BETAPA INDAHNYA SHALAT: MEMOHON DITINGGIKAN DERAJAD (BAGIAN KEDUA)
BETAPA INDAHNYA SHALAT: MEMOHON DITINGGIKAN DERAJAD (BAGIAN KEDUA)
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Sebelum memulai Ngaji Bersama Selasanan Bakda Shubuh, marilah kita baca shurat Alfatihah terlebih dahulu, semoga apa yang kita kaji dan apa yang menjadi tujuan kita untuk berbuat baik selalu dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla. Semoga semua keberkahan selalu dilimpahkan kepada kita semua. Syaiun lillah lahum alfatihah…
Pada kali ini kita akan membahas tentang doa di antara dua sujud, setelah kita bahas tentang betapa pentingnya istighfar atau memohon ampunan kepada Allah, yaitu memohon agar ditinggikan derajad kita oleh Allah SWT, kalimatnya berbunyi: “warfa’ni” dengan pernyataan akhir dipanjangkan untuk menunjukkan kata ganti saya. Arti warfa’ni adalah dan angkatlah derajad saya”. Doa ini tentu bercorak individual karena shalat memang ibadah individual hanya saja bisa dilakukan secara berjamaah atau bersama-sama. Jika ibadah shalat dilakukan sendiri atau munfaridan akan mendapatkan pahala tiga derajat dan jika dilakukan secara berjamaah akan mendapatkan 27 derajat. Tentang makna derajad ini tentu ahli fiqih atau ahli tasawuf yang bisa menjelaskan. Sebagaimana bacaan subhanallah. Alhamdulillah dan Allahu akbar yang dibaca bakda shalat berjumlah masing-masing 33 kali. Secara sosiologis tidak bisa dijelaskan. Ahli tasawuf yang bisa menjelaskannya. Setiap jumlah bacaan itu merupakan kunci.
Masyarakat kita sering memahami bahwa derajad itu ada kaitannya dengan hal-hal yang fisikal. Makanya ada konsep wong gede atau Bahasa Indonesia orang besar atau wong cilik atau orang awam, orang kebanyakan, yang menggambarkan derajad. Makanya orang Jawa sering memaknai derajad itu dengan pangkat atau jabatan atau kekayaan atau harta benda yang dimiliki. Derajad dimaknai secara material. Kekeliruan pemaknaan ini tentu telah turun temurun sehingga dianggap sebagai kebenaran. Misalnya kalau ada orang naik jabatan atau pangkat, maka disebut dapat derajad yang tinggi. Atau kalau ada orang kaya, maka disebut derajadnya tinggi. Semua diukur serba materi atau fisikal. Derajad dianggap sebagai labelling atas suatu kedudukan atau kekayaan, sehingga disebut sebagai wong gede dimaksud.
Derajad di dalam konsepsi Islam (secara sosiologis) bukan secara fiqhiyah adalah symbol atau lambang yang didapatkan manusia karena upaya yang dilakukan dan memperoleh pengabsahan Allah dalam semua bidang kehidupan baik material atau fisikal dan juga nonmaterial atau nonfisikal. Jadi yang namanya derajad itu sangat luas cakupannya yang menyangkut dimensi materi dan nonmateri. Allah itu meninggikan derajad manusia dengan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan agama. Allah meninggikan derajad manusia dengan hidayah akan keimanan dan keislaman, Allah itu meninggikan derajad manusia dengan pengamalan beragama bahkan sampai ke tingkatan kelompok khusus lil khusus, tidak terus berada di dalam pengamalan beragama kelompok awam. Allah menyatakan: “yarfa’il lahul ladzina amanu minkum walladzina utul ilma darajad” artinya secara harfiyah adalah Allah meninggikan derajad orang yang beriman dan orang yang mencari ilmu pengetahuan”. (QS. Almujadaah: 11). Di dalam konteks ini, maka ada dua orang yang ditinggikan derajadnya, yaitu orang yang beriman dan orang yang mencari ilmu pengetahuan.
Jadi derajad itu bukan hanya materi dengan kekayaan dan jabatan atau pangkat, tetapi yang lebih urgen adalah derajad dalam keimanan dan penguasaan ilmu pengetahuan. Ada banyak orang yang kaya atau berpangkat tetapi tidak menjadi idola di sisi Allah sebab tidak iman secara utuh atau tidak berpengetahuan untuk memperkuat keimanan. Tetapi di sisi Allah yang baik adalah jika menjadi orang kaya tetapi dermawan, orang yang menjadi pejabat untuk membangun keadilan, kebaikan dan kesejahteraan dan tentu orang yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang didayagunakan untuk membangun kehidupan sosial yang lebih baik.
Jadi ketika kita berdoa, Ya Allah tinggikan derajad kami, hendaknya yang dimaksudkan adalah agar jangan hanya derajad keduniawian yang fana ini, tetapi lebih jauh adalah derajad keukhrawian yang kekal adanya. Jadi rasanya memang diperlukan reorientasi pemahaman kita tentang derajad, bahwa derajad yang dimaksud adalah derajat yang agung yang menjadi tujuan dan harapan akhir kita. Boleh kita memperoleh derajad duniawi yang sifatnya instrumental, tetapi agar diletakkan derajad kita itu di dalam purpose dan hope untuk memperoleh keimanan dan ketaqwaan.
Marilah kita ubah mindset kita yang selalu berpikir duniawi menjadi mengarah ke ukhrawi, dari berpikir derajad itu material ke spiritual. Melalui perubahan pemikiran ini semoga kelak kita memperoleh kebaikan di akhirat sebagai kampung halaman abadi bagi manusia. Derajad di dunia kita dapatkan dan derajad di akhirat juga kita dapatkan. Dan hal itu seharusnya dipahami dari doa kita pada waktu kita membaca “warhamni” di dalam shalat kita. Semoga kita masuk dalam golongan orang yang berderajad tinggi di sisi Allah, baik di dunia dan berderajad tinggi di sisi Allah di akhirat. Allahumma amin.
Wallahu a’lam bi al shawab.