• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BETAPA INDAHNYA SHALAT: ISTIGHFAR (BAGIAN SATU)

BETAPA INDAHNYA SHALAT: ISTIGHFAR (BAGIAN SATU)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebelum kita memulai pengajian Selasanan bakda Shubuh, marilah kita mulai dengan membaca shurat Alfatihah, semoga apa yang kita inginkan dalam kebaikan selalu dikabulkan dan diridhoi oleh Allah SWT dan semoga kita diberikan kemudahan oleh Allah atas segala urusan kita. Syaiun lillah lahum alfatihah..

Yang saya jelaskan pada pagi ini memang tidak urut, yaitu shalat dimulai dengan takbiratul ihram, lalu bacaan doa iftitah dan seterusnya, akan tetapi saya akan memulai dari doa yang kita baca diantara dua sujud yang mesti kita baca di dalam shalat. Kajian ini tidak melihatnya dari dimensi fiqih tetapi lebih tepat sebagai kajian ethical-sosiologis yang memang sedikit banyak saya kuasai. Jika yang terkait dengan fiqih biarkan ada ahli lain yang menerangkannya atau menjelaskannya.

Doa di antara dua sujud itu terkait dengan permohonan hamba kepada tuannya, dari manusia kepada Allah SWT. Shalat itu tidak hanya untuk mengingat Allah tetapi juga permohonan kita kepada Allah SWT. Kita gunakan kata permohonan dan bukan permintaan. Permintaan itu digunakan untuk sesama hamba Allah sedangkan untuk Allah kita gunakan kata memohon. Di dalam konteks ini Allah mengajarkan agar kita menyembahnya terlebih dahulu dan baru memohon kepada-Nya. Di dalam Shurat Alfatihah Allah menjelaskan
“iyyaka na’budu wa iyyaka nastain”.

Doa kita atau permohonan kita kepada Allah itu, yang pertama adalah permohonan agar dosa kita diampuni atau dihapuskan oleh Allah SWT. Bunyinya: Rabbighfirli. Yang artinya kurang lebih “Wahai Allah ampuni segala dosa saya”. Jadi doa ini menggambarkan permohonan individual, permohonan orang-orang di kala shalat kita lakukan. Permohonan seorang hamba kepada Tuhannya, yang dilakukan oleh dia seorang diri kepada Allah SWT. Di dalam doa ini kita memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar dosa atau kekhilafan atau kesalahan yang kita lakukan kepada Allah memohon diampuni. Ada di antara kita yang barangkali kurang bersyukur kepada Allah, kita kurang tawakkal kepada Allah, kita kurang beriman kepada Allah, kita kurang ikhlas dalam beribadah dan sebagainya agar Allah mengampuni. Ada di antara kita yang shalatnya masih bolong-bolong, masih suka shalat sendirian, masih kurang khusyu’, masih kurang focus, masih menganggap shalat itu kewajiban dan bukan kebutuhan, dan sebagainya maka saatnya kita memohon ampunan Allah.

Ada juga yang mungkin sedekahnya kurang, kurang suka menolong orang, suka menyimpan harta, kurang zakatnya, kurang infaqnya, kurang rasa iba kepada sesama hamba Allah yang sedang mengalami masalah kehidupan, kurang merasakan nikmatnya Allah atau selalu merasa kurang, maka inilah saatnya kita memohon ampunan kepada Allah. Ada juga yang merasa ibadahnya karena didorong oleh factor luar bukan dari dorongan dalam diri atau lainnya, maka saatnya kita berdoa memohon agar Allah memaafkannya.

Ada juga yang merasa dirinya tidak bersih, banyak maksiat, misalnya maksiat mata, maksiat hati, maksiat lesan, maksiat tangan dan sebagainya, maka inilah saatnya kita memohon kepada Allah agar diampuni. Jika ada riyak di dalam diri, baik riya dhahir atau batin, riya jahr atau riya sir, maka inilah saatnya kita memohon ampunan kepada Allah SWT. Jika ada di antara kita yang merasa paling hebat dalam profesi kita dan membuat kita membusungkan dada, lalu berpikir “sopo siro sopo ingsun” atau siapa saya dan siapa saudara, maka shalat inilah saatnya kita memohon ampunan kepada Allah SWT.

Apa yang saya sampaikan ini sesungguhnya merupakan upaya untuk introspeksi diri, khususnya diri saya yang di dalam banyak hal masih melakukan dosa atau kesalahan dan terkadang juga shalat itu berjalan begitu saja atau tanpa penghayatan, maka dengan membicarakan hal ini dan bahkan menuliskan hal ini, akan bisa menjadi kaca benggala tentang ibadah yang kita lakukan. Kita benar-benar menyadari bahwa dimensi kemanusiaan kita itu lebih dominan dibanding dimensi ketuhanan. Factor keduniawian itu lebih dominan dibandingkan dengan factor keukhrawian. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan kita yang memang semakin materialistis, yang semakin permisif dan semakin serba boleh. Oleh karena itu, mudah-mudahan dengan memberikan penjelasan tentang hal ini akan bisa menjadi pengingat bahwa ada kewajiban dan kebutuhan kita untuk terus memohon ampunan kepada Allah SWT.

Di tengah kehidupan kita yang  berpaham bahwa kebutuhan itu semata-mata fisikal atau material, maka hal ini akan sangat mempengaruhi terhadap mindset kita. Kita tentu selalu mendendangkan lantunan doa dalam bentuk istighfar “astaghfirullah al adzim” dan doa itu diterima Allah SWT.  Tentu saja harapan kita kepada Allah adalah lantunan-lantunan doa tersebut akan menjadi persaksian bahwa kita termasuk orang yang beribadah dan memohon ampunan kepada-Nya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..