Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

RELAKSASI SPIRITUAL MELALUI ZIARAH MAKAM SUNAN AMPEL

RELAKSASI SPIRITUAL MELALUI ZIARAH MAKAM SUNAN AMPEL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Manusia memang memiliki kebutuhan khusus yang tidak dimiliki oleh binatang apapun di dunia, yaitu kebutuhan spiritual. Melalui pemenuhan kebutuhan spiritual, maka manusia bisa bercengkerama dengan yang diyakini sebagai Tuhan, Yang Sacral, Yang Maha Tahu dan Yang Maha Kuasa. Tuhan memang memiliki kekuatan dan pengetahuan atau omnipotent dan omniscience. Suatu kekuatan dan pengetahuan yang tidak dimiliki makhluknya termasuk manusia, apalagi binatang lainnya.

Kebutuhan khusus  yang mengantarkan manusia untuk melakukan ritual-ritual dengan berbagai varian. Bahkan untuk mengorbankan dirinya sendiri. Keinginan untuk mati syahid di era modern  ternyata  bisa mengantarkan manusia untuk menjadi martir atau menjadi pengantin bom bunuh diri. Jihad  dimaknai sebagai membela ajaran agama yang diyakini sebagai satu-satunya kebenaran, sehingga membuat nyalinya berlipat-lipat untuk mati dalam ritual bunuh diri. Orang juga rela untuk mengorbankan perempuan dalam persembahan bagi Dewa Sungai Nil di masa sebelum Islam datang ke Mesir. Orang juga rela untuk menerjang dentuman senjata karena membela agamanya. Semua  menggambarkan bahwa kematian, pengorbanan dan pemujaan yang dipedomani oleh agama bisa menjadi ritual dalam hasrat reilgius .

Tetapi juga terdapat ritual-ritual untuk kesejahteraan,  kebahagiaan atau ketenangan jiwa.  Shalat, dzikir, puasa, haji dan sebagainya merupakan cara manusia “bercengkerama” dengan Tuhannya melalui upayanya untuk mendekati Tuhan atau taqarrub ilallah. Pasca melakukan ritual kemudian seseorang merasa ada kebahagiaan yang menyelimuti dirinya. Tuhan memang memberikan cara bagi manusia untuk memenuhi gelegak keinginan spiritual melalui ajaran agamanya. Misalnya orang memasuki ajaran-ajaran tasawuf untuk masuk ke dalam kedalaman beragama. Tasawuf diyakini sebagai corak beragama yang esoteris, beragama yang mengedepankan “rasa” bukan “pikiran”.

Di antara yang bisa menjadi sarana untuk memenuhi gelegak spiritualitas adalah berziarah atau mengunjungi makam para auliya. Meskipun beberapa ahli menyatakan bahwa semakin secular dan modern sebuah masyarakat, maka akan kehilangan relasinya dengan dimensi ketuhanannya, akan tetapi hipotesis ini tak sepenuhnya benar. Pada masyarakat yang semakin modern maka juga semakin banyak yang tetap menjalankan agama yang diyakini kebenarannya. Misalnya fenomena tasawuf perkotaan atau urban sufism, atau kecenderungan masyarakat untuk mengunjungi makam-makam auliya. Misalnya kunjungan ke Makam Kanjeng Sunan Ampel, Makam Syekh Ibrahim Asmaraqandi, Makam Sunan Bonang, Makam Sunan Kalijaga, Makam Sunan Kudus, Makam Sunan Muria, Makam Sunan Drajad dan sebagainya. Tidak hanya masyarakat pedesaan yang melakukannya tetapi juga masyarakat perkotaan. Ada tema-tema kunjungan, misalnya kunjungan Wali Songo, Wali Tujuh, Wali Lima, Wali Jawa Timur dan sebagainya. Bahkan ada juga kaum akademisi yang terlibat di dalam acara-acara ziarah. Mereka rela untuk berhari-hari berziarah dari satu makam wali ke makam wali lainnya.

