THE POWER OF SHALAWAT
THE POWER OF SHALAWAT
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Di dalam acara pengajian ba’da subuh yang diselenggarakan di Masjid al Ihsan Perumahan Lotus Regency, saya menyampaikan satu pesan khusus agar kita bisa mendawamkan bacaan shalawat, karena shalawat itu memiliki power yang luar biasa bagi umat Islam. Acara ceramah ba’da shubuh ini dilaksanakan setiap hari Selasa, dan tema ini bertepatan saya sampaikan pada hari Selasa, 13 September 2022.
Mengapa shalawat penting dan menjadi salah satu substansi di dalam ajaran Islam? Tentu tidak main-main jika kita melantunkan shalawat kepada nabi Muhammad SAW, sebab Allah dan malaikat saja menyampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalam salah satu ayat Alqur’an, Surat Al ahzab 56, dinyatakan bahwa “sesungguhnya Allah dan Malaikatnya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Wahai manusia yang beriman bershalawatlah kamu kepada Nabi Muhammad saw dan ucapkanlah salam penghormatan kepada-Nya ”.
Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang utama. Manusia yang dikaruniai keutamaan, manusia yang dikaruniai keberkahan dan manusia yang dipenuhi dengan kerahmatan oleh Allah azza wa jalla. Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya makhluk di dunia yang memperoleh kesempatan untuk menghadap Allah SWT secara langsung dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Suatu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam, karena pada waktu Nabi Muhammad SAW ini menghadap Allah, maka di situlah Allah memerintahkan agar umat Islam menjalankan shalat wajib lima kali sehari. Shalat secara substansial merupakan bentuk relasi antara manusia dengan khaliknya, Allah SWT.
Tidak ada satupun makhluk di dunia ini yang dapat berhubungan secara tawajjuh kepada Allah SWT. Malaikat Jibril yang bisa dinyatakan sebagai humasnya Allah SWT, karena sebagai penyampai wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW ternyata tidak diberi kekuasaan untuk menghadap-Nya. Padahal dalam kehidupan di dunia, humas selalu dapat perintah langsung dari atasannya. Surat Al A’raf, 143, bercerita tentang Nabi Musa AS pernah juga diberi peluang untuk bertemu dengan Allah, sayangnya bahwa Gunung Thursina (Sinai) yang dijadikan sebagai tempat bertemu harus meletus karena tidak mampu untuk menjadi ajang pertemuan dan bahkan Nabi Musa AS juga pingsan. Tidak ada satupun kekuatan yang mampu menjadi “tempat” Allah termasuk tidak ada satupun manusia selain Nabi Muhammad yang diberi kekuatan dan kekuasaan oleh Allah yang bisa “bertemu” dengan Allah.
Shalawat adalah ajaran substansial yang bisa mempertemukan kita dengan Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT. Jika kita membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, maka dipastikan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW akan menyambutnya. Jika kita membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW sekali, maka Allah SWT akan membalas dengan pahala sebanyak 10 kali. Bisa dibayangkan jika ada hamba Allah yang membaca 1000 kali dan ada yang 10.000 kali shalawat. Rasanya Allah dan Rasulullah Muhammad SAW akan sangat mencintainya. Subhanallah.
Ajaran agama itu penuh dengan harapan dan janji yang diberikan kepada manusia oleh Allah SWT. Allah SWT menjanjikan surga dan kebahagiaan maka dipastikan Allah SWT tidak akan mengingkari janji. Innallaha la yukhliful mi’ad. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji. Agama juga penuh harapan. Agama menjanjikan kepada umatnya untuk berbuat kebaikan, amar ma’ruf nahi mungkar. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dipastikan bahwa orang yang mengajak tentu sudah melakukannya. Yang mengajak tentu sudah melakukan, sehingga bisa menjadi contoh atas orang yang diajaknya.
Manusia sesungguhnya diberikan peluang yang sangat besar untuk bisa mengabdikan diri kepada Allah. Hanya saja karena factor-factor duniawi sehingga terpengaruh tidak melakukan apa yang diperintahkan Allah. Itulah sebabnya bagi orang yang melakukan perintah Allah maka dipastikan akan mendapatkan pahala dan ganjaran yang besar adalah mendapatkan ridhonya untuk memasuki surga.
Membaca shalawat adalah bagian dari kehendak Allah, sehingga orang yang membaca shalawat juga dipastikan akan memperoleh ganjaran dari Allah. Tetapi jangan lupa bahwa kita harus menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai perantaranya atau washilahnya. Allah mengetahui tentang siapa kita, apa yang kita lakukan, apa yang kita pikirkan dan kita lakukan, tetapi kita tidak mengetahui Allah karena Allah merupakan dzat yang rahasis atau sir. Itulah sebabnya kita seharusnya berwashilah kepada Nabi Muhammad SAW. Muhammad SAW memang washilah kita kepada Allah. Maka ketika kita berdoa, berdzikir, dan lainnya yang terkait dengan ritual keagamaan, maka keutamaannya adalah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai perantaranya.
Marilah kita ingat bahwa di antara Nabi dan Rasul yang diberi otoritas untuk memberi syafaat kepada manusia di hari mahsyar adalah Nabi Muhammad SAW. Maka berbahagialah orang yang bisa menjadikannya sebagai washilah kita untuk bertemu dengan Allah fi yaumil akhirah. Amin.
Wallahu a’lam bi al shawab.