MESIR SEBAGAI SUMBER ILMU
Pantaslah jika Mesir menjadi sumber pengetahuan keislaman. Mesir ternyata menjadi tempat yang banyak dijadikan sebagai home base para ilmuwan Islam di masa lalu. Hal itu dapat dibuktikan dengan berbagai makam para alim yang tinggal di Mesir. Sebutlah, misalnya Imam Syafi’i, Imam Waki’, Makam Dzunnun Al Mishri, Makam Rabi’ah al Adawiyah, Makam Imam Badawi, Makam Shahaby Abu Darda, Makam Imam Laits, Makam Imam Suyuthi, Makam Abu Abbas al Mursy, Imam Hussein bin Ali, Makam Al-Dardiry, Makam Shahaby Abu Musa al Asy’ari, Imam Athoillah Sakandari dan sebagainya.
Untunglah bahwa di Mesir ini sepanjang sejarahnya tidak mengikuti ajaran Islam keras, sebagaimana di Arab Saudi, sehingga makam-makam orang suci tersebut masih dapat dilacak dan dijumpai hingga sekarang. Andaikan Mesir ini seperti Arab Saudi, maka makam-makam tokoh Islam itu bisa saja dinihilkan, sebab dianggap sebagai tempat untuk melakukan penyimpangan ajaran agama Islam. Meskipun tidak terawat secara maksimal, seperti makam Imam Waki’, Makam Imam Ibn Athoillah Sakandary, Makam Imam Abu Abbas al Mursy dan sebagainya, namun secara umum ternyata pemerintah Mesir sangat akomodatis terhadap keyakinan umat yang mencintai para ulama melalui bentuk ziarah dan sebagainya.
Mesir memang bisa menjadi tempat kajian keislaman yang luar biasa. Makanya pantaslah jika hingga sekarang Mesir menjadi tempat untuk menimba ilmu. Di sini banyak bertebaran universitas dengan sejarah dan keunggulan yang sangat terjaga. Misalnya Universitas Al Azhar yang didirikan pada tanggal 21 Juni 972 M). Bahkan sejarah universitas ini jauh lebih lama, sebab di masa lalu sudah dikenal nama Madrasah Nidzamiyah yang menjadi tempat mengajar seperti Imam Ghazali. Universitas ini sangat terkenal karena para ahli ilmu keislaman. Bisa dibayangkan bahwa di universitas ini terdapat hampir setengah juta mahasiswa dari berbagai dunia untuk mengkaji ilmu keislaman dan lainnya.
Kemudian juga universitas Kairo yang didirikan tanggal 21 Desember 1908. Bahasa pengantar untuk kajian keilmunnya adalah bahasa Arab dan Inggris. Jika di Universitas Al Azhar banyak kajiannya yang berbasis pada ilmu keislaman, maka di Universitas Kairo banyak ilmu umumnya. Sehingga ilmu umumnya jauh lebih maju dibanding Universitas Al Azhar. Ilmu keislaman di Universitas Kairo dikaji melalui Kulliyat Darul Ulum, yang sesungguhnya juga sangat teruji di dalam ilmu keislaman. Fakultas Kedokteran dan Fakultas Perdagangan (Ekonomi) serta Fakultas Sains sangat maju di universitas ini. Namun demikian, kajian Bahasa Arabnya juga sangat terkenal di seantero Mesir.
Lalu Universitas Alexandria yang berdiri pada tahun 1938. Universitas ini semula dinamakan Universitas Farok I, dan kemudian pada tahun 1952 diganti dengan nama Universitas Alexandria. Sama dengan universitas Kairo, maka yang sangat kuat kajiannya di Universitas Alexandria adalah ilmu-ilmu umum. Universitas ini juga menjadi tempat untuk belajar bagi mahasiswa seluruh dunia. Tempatnya yang sangat strategis, yaitu pesisir utara Mesir dan berbatasan langsung dengan negara-negara barat, maka Universitas Alexandria menjadi tempat untuk belajar bagi mahasiswa dari timur dan barat.
Yang tidak kalah terkenal juga universita Ain Shams, yang didirikan pada Juli 1950. universitas ini menggunakan Bahasa Arab, Inggris dan Perancis. Universitas ini juga menjadi tempat belajar ilmu-ilmu umum selain ilmu agama. Selain itu juga ada Universitas Minya (1976), yang menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantar. Universitas Amerika Kairo (1919) yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Universitas Assiout yang berdiri tahun 1949 yang menggunakan Bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa pengantar. Universitas Mansoura yang berdiri tahun 1972 dengan bahasa Arab sebagai pengantarnya. Dan sebagainya,
Sayangnya, bahwa saya dan para pembantu rektor hanya bisa mendatangi tiga universitas saja. Yaitu Universitas Al Azhar yang memang sengaja dikunjung dalam kerangka untuk kerjasama, Universitas Kairo yang juga akan di jalin kerjasama dan Universitas Alexandria. Dan seperti yang sudah saya tulis kemarin, bahwa saya telah dapat menjalin kerjasama dengan Cairo University dalam bentuk menandatangai letter of agreement dalam pembelajaran Bahasa Arab. Sedangkan untuk penandatangan MoU baik dengan Rektor Universitas Al Azhar maupun dengan Universitas Kairo masih menunggu waktu.
Mengunjungi sebuah negara tentu menjadi penting. Tidak hanya untuk urusan kunjungan wisata akan tetapi yang jauh lebih mendasar adalah membangun jaringan kerjasama untuk kemajuan perguruan tinggi. Sayang bahwa untuk urusan yang kedua ini, kita kalah jauh dibanding dengan negara tetangga, Malaysia.
Akan tetapi ke depan, kita mesti harus berbuat banyak untuk melakukan perjalanan akademis ini, sehingga usaha menjemput masa depan perguruan tinggi kita yang jauh lebih maju ke depan akan dapat tercapai.
Wallahu a’lam bi al shawab.