REZEKI SEBAGAI NIKMAT ALLAH SWT (2)
REZEKI SEBAGAI NIKMAT ALLAH SWT (2)
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Sebelum kita melanjutkan pengajian Selasanan (21/12/21), maka terlebih dahulu kita membaca surat Alfatihah atau ummul Qur’an agar mengaji kita ini memperoleh ridhanya Allah SWT dan dimudahkan segala urusan kita, baik urusan duniawai maupun ukhrawi. Makanya, marilah kita baca bersama-sama surat Alfatihah, syaiun lillah lahum alfatihah…
Manusia memiliki sejumlah kebutuhan. Menurut para ahli antropologi-sosiologi, maka kebutuhan manusia itu adalah kebutuhan fisik, kebutuhan social dan kebutuhan integrative. Kebutuhan fisik terkait dengan kebutuhan biologis, misalnya harus memenuhi keinginan makan, minum, melanjutkan keturunan melalui prilaku seksual halal, atau segala hal yang terkait dengan tujuan melanjutkan kehidupan dari aspek fisik. Misalnya ketika harus makan, maka harus memenuhi standart makanan yang sehat. Kala kita minum juga yang berstandart sehat dan kebutuhan fisik lainnya juga yang memenuhi standart sehat dan halal.
Kemudian, kebutuhan social. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri di dunia ini. Pasti membutuhkan orang lain. Sekaya apapun seseorang, misalnya seperti Jeff Bezos (109,6 Miliar Dolar US), atau Bernard Arnault (106,1 Milir Dolar US), Mark Zukkerberg (73,7 Milar Dolar US), atau Bil Gates (106,4 Milar dolar US) dan lain-lain, akan tetapi dia tidak bisa hidup sendiri. Untuk makan dan minum maka dipastikan harus ada orang lain yang menyiapkan atau membantunya. Maka, manusia membutuhkan manusia lainnya untuk saling berkomunikasi, berkolaborasi atau bekerja sama dengan manusia lainnya agar kebutuhan sosialnya tersebut bisa dicapainya. Meskipun suatu ketika Artificial intelligent (robot) bisa memenuhi kebutuhan manusia, tetapi bukankah robot juga hasil ciptaan ratusan orang, sehingga robot tersebut bisa sampai di tangan kita. Manusia butuh manusia lainnya untuk memenuhi semua kebutuhan kemanusiaan atau kebutuhan sosialnya. Manusia butuh curhat, butuh membicarakan kegagalan atau kesuksesannya, manusia membutuhkan uluran tangan sahabatnya dan sebagainya.
Lalu, kebutuhan integrative bahwa manusia membutuhkan kebutuhan yang menghubungkan antara kebutuhan biologis dan social. Misalnya pernikahan, misalnya mengekspresikan rasa cintanya, melampiaskan hasrat kasih sayangnya, dan sebagainya. Manusia juga membutuhkan pemenuhan rasa ketuhanan. Keinginan untuk melampiaskan hasrat rohaninya, manusia memerlukan penyaluran untuk mengekspressikan rasa ketuhannya dan sebagainya. Semenjak dahulu, manusia memiliki cita rasa ketuhanan yang diekpressikan sesuai dengan kapasitasnya.
Segala kebutuhan manusia yang berhasil dan bisa dinikmati keberhasilannya itulah yang kemudian disebut sebagai kenikmatan. Kita butuh makan dan minum serta kebutuhan seksual dan kita bisa meraihnya, maka inilah yang dinamai sebagai kenikmatan. Jadi kenikmatan adalah tercapainya kebutuhan berdasarkan atas usaha yang dilakukannya dan kenikmatan tersebut dirasakannya. Tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk keluarganya, kerabatnya bahkan masyarakat secara lebih luas.
Di dalam terminology agama, maka kenikmatan yang seperti itu yang disebut sebagai rezeki atau sesuatu yang diusahakan dan kemudian hasilnya bisa dirasakannya. Kita menjadi bahagia karena tujuan bisa tercapai. Kita berhasil. Jika kebutuhan tersebut bisa tercapai maka itulah yang disebut sebagai memperoleh rezeki. Bagi orang yang beragama, maka kenikmatan karena keberhasilan tersebut disebut sebagai rezeki dari Allah SWT. Manusia akan merasakan kenikmatan dan kebahagiaan.
Sebaliknya, jika yang kita inginkan tidak tercapai, maka kita menjadi sedih atau tidak bergembira. Kita merasakan kegagalan. Maka kegagalan itulah yang disebut sebagai kesedihan atau ketidaknyamanan. Tetapi kegagalan belum tentu niqmah. Tetapi niqmah dipastikan menjadi basis kegagalan. Di dalam konteks ini, niqmah merupakan hal ihwal dari rasa kesedihan yang disebabkan oleh banyak factor. Bisa factor biologis, dan bisa juga factor social. Dari factor biologis misalnya ketidaksesuian antara apa yang diharapkan dan apa yang didapatkan secara fisikal. Sedangkan secara social adalah kala harapan dan kenyataan tidak sesuai misalnya kegagalan dalam negosiasi berusaha dan sebagainya.
Manusia tentu selalu berharap agar memperoleh kenikmatan, tetapi tidak selamanya kenikmatan itu menghampiri kehidupan kita. Oleh karena itu jangan berlebihan dalam menerima kenikmatan dan jangan berlebihan dalam menyikapi keniqmahan. Hadapi keduanya dengan pasrah kepada Allah SWT yang telah mentakdirkan kenikmatan dan keniqmahan tersebut di dalam hiudp kita. Tentu saja kita harus terus berdoa Ya Allah berikan kami kebahagiaan di dunia dan juga kebahagiaan di akhirat. Semoga doa kita didengarkan oleh Allah SWT.
Wallahu a’lam bi al shawab.