Pada Selasa malam, 02/08/2022, ba’da shalat Magrib, kami secara sengaja berziarah ke makam Kanjeng Eyang Sunan Ampel. Beberapa orang crew nursyamcentre.com menyertai kunjungan ke makam Eyang Sunan Ampel tersebut. Ada Gus Khobir, Gus Miftah, Gus Chabib, Gus  Yusrol, dan Gus Iyan. Di dalam hal ilmu keagamaan, maka yang menjadi imamnya adalah Gus Khobir karena dia adalah hafidz Alqur’an. Meskipun saya yang paling senior usianya, akan tetapi dalam kealiman keagamaan tentu Gus Khobir yang terbaik. Saya tentu tidak bisa menggambarkan perasan dan batin keagamaan pada masing-masing peziarah, biarlah hal tersebut menjadi kekayaan batinnya, tetapi yang jelas bahwa pengalaman keberagamaan tentu bercorak sangat individual, sehingga tidak bisa dialami dalam kesamaan dengan lainnya. Pengalaman beragama sangat bercorak individual. Saya kira sudah dijelaskan dengan sangat memadai oleh para ahli psikhologi, misalnya William James dalam karyanya “The Varieties of Religious Experience”.

Saya juga memahami mengapa makam para wali itu dikunjungi oleh kaum santri. Pengunjung makam tersebut terdiri dari lelaki dan perempuan, bahkan cenderung satu keluarga. Tidak jarang dijumpai anak-anak yang terlibat di dalam upacara ziarah. Di antara tujuan atau in order to motive dalam kunjungan makam wali adalah untuk mengaitkan gelegak spiritualnya atau keinginan untuk merajut kehidupan spiritualnya dengan para wali yang diyakini merupakan orang yang menjadi pilihan Allah untuk menyebarkan ajaran agamanya di masa lalu. Para wali adalah penyebar Islam  dan diyakini memiliki kharisma dan kekuatan spiritual yang sangat tinggi.

Orang yang datang berziarah ke Makam Kanjeng Eyang Sunan Ampel adalah mereka yang merasakan betapa pentingnya peran para auliya itu dalam sejarah pengembangan Islam di Nusantara. Sunan Ampel adalah seorang wali yang lahir di Champa dan kemudian menjadi penyebar Islam di Nusantara. Tidak hanya di Surabaya tetapi di seluruh Jawa, dan wilayah Indonesia bagian Timur. Masyarakat Islam sangat berhutang budi atas peran Sunan Ampel dalam menjadikan masyarakat Nusantara menjadi masyarakat Islam. Masyarakat Nusantara yang semula menjadi pemeluk ajaran Hindu dan Buddha serta keyakinan lokal lainnya lalu menjadi pemeluk Islam setelah mendapatkan cahaya dakwah para wali.

Bisa  dibayangkan betapa susahnya untuk menjadikan masyarakat Nusantara sebagai masyarakat Islam. Mereka telah memeluk agama yang diyakini benar dengan kekuasaan raja dan para pemuka agama yang tangguh, tetapi akhirnya bisa diubah keyakinannya tersebut untuk menjadi beragama Islam. Jika para wali itu bukan orang yang memiliki kharisma dan kekuatan spiritual maka dipastikan tidak akan bisa menjadikan masyarakat Hindu dan Buddha  menjadi masyarakat Islam.

Mempelajari atas peran social religious para wali itu, maka masyarakat Indonesia kemudian berziarah ke makamnya bukan untuk meminta pertolongan, akan tetapi menjadikannya sebagai washilah kepada Allah SWT. Diyakini bahwa sebagai orang yang terpilih pasti orang yang terdekat dengan Allah. Maka dengan kedekatannya kepada Allah,  maka para wali dapat dijadikan sebagai perantara agar doa lebih mudah terkabul. Tentu juga harus diyakini bahwa doa kita bisa saja terkabul tanpa perantara wali, tetapi juga dapat diyakini bahwa dengan berwashilah kepada wali maka doa itu akan lebih cepat terkabul. Dunia  keyakinan tentu  tidak bisa diverfikasi dengan pendekatan rasional semata.

Saya dan kawan-kawan tentu membaca surat Yasin, tahlil dan doa. Doa kita juga sebagaimana doa yang kita baca dalam keseharian. Tetapi yang membedakan adalah “rasa” yang lebih mendalam, karena kita berdoa dalam maqam yang diyakini sebagai tempat yang mengandung aura spiritual. Dan tentu cara ini ditempuh untuk melampiaskan kepenatan pikiran dan perasaan yang dijejali dengan urusan duniawi dan sekali waktu kita refreshing dengan menziarahi makam suci karena memang disucikan oleh Allah SWT.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..