ISLAM ITU INDAH: MENJALIN SILATURRAHMI (4)
ISLAM ITU INDAH: MENJALIN SILATURRAHMI (4)
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Di dalam pengajian yang diselenggarakan setiap hari Selasa atau pengajian Selasanan bakda subuh , maka secara sengaja saya menyampaikan satu tema tentang indahnya Islam karena Islam mengajarkan agar kita semua membangun relasi sosial yang akan membawa kepada kerahmatan bagi kehidupan kita semua. Sebelum mengaji marilah kita baca Surat Alfatihan semoga apa yang kita inginkan di dalam kehidupan diijabah oleh Allah swt. Syaiun lillah lahum alfatihah….
Salah satu keutamaan ajaran Islam adalah Islam sangat menganjurkan agar umatnya melakukan relasi sosial satu dengan lainnya. Tanpa harus membedakan apa warna kulitnya, bagaimana bentuk fisiknya, apa etnis dan golongan sosialnya dan bahkan apa agamanya. Di dalam hal ini, maka ajaran Islam menganjurkan agar manusia satu dengan lainnya melakukan hubungan sosial yang saling asah asih dan asuh. Relasi sosial yang seimbang, selaras dan menuju kepada keharmonisan dan kerukunan sosial.
Keragaman adalah sunnatullah yang kehadirannya merupakan keniscayaan. Jadi sebagai keniscayaan sosial. Tidak ada di dalam dunia ini masyarakat yang monokultur dan juga mono etnis. Dipastikan ada berbagai tradisi atau kebudayaan dan juga berbagai rasa atau kesukubangsaan. Allah memang menciptakan manusia dalam keragaman, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Hikmah diciptakannya keragaman adalah agar satu dengan lainnya saling mengenal atau saling memahami. Alqur’an menjelaskan li ta’arafu, yang arti harfiahnya adalah untuk saling mengenal dan bahkan untuk saling memahami satu dengan lainnya.
Allah menciptakan hamparan dunia ini dengan berbagai ragam kehidupan. Ada manusia, hewan, binatang. Ada makhluk maujud secara fisikal dan ada juga makhluk non maujud atau non fisikal. Di samping manusia, Allah juga menciptakan jin sebangsa manusia tetapi tidak kasat mata. Tetapi harus diyakini keberadaannya. Bahkan ajaran Islam sesungguhnya harus dijadikan sebagai pedoman bagi jin dan manusia. Allah menyatakan: “wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun”. Yang artinya: “tidaklah kami (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah”.
Sesungguhnya Allah sudah memberikan potensi bagi manusia untuk membangun relasi sosial berbasis pada pemahaman tentang siapa manusia di sekeliling kita. Bahkan Allah juga mengajarkan kepada kita sebagaimana tercantum di dalam surat AlHujurat ayat 10: “innamal mu’minuna ikhwahtun fa ashlihu baina akhawaikum wat taqullahu la’allakum turhamun”, yang artinya secara harfiyah adalah: “Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, maka lakukan ishlah atau damaikan (jika ada masalah) di antara kamu, dan bertaqwallah kepada Allah jika kamu ingin mendapatkan kerahmatan”. Melalui ayat ini, maka Allah telah memberikan alternatif jika ada di antara kita yang berselisih. Bisa karena selisih paham, selisih pilihan dalam kehidupan, perbedaan paham agama, perbedaan amal ibadah dan sebagainya.
Di dalam kehidupan ini dipastikan bahwa ada masalah yang bisa dialami siapa saja. Masalah itu berbasis pada ketidaksamaan pemahaman tentang sesuatu hal, atau karena ketidakmengertian, atau perbedaan di antara kita. Perselisihan paham bisa berangkat dari misalnya urusan jabatan, urusan harta, urusan pekerjaan, urusan keyakinan beragama dan sebagainya. Maka jika terjadi seperti ini, maka instrumennya adalah ishlah. Konsep ishlah hakikatnya harus berangkat dari keinginan untuk saling memahami perbedaan, atau saling memahami tujuan dan kepastian hidup masing-masing. Selain itu juga harus ada orang yang bersedia untuk menjadi penengah atau pendamai. Yang bisa menjadi pendamai adalah orang yang memahami kepentingan kedua belah pihak sehingga akan bisa berposisi netral di dalam menentukan kepastian apa yang akan dijadikan sebagai penyelesaian masalah. Tentu saja, di dalam penyelesaian masalah haruslah ada kemauan untuk saling mengalah dan bukan saling menang. Dalam istilah saya nyatakan harus ada kemauan untuk maju selangkah dan mundur selangkah. Tanpa adanya kemauan untuk bernegosiasi seperti ini, maka penyelesaian masalah dipastikan akan sulit dilakukan. Di sinilah diperlukan seorang negosiator yang andal dan juga open mind dari para pelaku yang berselisih.
Jika masalah tersebut masalah individu, maka masih mudah untuk diselesaikan. Yang rumit adalah di kala yang terjadi adalah perselisihan komunal. Bisa saja masalah tersebut berasal dari masalah individu yang kemudian menjadi masalah komunal, dan bisa juga memang masalah komunal. Jika ini yang terjadi maka diperlukan upaya untuk rekonsiliasi melalui resolusi konflik. Ada beberapa Langkah di dalam resolusi konflik, yaitu: pertama, diperlukan sebuah tim rekonsiliasi yang berada di dalam kawasan netral baik dalam pemikiran, sikap dan perilaku. Kedua, mengenal dengan jelas apa yang menjadi akar masalahnya, sehingga akan bisa menemukan solusi atas masalah dimaksud, ketiga, melakukan negosiasi dengan actor atau agen yang bermasalah, yaitu dengan media pertemuan tertutup untuk menyamakan wawasan, keempat, yang menjadi representasi dari dua kubu adalah orang yang benar-benar menjadi perwakilan di antara yang bermasalah. Kelima, diandaikan bahwa pertemuan itu akan terjadi berulang-ulang untuk menghasilkan kesepahaman, sehingga tercapai titik temu di antara yang bermasalah. Keenam, adanya kesepakatan di antara dua kelompok yang berselisih untuk menentukan sendiri jalan apa yang ditempuh dalam penyelesaian masalah, dan ketujuh, menjalankan kesepakatan di antara mereka. Apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak bisa dilakukan.
Islam sangat menghargai kebaikan, menghargai persahabatan, menghargai kesepahaman, menghargai titik temu dalam problem kehidupan serta menghargai ukhuwah Islamiyah, bahkan ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah. Islam adalah agama damai, Islam adalah agama untuk membangun keteraturan sosial, dan Islam adalah agama yang sangat menunjung tinggi relasi sosial berbasis kesetaraan dan keadilan.
Jadi kita harus melakukan relasi sosial yang baik dan bermanfaat agar citra Islam yang sedemikian indah tidak tereduksi dengan pemahaman, sikap dan perilaku kita yang tidak menghargai keindahan Islam dimaksud. janganlah kita menodai kesucian Islam dengan perilaku kita yang tidak terpuji.
Wallahu a’lam bi al shawab.