MAKNA PUASA DALAM PERSPEKTIF SOSIAL
MAKNA PUASA DALAM PERSPEKTIF SOSIAL
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Saya mendapatkan tugas untuk memberikan ceramah sesuai dengan jadwal saya, yaitu hari Ahad. Setiap hari Ahad saya harus menjalankan tugas ceramah tujuh menit (kultum) ba’da Shalat Isya’ sebelum shalat Tarawih di Masjid Al Ihsan, kali ini untuk tanggal 17/04/2022. Sebagaimana biasa ceramah ini saya mulai dengan membaca Surat Alfatihah, semoga dengan membaca Surat Alfatihah maka segala urusan kita dimudahkan oleh Allah dan diberikan berkah di dalam kehidupan kita. ‘ala hadiyin niyah wa ‘ala kulli niyatin shalihah alfatihah…
Ada tiga hal yang sampaikan di dalam ceramah ini, yaitu: pertama, marilah kita terus bersyukur atas nikmat Allah yang sedemikian besar untuk kita semua. Nikmat Allah yang besar adalah nikmat kesehatan, sehingga kita bisa melakukan ibadah puasa dan juga dapat melaksanakan ibadah-ibadah lain sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah. Semoga dengan terus menerus bersyukur kepada Allah zhahiran wa bathinan kemudian Allah akan menambahkan nikmatnya untuk kita semua. Amin.
Kedua, puasa adalah pelatihan sosial untuk kita semua. Allah memang sengaja mengajari kita semua, umat Islam, untuk berlatih mengembangkan paham, sikap dan tindakan sosial yang relevan dengan kebutuhan kita sebagai manusia. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial. Artinya, manusia merupakan makhluk yang memiliki kebutuhan sosial, selain kebutuhan fisik dan kebutuhan integrative. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk bersosialisasi diri dengan lingkungan sosial, sedangkan kebutuhan fisik adalah kebutuhan untuk memenuhi kepentingan fisik (biologis) dan kebutuhan integrative (gabungan kedua kebutuhan fisik dan sosial) adalah kebutuhan untuk berkasih sayang, berketuhanan dan sebagainya.
Puasa merupakan ajaran untuk melatih manusia agar: 1) memiliki kepekaan sosial. Bisa dinyatakan bahwa puasa merupakan ajaran yang coraknya fisikal artinya menahan makan minum dan perbuatan seksual di siang hari. Selain tentu saja adalah larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan puasa. Melalui puasa manusia diminta untuk merasakan bagaimana rasa lapar, haus dan menahan perbuatan-perbuatan yang bisa membatalkan puasa. Manusia akan merasakan jika pada waktu menjalankan puasa itu lapar dan dahaga, maka orang yang tidak bisa makan juga merasakan hal yang sama. Jika orang lain tidak bebas melakukan perbuatan-perbuatan yang semestinya bisa dilakukan, maka juga demikianlah yang dirasakan orang lain. Maka dengan puasa kita diajari agar memiliki kepekaan sosial. Pemahaman dan perasaan kita menjadi peka atas penderitaan orang lain.
Jika pemahaman dan perasaan kita sudah peka atas penderitaan orang lain, maka: 2) kita akan memiliki kesadaran untuk membantu yang lain. Kita sadar bahwa di sekeliling kita masih ada banyak orang fakir dan miskin yang memerlukan bantuan kita. Jika hati dan perasaan kita sudah sadar, maka akan menimbulkan kesadaran untuk bertindak sesuai dengan kesadaran tersebut. Kita akan menyayangi orang lain. Kita akan merasakan penderitan orang lain. Kita akan berempati pada orang lain. Saya berkeyakinan bahwa puasa yang kita lakukan merupakan instrument untuk kita semua agar di dalam kehidupan ini kita saling menenggang rasa, saling menghargai, saling memberikan kasih sayang dan saling menjaga satu dengan lainnya. Kita merasakan dan menyadari ada orang yang belum beruntung di sekeliling kita. Berdasarkan kajian Badan Pusat Statistik (BPS) masih ada kurang lebih 16,5 juta orang Indonesia yang hidup dalam kemiskinan.
Dari dua hal, yaitu kepekaaan sosial dan kesadaran sosial akhirnya: 3) akan menghadirkan solidaritas sosial. Keunggulan ajaran Islam di antaranya adalah agar manusia memiliki solidaritas sosial. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri di dunia ini. Setiap manusia pasti membutuhkan manusia lainnya. Jika kita akan minum air mineral dalam kemasan, maka coba dibayangkan bahwa ada ratusan orang yang terlibat di dalamnya sehingga air mineral tersebut hadir di tengah kita. Ada pekerja, ada perusahaan, ada distributor, ada suppliyer, ada pedagang dan seterusnya sehingga air hadir di depan kita dan kemudian kita bisa meminumnya. Manusia pasti akan membutuhkan pertolongan atas manusia lainnya. Makanya, Islam mengajarkan agar di antara kita saling membangun solidaritas sosial untuk kepentingan kita sendiri.
Ketiga, Islam mengajarkan agar kita saling menolong sebagaimana di dalam AlQur’an: “Ta’awanu ‘alal birri wat taqwa wa la ta’awanu ‘alal itsmi wal ‘udwan”(Surat Al Maidah, ayat 2). Yang artinya: “saling bertolong menolonglah kalian semua dalam kebaikan dan taqwa dan jangan saling bertolong menolong dalam dosa dan kejahatan”. Esensi puasa sesungguhnya adalah instrument untuk mengingatkan manusia agar memahami kembali jati dirinya sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Puasa merupakan pelatihan agar manusia berbuat kebaikan, maka pada akhirnya juga menghasilkan manusia yang terus berada di dalam aura solidaritas sosial dalam kebaikan.
Sesungguhnya manusia sudah memiliki insting untuk saling menolong. Hanya saja karena pengaruh lingkungan sosial maka insting tersebut sering dikalahkan oleh kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka puasa sebenarnya merupakan salah satu cara yang diberikan Allah kepada manusia untuk membangkitkan kembali solidaritas sosial yang hilang tersebut.
Berbahagialah orang yang bisa mengingat kembali harkat dan martabat manusia untuk saling berbagi, saling memberi dan saling menerima di dalam proporsi yang memungkinkan. Di dalam ajaran puasa terkandung maksud agar manusia berada kembali dalam jalur solidaritas sosial yang merupakan ajaran agama Islam yang agung.
Wallahu a’lam bi al shawab.