakukan secara sepihak. Seharusnya seorang pemimpin akan membuat kebijakan yang didahului dengan serangkaian kajian yang mendasar dan juga mendengarkan banyak pihak, baik yang pro maupun kontra. Dengan cara seperti ini, maka seorang pemimpin akan dapat menyusun kebijakan yang relevan dengan tuntutan kebutuhan. Bisa membuat kebijakan mana yang urgen, dan important. Mana yang penting dan mendesak dan mana yang tidak penting dan tidak mendesak.

Kembali kepada ajaran jangan tergesa-gesa tersebut, maka di dalam Islam disyariatkan agar kita tidak melakukan Tindakan tergesa-gesa. Dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa tindakan tergesa-gesa itu merupakan pengaruh syaitan. Kita diperkenankan untuk bercepat-cepat dalam misalnya memberikan makanan atau suguhan bagi tamu. Ada nyanyian di dalam Bahasa Jawa: “e..dayohe teko, e..gelarno kloso, e..klasane bedah e..tambalen jadah. Jika ada tamu, maka agar segera diterima dengan menempatkannya pada tempat yang baik, jika tempatnya kurang bagus, maka sesegera mungkin diberikan makanan atau minuman. Jadah adalah sejenis makanan di dalam tradisi Jawa. Menambal tikar dengan jadah  adalah symbol segera memberikan makanan untuk menutup segala kekurangan.

Islam juga mengajarkan bahwa anak yang sudah berkemampuan secara fisik dan batin agar segera dinikahkan. Hadits Nabi Muhammad SAW menyatakan, yang artinya: “wahai para pemuda yang sudah memiliki kemampuan maka segeralah menikah”. Oleh karena itu segera menikah tentu baik saja selama sudah memenuhi dimensi kemampuan fisik dan batin dimaksud.

Islam juga mengajarkan agar menyegerakan memakamkan mayat. Oleh karena itu, di beberapa daerah di Jawa,  masyarakat segera menguburkan mayat meskipun meninggalnya pada malam hari. Mayat tidak disimpan untuk menunggu esok hari. Begitu meninggal maka begitu segera dimakamkan. Lalu berikutnya adalah membayar hutang. Bagi orang yang punya hutang, maka agar segera dibayarkan. Bahkan jika ada keluarga yang meninggal, maka selalu diumumkan ketika menjelang penguburan, bahwa jika si mayat punya hutang yang belum terbayarkan agar pihak penghutang segera memberitahukan kepada keluarga.

Yang tidak kalah penting dan bahkan sangat penting adalah menyegerakan bertaubat kepada Allah SWT. Islam menganjurkan agar manusia mempercepat pertaubatannya jika melakukan kekhilafan. Allah SWT menyatakan, yang artinya kurang lebih adalah “sesegeralah memohon ampunan kepada Tuhanmu dan memohonlah surganya yang luasnya seperti langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang beriman”. Oleh karena itu membaca dan menghayati istighfar merupakan perbuatan baik dan terpuji yang sangat disukai oleh Allah SWT.

Demikianlah ajaran Islam yang sangat mulya, dan hal ini relevan dengan prinsip-prinsip di dalam tradisi Jawa. Ajaran Islam dan prinsip Jawa  tersebut merupakan dua hal yang saling memberi dan menerima melalui dialog tradisi yang sangat unik dan menarik.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..