JADIKAN KAMI HAMBAMU YANG SUKA BERSYUKUR
JADIKAN KAMI HAMBAMU YANG SUKA BERSYUKUR
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Sesungguhnya Allah, Tuhan yang Maha Kuasa, sudah memberikan kepada kita kenikmatan yang tiada taranya. Di antara nikmat yang besar terkait dengan fisik, misalnya adalah nikmat kesehatan. Melalui Kesehatan yang baik, maka kita bisa melaksanakan tugas kita sebagai khalifah fil ardh, untuk membangun peradaban dunia berbasis pada nilai moralitas keagamaan yang kita yakini kebenarannya. Tanpa kesehatan yang memadai, maka kita tidak akan bisa berbuat apa-apa di dalam kehidupan ini.
Coba jika dibayangkan, betapa besar nikmat Allah SWT dengan memberikan oksigen gratis kepada manusia seluruh dunia. Manusia di dunia yang jumlahnya kira-kira 6 (enam) milyar, semua mendapatkan oksigen yang sama dan cukup. Tidak ada yang kurang dan lebih. Semuanya mendapatkan porsi sebagaimana yang diperlukannya. Padahal harga oksigen itu mahal sekali. Apalagi jika terjadi kelangkaan oksigen seperti pada saat terjadinya Covid 19. Harga oksigen menjadi mahal dan tidak terkendali.
Tetapi Allah SWT memberikan oksigen gratis kepada 6 (enam) milyar penduduk dunia tanpa dipungut biaya sedikitpun. Pemberian oksigen gratis tersebut berlaku sepanjang usia manusia, dalam kisaran rata-rata 60-70 tahun. Oleh karena itu tidak pantas jika terdapat manusia yang tidak mensyukuri atas nikmat Allah yang sangat luar biasa kepada umat manusia tersebut. Namun demikian, kenyataannya banyak manusia yang tidak bersyukur kepada Allah bahkan kufur atas nikmat Allah dimaksud.
Rasul Allah adalah orang-orang yang pandai bersyukur, misalnya Nabi Ayyub alaihis salam disebut sebagai “abdan syakura”. Hamba Allah yang pandai bersyukur. Di saat senang, sedih dan sengsara maka tidak ada yang diucapkan dan dilakukannya kecuali bersyukur kepada Allah swt. Nabi Sulaiman alaihis salam, yang kaya raya dan sangat berkuasa juga selalu berdoa agar diberikan kekuatan untuk bersyukur. Dan tidak ada hentinya untuk bersyukur kepada Allah swt.
Nabi Muhammad SAW yang disebut sebagai hamba Allah yang “ma’shum” terlepas dari dosa pun masih terus bertasbih, beristighfar dan bersyukur kepada Allah SWT. Sayyidatina Aisyah pernah menceritakan bahwa Beliau tertidur dan sebelum tertidur beliau melihat Nabi Muhammad SAW melakukan shalat dan dzikir, saat bangun beliau masih melihat Nabi Muhammad SAW masih berdzikir, dan tertidur lagi dan ketika bangun didapati Nabi Muhammad SAW masih berdzikir kepada Allah, maka Aisyah kemudian bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: “untuk apa engkau melakukan ini semua ya Rasulullah. Padahal telah diampuni dosa-dosamu yang lampau dan masa datang?. Maka Nabi Muhammad SAW menjawab dengan ketawadhu’an: ‘afala takuna abdan syakura”. Yang artinya: “apakah tidak sepatutnya jika aku menjadi hamba yang pandai bersyukur”. Nabi Muhammad SAW yang sudah dijanjikan oleh Allah SWT menjadi orang yang tidak berdosa, yang ma’shum, ternyata masih melakukan shalat dan dzikir bahkan diceritakan kakinya sampai bengkak. Artinya, orang yang dipilih Allah SWT menjadi insan kamil atau manusia sempurna itu ternyata masih mengedepankan ibadah dan bersyukur kepada Allah SWT. Subhanallah.
Ada tiga hal yang menyebabkan kita memang seharusnya bersyukur kepada Allah SWT. Pertama, nikmat individual. Jika kita hitung, maka dipastikan kita tidak mampu menghitung betapa banyaknya nikmat Tuhan kepada kita secara individual. Nikmat biologis, nikmat prestasi, nikmat psikhologis dan sebagainya semuanya menjadi nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Nikmat makan dan minum, nikmat seksualitas, nikmat bisa bekerja dan mendapatkan rejeki, nikmat memperoleh jabatan, nikmat memperoleh kesehatan, nikmat mendapatkan kepuasan, nikmat atas rasa aman dan sebagainya yang kita rasakan secara individual.
Kedua, nikmat berkeluarga. Kita harus bersyukur kepada Allah SWT karena kita bisa berkeluarga. Memiliki istri atau suami, anak-anak, cucu-cucu atau dzurriyah, memiliki orang tua dan mertua yang baik. Melalui keluarga tersebut kita bisa berkasih sayang, bisa memiliki rasa saling memiliki, memiliki kegembiraan, memiliki rasa kepuasan, memiliki rasa tanggungjawab, memiliki penghasilan yang bermanfaat, memiliki tempat tinggal, memiliki rasa damai dan sebagainya. Kita harus bersyukur kepada Allah SWT karena kenikmatan demi kenikmatan yang kita dapatkan ini. Betapa lengkapnya kehidupan yang Allah SWT desain untuk kita. Sungguh Allah tidak pernah membuat kita hidup sia-sia tanpa makna.
Memang ada plus dan minusnya di dalam kehidupan berkeluarga, akan tetapi saya yakin bahwa plusnya atau kebaikannya akan lebih banyak dibanding minusnya atau kekurangannya. Yang penting kita harus memahami apa plus dan minusnya, sehingga kita akan bisa menempatkan diri dan keluarga dalam nuansa yang saling membahagiakan.
Ketiga, nikmat dalam kehidupan sosial. Sebagai anggota masyarakat kita mesti bersyukur. Kita hidup di Indonesia yang aman dan damai, tenteram dan nyaman. Apapun status sosial kita, tetapi yang pasti kita tidak hidup dalam peperangan atau konflik sosial. Kita hidup dalam masyarakat yang mengedepankan perdamaian dan persaudaraan. Kita hidup dalam sebuah negeri yang toto tentrem karto raharjo. Negeri yang aman dan tenteram, yang berkecukupan dan berkesejahteraan. Memang masih ada yang belum bisa menikmati kesejahteraan sepatutnya, akan tetapi sesungguhnya prasyarat kesejahteraan itu sudah ada, yaitu kerukunan, keharmonisan dan keselamatan di dalam kehidupan. Kita juga dapat beribadah dengan tenang. Kita dapat rekreasi dengan tenang. Kita dapat berkuliner dengan tenang. Kita bahkan dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa gangguan dari lingkungan kita.
Oleh karena itu sudah pantas jika sebagai individu, anggota keluarga dan anggota masyarakat terus bersyukur kepada Allah SWT. Rasanya, nikmat Allah manalagi yang kita dustakan.
Wallahu a’lam bi al shawab.