• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

EMAK HAJAH MUTMAINNAH, AKU MENGENANGMU.

EMAK HAJAH MUTMAINNAH, AKU MENGENANGMU.

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Pagi ba’da shubuh, saya lalu membaca yasin dan tahlil, saya khususkan kepada Emak Hajjah Mutmainnah binti Ngateman, yang barusan sore, Kamis  17 November 2022, pukul 18 WIB, Beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Isteri saya, Indah, pagi itu mengirimkan ucapan bela sungkawa yang dikirimkan kepadanya oleh Prof. Dr. Nizar Ali, MAg, Sekjen Kemenag RI. Tiba-tiba air mata saya berlinang, mengingat pada saat mertuwa perempuan saya itu telah meninggal. Dan saya harus berada di Jakarta.

Saya  bersama tim Komisi Seleksi (Komsel) untuk  Calon Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tim ini sebenarnya terdiri dari tujuh orang, diketuai oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis), Prof. Dr. Mohammad Ali Ramdlani, kemudian Sekjen Kemenag, Prof Dr. Nizar Ali, Prof. Dr. Abdurrahman Mas’ud, Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, Prof. Dr. Ridlwan Nasir, Prof. Dr. Aflatun Muchtar, dan saya. Pak Rahman sakit, sehingga tidak bisa hadir dan Pak Syafiq harus mengikuti acara di Mu’tamar Muhammadiyah di Solo. Maka, saya tentu harus hadir penuh acara fit and proper test bagi calon rector ini, dengan resiko saya tidak segera bisa pulang. Sebab kalau saya pulang tentu hanya tinggal empat saja. Itulah yang menyebabkan saya harus tetap tinggal di Jakarta, di Hotel Santika ICE BSD Serpong, sampai acara ini selesai.

Saya tentu bicarakan hal ini dengan isteri saya, dan beliau dengan lapang dada menyatakan “gak apa-apa, selesaikan tugas saja”, yang meninggal sudah diurus oleh yang ada di rumah. Jam 20 malam ini langsung dikuburkan”. Sebuah pemahaman yang luar biasa, bahwa di saat seperti ini masih bisa memberikan pandangan yang melegakan semua pihak. Saya tidak membayangkan juga bahwa acara ini tidak memenuhi korum tim Komsel, sehingga harus dibatalkan. Saya  sebenarnya sudah merotasi jadwal kepulangan saya  hari Sabtu, 20 November 2022 pukul 12.00 WIB. Saya merubah jadwal pulang ke Surabaya, pada Hari Jum’at pukul 19.00 WIB. Perubahan tiket ini sudah diurus oleh Pak Mustaqim, Pendis Kemenag RI. Tetapi akhirnya harus saya putuskan untuk pulang lebih awal menjadi Jum’at siang, jam 13.00 WIB dengan harapan masih bisa mengikuti acara tahlilan dan yasinan yang lazim bagi keluarga saya. Saya kontak Jemi untuk mengurus perubahan tiket ke Surabaya. Saya merasakan betapa ada sesuatu yang membuat saya menangis karena ketidakhadiran saya di sisinya, pada saat Beliau pergi ke alam baka. Untunglah Isteri saya bisa menungguinya sambil membaca surat Yasin, sebagaimana tradisi di dalam keluarga saya.

Tiba-tiba saya menjadi teringat kematian Mbah saya, Ismail, yang saya juga tidak tahu karena harus kembali ke Surabaya untuk ujian komprehensif pada program sarjana pada Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, tahun 1983. Saya teringat pada hari Sabtu saya pulang ke Tuban dan jam 16.00 sore saya  kembali ke Surabaya. Saya pamit bahwa besuk hari Senin jam 09.00 WIB saya harus ujian, maka Beliau berkata: “jika saya sampai hari Selasa masih hidup, maka usia saya masih akan panjang, tetapi rasanya sudah tidak lagi. Sebab buyut kamu semua sudah mengajak saya pergi ke alam barzakh. Hati-hati dan moga-moga lulus”. Saya waktu itu menjawabnya: “saya besuk Senin akan pulang lagi”. Saya kecup keningnya, dan setelah itu saya diantar Bapak Ro’is, ke jalan raya. Kira-kira jam 18.00 WIB Mbah saya meninggal. Pagi harinya baru dikuburkan. Dan ketika saya pulang hari Senin, di ujung jalan menuju ke rumah,  saya diberitahu orang kampung, bahwa Embah saya sudah dikuburkan.

Ingatan seperti ini, yang juga terjadi pada saat Emak mertuwa saya pulang ke haribaan-Nya. Saya pergi ke Jakarta untuk tugas kenegaraan, memilih calon rector, dan saya tidak tahu bahkan tidak tahu penguburannya karena sedang melaksanakan tugas ini. Padahal pada hari Selasa yang lalu saya menjenguknya, dan saya tahu bahwa kondisinya memang semakin melemah. Saya memang setiap pekan menjenguknya. Dan sebagaimana biasanya, saya mendoakannya di sampingnya memohon kepada Allah jalan terbaik baginya. Jika Allah berkehendak menyembuhkannya agar segera disembuhkan dan jika memang sudah saatnya harus kembali ke hadirat-Nya agar segera ditakdirkannya.

Sudah lebih dari satu bulan Beliau tidak berkehendak untuk makan nasi. Hanya minuman air atau minuman yang disukainya yang masuk ke dalam tubuhnya. Kondisinya semakin melemah dan semakin melemah. Dan akhirnya memang harus menghembuskan nafas terakhirnya pada saat saya tidak bisa hadir di sampingnya. Untunglah isteri saya masih bisa hadir tepat waktunya. Isteri saya juga sering menginap di rumahnya pada akhir-akhir ini.

Bagi saya, Emak mertuwa saya ini orang yang sangat baik. Orang yang ikhlas dan religiositasnya sangat baik. Pada waktu masih sehat nyaris setiap lima waktu shalat wajib hadir di masjid dekat rumahnya. Jarang meninggalkan shalat jamaah. Jika saya datang ke rumahnya, selalu saya cium tangannya dan dengan senyumannya menyambut saya datang. Beliau orang yang tidak banyak bicara. Jika saya datang selalu dinyatakan: “gak ada makanan apa-apa”. Meskipun akhirnya saya makan juga di rumahnya. Beliau adalah orang yang keras mendidik anak-anaknya. Ibadah anak-anaknya baik karena semenjak kecil dididik untuk melakukan agamanya. Yang membahagiakan saya juga karena Beliau sudah pergi haji. Suatu ibadah untuk menyempurnakan keislamannya. Dengan kepergiannya ke alam kubur, maka tidak ada lagi orang tua yang menyambut saya dengan kehangatan kasih sayangnya.

Sama seperti ketika sedang sehat, maka kala sedang sakitpun kalau saya pamit pulang ke Surabaya, pasti yang diucapkannya: “maafkan kesalahan saya”. Lalu saya pasti menimpali dengan ucapan: “sebaliknya Mak, saya juga minta maaf”. Sekarang tentu tidak ada lagi ucapan-ucapan seperti itu. Beliau sudah surut ing kasidan jati. Beliau sudah menemui ajalnya yang sejati. Rohnya sudah kembali ke alam kesejatian, yaitu alam roh di alam barzakh, yang nanti akan terus ke alam akherat. Dan semua manusia yang hidup akan mengalami hal yang sama.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Laha al fatihah…

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..