PUASA DALAM PERSPEKTIF KESEHATAN FISIK DAN JIWA
PUASA DALAM PERSPEKTIF KESEHATAN FISIK DAN JIWA
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Saya mendapatkan tugas untuk memberikan ceramah sesuai dengan jadwal saya, yaitu hari Ahad. Setiap hari Ahad saya harus menjalankan tugas ceramah tujuh menit (kultum) ba’da Shalat Isya’ sebelum shalat Tarawih di Masjid Al Ihsan, kali ini untuk tanggal 17/04/2022. Sebagaimana biasa ceramah ini saya mulai dengan membaca Surat Alfatihah, semoga dengan membaca Surat Alfatihah maka segala urusan kita dimudahkan oleh Allah dan diberikan berkah di dalam kehidupan kita. ‘ala hadiyin niyah wa ‘ala kulli niyatin shalihah alfatihah…
Kali ini saya akan memberikan materi tentang “Puasa dalam Perspektif Kesehatan”. Sebuah hadits Nabi Muhammad SAW, dinyatakannya: “shumu tasihhu”. Yang artinya: “Berpuasalah kamu agar kamu sehat”. Jadi puasa menjadi salah satu instrument dalam kerangka untuk memperoleh kesehatan. Di dalam Islam, kesehatan itu tidak hanya terkait dengan kesehatan fisik dan juga kesehatan non fisik (jiwa). Kesehatan fisik dapat dibuktikan dengan ketiadaan penyakit di dalam tubuh. Artinya tidak bersarang penyakit apapun di dalam tubuh manusia. Misalnya: sakit maag, sakit jantung, sakit paru-paru, kolesterol, asam urat, diabet, sakit kepala dan penyakit lain yang mengganggu fisik. Puasa sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dapat menjadi instrument untuk mengeliminasi banyak penyakit. Dan apakah benar bahwa puasa dapat menghilangkan sejumlah penyakit, maka Prof. Yoshinori Ohsumi, pemenang Hadiah Nobel Kesehatan dari Jepang telah melakukan penelitian dan ternyata “puasa dapat menjadi salah satu upaya untuk menjaga kesehatan”.
Konsep yang digunakan adalah autopaghy yang artinya memakan diri sendiri. Di dalam konsep kesehatan adalah kemampuan sel dalam tubuh untuk memakan atau menghancurkan komponen tertentu di dalam sel itu sendiri. Jadi ketika puasa berlangsung maka ada sel-sel dalam tubuh yang tidak fungsional kemudian diperbaiki atau didegradasi. (Tribunnews.com 31/05/2019). Jadi, ada kebenaran dari Sabda Nabi Muhammad SAW tentang puasa sebagai sarana menjaga kesehatan dilihat dari kajian science. Tidak hanya puasa Ramadlan saja yang bisa menghasilkan kesehatan fisik tetapi juga puasa sunnah lain misalnya puasa Senin dan Kamis, atau puasa Dawud dan puasa sunnah lainnya. Jika akhir-akhir ini banyak dilakukan berbagai jenis diet untuk menguruskan atau mengurangi berat badan, maka sesungguhnya inspirasinya dari puasa sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Bagi masyarakat Nusantara, khususnya masyarakat Jawa yang memiliki kedalaman spiritualitas, maka puasa merupakan instrumen untuk menggapai tujuan kehidupan yaitu bertemunya roh dalam dirinya dengan Tuhannya. Di antara yang sungguh dapat menjadi instrument adalah puasa. Di dalam cerita-cerita kewalian, maka Kanjeng Sunan Kalijaga melakukan puasa dan bersemedi atau shalat daim untuk bertemu dengan Tuhan melalui pasa mbatang atau puasa di atas air dalam waktu yang lama. Maka juga terdapat pasa pati geni, pasa ngebleng, pasa mutih dan sebagainya. Semua ini dilakukan dalam kerangka melatih jiwa atau nafs agar jiwa atau nafsunya menjadi nafsu mutmainnah atau nafsu yang tenang dan sebagai medium untuk menjalani kehidupan spiritual. Jadi puasa memiliki dimensi batiniyah yang sangat mendalam.
Puasa tidak hanya menghasilkan kesehatan fisik tetapi juga kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa itulah yang disebut sebagai qalbun salim atau hati yang sehat. Di dalam pepatah Arab disebutkan bahwa “Qalbun salim fi jismin salim. Jadi hati yang sehat ada pada badan yang sehat. Hati sehat adalah hati yang mengarahkan perilaku manusia kepada kebaikan dan kemaslahatan. Bukan hati yang mengarahkan kepada kejelekan dan kemadharatan. Hati yang mengarahkan otak untuk mengatur mekanisme tubuh pada upaya untuk berbuat baik yang sesuai dengan perintah agama. Di dalam Islam disebutkan bahwa hati adalah bagian tubuh yang sangat vital karena menjadi sumber kebaikan atau kejelekan perilaku manusia. Jika hatinya baik maka baiklah seluruh perilakunya dan jika hatinya jelek maka akan jeleklah seluruh perilakunya.
Dengan puasa sebenarnya Allah mengajari manusia agar badannya sehat dan jiwanya juga sehat. Jadi jiwa dan raga bukan raga dan roh. Sebagaimana yang sering saya sebutkan bahwa roh itu netral dan yang mendinamisasi manusia adalah jiwa atau nafsu dan badan atau raga. Hati sebagai tempat bersemayamnya nafsu itu yang mengarahkan otak manusia untuk melakukan sesuatu tindakan dan otak kemudian memenej seluruh perintah hati sesuai dengan yang dipahaminya. Jadi otak bukanlah sumber perintah tetapi coordinator perintah dan anggota tubuh lainnya adalah pasukan yang melakukan perintah.
Puasa kiranya bisa menjadi penyeimbang agar manusia berada di dalam kehidupan yang stabil antara dunia fisik dengan dunia batin atau dunia fisik dengan jiwa. Puasa sebenarnya merupakan suatu amalan ibadah yang sangat special, sebab tidak ada ibadah yang dapat memberikan keseimbangan antara kesehatan badan dan kesehatan jiwa. Jika keduanya sehat, maka dipastikan bahwa manusia akan melakukan kebaikan sebagaimana perintah agamanya.
Berbahagialah orang yang bisa berpuasa dengan benar, sebab dengan melakukan puasa sesuai dengan perintah Allah maka jaminannya adalah bertemunya roh manusia dengan Tuhan kelak, sebagaimana dinyatakan: “bahwa ada dua kebahagiaan manusia yang berpuasa, yaitu bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika bertemu Tuhannya”.
Wallahu a’lam bi al shawab.