• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

REZEKI SEBAGAI NIKMAT ALLAH SWT (1)

REZEKI SEBAGAI NIKMAT ALLAH SWT (1)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Marilah kita mulai pengajian rutin selasanan (7/12/21) di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency ini dengan bersama-sama membaca Surat Alfatihah semoga dengan membaca Ummul Qur’an ini, maka segala urusan kita akan dimudahkan oleh Allah swt dan semua amalan kita di dalam beribadah diterima oleh Allah swt. Syaiun lillah lahum al fatihah…

Tentu sudah banyak orang yang memberikan definisi baik secara lughawi maupun secara maknawi tentang rezeki. Tetapi yang jelas bahwa rezeki adalah segala sesuatu yang diterima oleh seseorang di dalam hidupnya yang diyakini datang dari keharibaan Allah Swt. Saya tekankan di sini, bahwa rezeki itu segala sesuatu, apa saja, berupa apa saja, di mana saja,  yang kedatangannya dirasakan sebagai nikmat oleh Allah Swt.  Jadi rezeki itu ada kaitannya dengan kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Pandangan saya dalam konteks ini tentu lebih sosiologis dibandingkan dengan fiqhiyah atau konsep-konsep Islam lainnya yang lebih rinci.

Di dalam kehidupan ini ada yang disebut sebagai nikmat atau sesuatu yang membuat kita bahagia, senang, tertawa, tersenyum dan merasakan betapa hal tersebut dapat membuat hidup kita menjadi nikmat dan menyenangkan. Ada rasa bahagia, ada rasa senang, ada rasa nikmat di dalamnya. Sebaliknya ada yang disebut sebagai niqmah atau sesuatu yang membuat hidup kita itu sengsara, tidak suka, membencikan, atau tidak membahagiakan. Ada nikmah dan ada niqmah. Ini merupakan konsekuensi dari hukum berpasangan yang memang menjadi sunnatullah di dalam kehidupan manusia.

Semua manusia dipastikan merasakan dua hal ini. Ada kalanya merasakan kenikmatan dan ada kalanya merasakan keniqmahan. Sekali lagi semua manusia. Bahkan Nabiyullah juga merasakannya. Nabi Adam, sebagai leluhur manusia juga merasakannya. Ketika Beliau berada di surganya Allah, maka tentu semua kenikmatan surgawi diterimanya. Kita bisa membayangkan betapa nikmatnya hidup di surga. Serba ada, semua yang diinginkan tercapai, semua yang diharapkan terkabulkan. Tetapi takdir Allah untuk mendesain dunia ini tentu harus berlaku, yaitu diturunkannya Nabi Adam dan Hawwa ke dunia untuk menyambung kalimat Tuhan, Allah SWT, bahwa Allah akan menciptakan manusia dan menjadikannya sebagai khalifahnya di muka bumi. Maka Nabi Adam lalu turun ke dunia tidak secara bersama-sama. Mereka turun ke bumi dan terpisah di antara keduanya. Dan pada saat itu hanya ada dua saja manusia, yaitu Nabiyullah Adam dan Hawwa. Tetapi karena takdir Allah bahwa keduanya harus menyatu dan beranak pinak sebagai awal terjadinya kehidupan manusia di dunia ini, maka Allah mempertemukannya di Bukit yang disebut sebagai Jabal Rahmah di Arab Saudi, dan tempat itu ditandai sebagai salah satu tempat untuk berhaji. Sebuah perbukitan di dekat Arafah, tempat jamaah haji menyelenggarakan wukuf sebagai puncak ibadah haji.

Lalu Nabiyullah Muhammad Saw juga pernah merasakan bagaimana  kesedihan tersebut melanda dirinya. Pada saat Beliau berdakwah secara terang-terangan, maka Beliau ditinggalkan oleh isteri tercintanya, Khadijah binti Khuwalid, seorang perempuan terkaya di Mekkah, seorang isteri yang membiayai dan memberikan perlindungan kepadanya dan karena takdir Tuhan harus wafat untuk meninggalkannya. Siti Khadijah wafat di pangkuannya. Khadijah wafat dalam keadaan bukan orang kaya, sebab hartanya didarmabaktikan untuk dakwah Nabi Muhammad SAW. Pada tahun bersamaan, pamanda Nabi Muhammad SAW, Abu Thalib, ayahanda Sayyidina Ali, Pemimpin Suku Quraisy juga wafat. Tahun ini yang diabadikan sebagai tahun kesedihan atau ayyamul Huszni atau tahun kesedihan, yaitu pada tahun 619 Masehi. Selama ini yang memberikan perlindungan secara fisikal kepada Nabi Muhammad SAW adalam pamandanya ini. Orang-orang Qurays dan suku lainnya segan untuk menyakiti Nabi Muhammad SAW karena keberadaan pamandanya ini. Maka ketika pamandanya wafat maka penghinaan, cacian, dan bahkan kekerasan fisik akan lebih banyak dilakukan orang Quraisy Mekkah. Genaplah sudah kesedihan Nabi pada tahun tersebut.

Dengan demikian, kesenangan dan kesedihan, kebahagianan dan ketidakbahagiaan atau nikmah dan niqmah merupakan bagian dari kehidupan manusia. Jika kenikmatan yang kita dapatkan maka itulah sesungguhnya rezeki yang diberikan oleh Allah kepada hambanya. Dan di antara kita pasti juga pernah merasasakannya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..