• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

RINDU MUDIK: MASYARAKAT DAN HARI RAYA

RINDU MUDIK: MASYARAKAT DAN HARI RAYA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Tidak ada yang lebih menyenangkan bagi masyarakat Indonesia kecuali bisa melakukan mudik atau pulkam pada waktu hari raya. Suatu kebahagiaan di hari raya adalah bisa berkumpul keluarga besar dengan segala pernak-perniknya yang berupa kue-kue produk daerah dan juga minuman khas daerah. Sungguh masyarakat bisa melampiaskan rasa rindunya tersebut pada tahun 2022 M atau tahun 1443 H setelah dua tahun tidak bisa mudik karena Pandemi Covid-19.

Pada tahun ini, maka pemerintah memberikan kelonggaran, bahkan Presiden Jokowi juga menyatakan dan diunggah di berbagai media sosial tentang kebolehan untuk melakukan mudik dengan mempertahankan protocol Kesehatan. Menurut Pak Presiden, bahwa yang sudah vaksin booster, maka bebas tidak terkena aturan harus rapid test atau PCR. Itulah sebabnya, masyarakat berbondong-bondong untuk vaksin booster agar bisa mudik dengan bebas. Termasuk saya juga mengikuti vaksin booster, karena jarak antara vaksin kedua dan vaksin booster sudah selama enam bulan. Keluarga saya semuanya sudah melakukan vaksin booster tentu terkait dengan keinginan agar semakin baik ketahanan tubuh atau herd immunity.

Sebegitu pentingnya mudik atau pulkam sehingga masyarakat rela untuk macet berjam-jam di jalanan. Bahkan putri saya dan keluarganya juga harus melalui perjalanan panjang dari Bekasi ke Tuban via tol selama 17 Jam. Dari Bekasi jam 6.00 WIB lalu sampai di Ngawi jam 22.00 WIB dan kemudian lewat jalur Ngawi, Padangan, Senori, Montong dan Merakurak dan akhirnya sampai di rumah pukul 24.00 WIB. Tetapi rona kebahagiaan itu tetaplah terpancar meskipun berjam-jam di atas mobil dengan tiga anaknya yang masih kecil-kecil.

Inilah makna pulkam, yaitu ingin memperoleh kebahagiaan bersama keluarga besarnya. Semua keluarga memang berkumpul di rumah Embahnya di Desa Semampir Sembungrejo, Merakurak Tuban. Yang dari Surabaya juga pada hari H Idul Fitri semuanya datang di sini. Kerinduan akan bertemu dengan seluruh saudara sekandung dan juga keluarga besar dapat mengalahkan rasa capai dan keletihan sebagai akibat perjalanan yang macet karena semuanya memiliki keinginan yang sama, pulang kampung. Kemudian, pada hari ketiga dari hari raya, maka semua keluarga saya berkumpul di Desa Kutogirang, Ngoro Mojokerto. Perjalanan ini harus ditempuh selama lima jam. Biasanya kalau bukan hari raya cukup waktu tiga jam saja. Gilirannya kita bertemu di rumah Embahnya di desa tersebut.

Ritual pulkam ini adalah ciri khas Islam keindonesiaan. Tidak didapati tradisi ini di negara lain meskipun sesama umat Islam. Tradisi pulkam  tentu dimulai pada saat semakin banyaknya orang-orang desa yang bermigrasi ke kota. Urbanisasi dari desa ke kota  menyebabkan akhirnya semakin banyak yang datang ke kota. Tentu ada yang berhasil. Merekalah yang kemudian menjadi factor pendorong dan penarik terjadinya urbanisasi di Indonesia. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Semarang, Makasar, Padang, Palembang dan Medan lalu banyak pendatang yang mengais rezeki di sana. Pada waktu hari raya itulah momentum mereka pulkam untuk kembali ke desa dalam rangka bernostalgia dan bertemu dengan kerabat dan sahabatnya.

Saya memang belum pernah merasakan mudik dari Jakarta ke Surabaya. Tetapi nyaris setiap tahun juga harus pulkam ke Tuban dan Mojokerto. Dua lokasi yang harus saya datangi sebagai ekspresi penghormatan kepada orang tua.  Di sinilah momentum untuk memohon maaf atas semua kekhilafan dan kesalahan dari anak kepada orang tua. Saya dahulu diajari oleh Bapak saya dalam Bahasa Jawa untuk menyatakan: “ngaturaken sedoyo kalepatan kulo ingkang mboten angsal izine syara’ mugi lebur dinten niki,   nyuwun pangapunten lahir lan batin”.  Yang artinya: menghaturkan segala kekehilafan saya atas perilaku yang tidak sesuai dengan syariat moga terhapuskan hari ini, mohon maaf lahir dan batin”. Ucapan ini masih saya jadikan sebagai pedoman kala saya harus memohon maaf kepada orang tua dan juga kepada orang yang lebih tua ketimbang saya serta kerabat-kerabat saya yang sepadan usianya.

Ucapan seperti ini sudah jarang kita dengar dari anak-anak muda. Generasi muda sekarang lebih efektif dalam meminta maaf, misalnya dengan perkataan: “minal aidzin wal faizin, maaf ya atas semua kesalahan”. Bahkan ada yang lebih efektif dengan menyatakan: “nol nol ya” atau pernyataan: maaf bro”. Ucapan ini adalah ungkapan kesetaraan dan persahabatan. Tentu tidak kurang dalam berbagai ucapan ini, sebab intinya adalah memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukannya.

Dua tahun terakhir kita melakukan mudik dengan media sosial. Mudik virtual atau pulkam virtual. Rasanya mudik virtual tidak dapat mewakili perasaan yang sesungguhnya dalam bersilaturrahmi. Tidak ada “getaran” bertemunya mata dengan mata, ucapan dengan ucapan, tangan dengan tangan  dan hati dengan hati. Permohonan ampunan dengan media sosial hanya memenuhi kewajiban saja tetapi tidak memenuhi hasrat hati dan perasaan. Inilah yang hilang di dalam silaturahmi virual, pulkam virtual atau mudik virtual. Meskipun kita bisa menggunakan video call, akan tetapi tidak mampu untuk menghadirkan fisik dan batin sekaligus, jasad dan nafsu sekaligus. Makanya, tetap ada yang kurang dalam mudik virtual.

Pada tahun 2022 ini sungguh telah terjadi perubahan yang sangat drastic dalam berbagai aspek kehidupan. Masjid dan lapangan penuh sesak dengan jamaah shalat idul fitri, jalanan penuh sesak dengan mobil untuk mudik, tempat rekreasi penuh dengan pengunjung,  hotel dan restoran juga penuh dengan pendatang. Semua menjadi indicator bahwa roda keagamaan, ekonomi dan sosial budaya juga sudah bergerak ke arah yang positif.

Para politisi juga sibuk unjuk diri dengan baliho ucapan hari raya, menyelenggarakan open house, memberikan santunan dan melakukan berbagai hal sebagai citra diri orang yang “bersahabat” dan “peduli” dengan kehidupan sosial. Apapun tujuannya bahwa hari raya memang moment yang tepat untuk melakukan kebaikan-kebaikan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..