MARI MENJAWAB SALAM NON MUSLIM
MARI MENJAWAB SALAM NON MUSLIM
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Sebelum kita mengaji Selasanan bakda Shubuh, marilah kita terlebih dahulu membaca shurat Alfatihah, ummul kitab, semoga dengan membaca ummul kitab ini, kita diberikan keselamatan, dan kebahagiaan di dalam kehidupan kita di dunia dan akhirat. Semoga juga kita diberikan keberkahan kesehatan, sehingga ibadah kita kepada Allah menjadi optimal sebagai bagian dari pengabdian kita kepada Allah SWT. Syaiun lillah lahum alfatihah…
Menjawab salam adalah urusan muamalah atau relasi sosial di antara umat manusia. Salam artinya adalah selamat. Jika kita mengucapkan salam berarti kita menyatakan “semoga keselamatan ada pada kalian” atau “semoga keselamatan ada pada kamu” atau “semoga keselamatan ada pada kita”. Jadi ucapan salam adalah ucapan terbaik, karena mengandung doa atau permohonan kepada Allah agar kita diselamatkan.
Ada banyak hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan tentang salam atau menyebarkan keselamatan. Di antara hadits itu adalah: “anna rajulan sa’ala Rasulullah, “ayyul Islami khairun”, faqala: “tuth’imuth tho’am, wa taqraus salami ila man ‘arafta ma man lam ta’rif”. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Arti secara umum adalah “sesungguhnya seseorang datang kepada Rasulullah dan bertanya, “manakah Islam yang baik itu? Lalu Rasul menjawab: “berikanlah makan, ucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal”.
Kalau mengucapkan salam kepada orang Islam atau sesama muslim kiranya tidak ada masalah. Jawablah salam sebagaimana tuntutan Nabi Muhammad SAW. Jika seseorang mengucapkan assalamu alaikum, maka jawablah dengan lebih komplit “waalaikum salam warahmatullah, dan jika seorang muslim mengucapkan assalamu alaikum warahmatullah, maka jawablah dengan waalaikum salam warahmatullah wabaraktuh. Dan jika seorang muslim menyatakan “assalamu alaikum warahmatullah wabarakatuh, maka jawablah wa alaikum salam warahmatullah wabarakatuh”. Untuk menjawab salam dari umat Islam sudah selesai. Artinya tidak ada problem mendasar di dalamnya. Jadi untuk menjawab ‘ala man ‘arafta” sudah clear and clean.
Tetapi ada problem terkait dengan bagaimana menjawab yang “wa man lam ta’rif”. Nabi meminta kita mengucapkannya juga kepada orang yang tidak kita kenal. Bisa jadi mereka adalah orang selain beragama Islam, misalnya Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Di sinilah maka memunculkan problem bagaimana menjawab salam orang non muslim dan bagaimana mengucapkan salam bagi non muslim. Bagi masyarakat Indonesia, ucapan salam “assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh” itu sudah menjadi bahasa nasional. Artinya tidak lagi dikaitkan dengan apa agama mereka. Tidak Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik dan Konghucu juga mengucapkannya pada forum-forum resmi. Jika forum itu dihadiri oleh beraneka ragam umat beragama, maka ucapan salam itu telah menjadi tradisi. Hanya pada forum khusus agama, maka ucapan salam tidak dilakukan, misalnya forum Buddha saja atau Hindu saja, maka ucapan salam tidak dilakukan.
Dalam menjawab salam yang dikatakan oleh umat nonmuslim, maka pada ulama atau ahli fiqih bersepakat bagaimana dan apa jawabannya. Bahkan di dalam Riwayat juga diceritakan di kalangan ulama Syafi’iyah juga berbeda pendapat tentang tata cara menjawab salam bagi nonmuslim. Untuk menjawab salam bagi orang nonmuslim, berdasarkan kajian para ulama nyaris tidak ada perbedaan, karena dalilnya jelas. Tidak ada perbedaan tentang jawaban atas salam yang dikemukakan oleh nonmuslim. Jawabannya adalah “wa’alaikum”. Jadi di kala ada orang nonmuslim yang mengucapkan salam, meskipun dengan salam yang lengkap “assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuhu”, maka jawabannya adalah “waalaikum”. Bisa juga “wa’alaikum salam”. Tetapi ulama ahli sunnah wal jamaah juga menyatakan seperti itu, tetapi tidak ditambah dengan “warahmatullah wa barakatuhu”. Sebab ungkapan “warahmatullahi wa barakatuhu” itu tentu khusus bagi umat Islam.
Tetapi juga ada peristiwa di mana seorang Yahudi mengucapkan “as samu ‘alaikum” pada saat Nabi sedang bersama sahabat-sahabatnya. Maka Nabi Muhammad SAW juga menjawabnya dengan “waalaikum”. As sam itu artinya: “celakalah kamu” atau “binasalah kamu”. Di sinilah Nabi Muhammad memberikan jawaban “juga celakalah kamu”. Sampai-sampai seorang sahabat Nabi Muhammad SAW akan melakukan tindakan kekerasan, tetapi Nabi Muhammad SAW melarangnya.
Tentang membalas salam kepada nonmuslim, maka terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Buchori dan Imam Muslim, yang bunyinya: “idza salama alaikum ahlul kitabi faqulu: wa’alaikum”. Yang artinya: “apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka katakanlah ‘dan atas kalian” . Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar di dalam menjawab salam dari nonmuslim (di dalam hadits ini hanya disebut ahlul kitab), maka dinyatakannya agar kita menjawab dengan “wa’alaikum”.
Ungkapan salam itu adalah ungkapan doa. Sebuah permohonan kepada Allah agar kita diselamatkan oleh Allah. Sebagai doa tentu salam itu sebaiknya dilakukan untuk sesama umat Islam. Jadi jika kepada umat nonmuslim, maka sebaiknya doa keselamatan kepada Allah itu tidak perlu disampaikan. Secara logika, bahwa kala ada orang yang mengucapkan yang baik, maka seharusnya juga dijawab dengan baik. Inilah prinsip Islam yang saya kira bisa menjadi pegangan bagi kita semua.
Wallahu a’lam bi al shawab.