Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GREAT DIVIDE: SATU PERSEN PENGUASA EKONOMI DUNIA (1)

Seingat saya di Toko Buku Periplus, Bandar Udara Juanda, saya membeli buku yang sangat luat biasa, “The Great Divide, Unequal Societies and What We Can Do About Them”, yang ditulis oleh Joseph E. Stiglitz, pada 2017. Seingat saya sedang ada potongan harga 20 persen. “Wah, ini ada buku yang menarik dalam batin saya”. Tetapi seperti biasa buku itu juga belum sempat dibaca secara keseluruhan, hanya saya lihat sepintas saja.

Buku ini sebagaimana bukunya terdahulu, juga membahas mengenai tata ekonomi dunia, yang berisi ketimpangan dan kekuatan satu persen atas tata ekonomi dunia tersebut. Ketimpangan yang sepertinya “sengaja” untuk dilestarikan terutama oleh para penguasa ekonomi satu persen itu. Buku ini diantar oleh satu pernyataan menarik “No one today can deny that there is a great divide in America, separating the very richest –some times described as 1 percent—and the rest. Mereka yang tergolong satu persen ini memiliki perbedaan aspirasi, perbedaan life styles dan juga perbedaan ketakutan.

Kelompok 1 persen ini berbicara tentang apa jenis pesawat jet yang akan dibeli, di mana harus menempatkan uangnya, dan bagaimana menyekolahkan anaknya di sekolah yang prestise. Sedangkan masyarakat pada umumnya berbicara tentang bagaimana harus membayar sekolah untuk anaknya, bagaimana jika ada keluarganya yang sakit dan bagaimana jika pensiun dan sebagainya.

Di antara yang memperparah ketidakmerataan ekonomi adalah resesi besar dunia, di mana kebijakan yang diambil adalah dengan memberikan suntikan dana kepada Bank, baik pemerintah maupun swasta dan perusahaan-perusahaan, sehingga para bankir meminjam uang dalam jumlah yang sangat besar dan pemiliknya juga meminjam dalam jumlah yang besar.

Sebagai pendukung Partai Demokrat, Stiglitz juga menyalahkan kebijakan Bush untuk berperang di Irak yang mengakibatkan kas negara tergerus sangat banyak untuk kepentingan perang tersebut. Makanya dinyatakan bahwa siapa yang membunuh ekonomi Amerika ternyata adalah kebijakan pemerintahan Bush.

Ada beberapa kritik yang disampaikan terkait dengan “ketololan Kapitalis”, yaitu deregulasi yang tidak tepat, sebab juga mengarah kepada penguatan yang besar, dilakukan di masa Bush dan diteruskan di era Clinton, tumbuhnya pasar modal dan pertumbuhan ketidaksetaraan ekonomi, transparansi yang tidak sehat dan pandangan kaum ekonomi yang menyatakan bahwa pasar akan mengatur dirinya sendiri. Pandangan para ahli ekonomi ini yang di dalam banyak hal dijadikan sebagai rujukan pemerintah di dalam mengelola tata ekonomi, sehingga kesalahan memberikan resep atau solusi tentu akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi berbasis masyarakat yang rendah.

Krisis besar ekonomi ternyata memang berdampak besar terhadap depresi besar, di antaranya adalah kolapsnya Lehman Brother, 15 September 2008 dan juga kesejahteraan kelas menengah di bawah 1 persen, yang kembali seperti tahun 1992. Sayangnya recoveri ekonomi tetap mengarah dari 1 persen untuk 1 persen dengan mengandalkan konsep trickle down economy. Disarankannya, bahwa sebaiknya kebijakan pemerintah justru mengarah kepada pertumbuhan yaitu dengan melakukan trickle up economy, melalui penguatan pertumbuhan kelas menengah dan di bawahnya.

Amerika Serikat yang dianggap sebagai negara termodern di dunia, ternyata statement “kesamaan peluang” hanyalah mitos belaka. Kesamaan peluang hanyalah sebuah mimpi, sebab realitas tata ekonomi di sini adalah of the one percent, by one percent, for one percent. Disebabkan oleh kebijakan ekonomi politik seperti ini, maka berakibat terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah dan ketidaksetaraan dalam pendapatan dan kesejahteraan secara ekonomi. Maka seharusnya dilakukan upaya yang disebutnya sebagai “America’s socialism for the Rich”. Negara harus terlibat untuk menerapkan kebijakan ekonomi politik sosialisme secara khusus bagi orang kaya. Diperlukan adanya regulatory reform dengan komitmen untuk mendorong kelas di luar satu persen untuk juga berkembang. Instrumen ekonomi seperti perbankan, perusahaan multi nasional, maupun nasional haruslah memberikan peluang bagi kelompok di bawah satu persen untuk pemberdayaan baginya. Akibat lebih jauh dari inekualitas ini adalah munculnya ketidakpercayaan pada semua orang, “in no one we trust”.

Stiglitz, sesungguhnya telah memperingatkan bahaya ekonomi kapitalis yang menghasilkan ketidaksetaraan, memberikan komentar atas dimensi-dimensinya, penyebabnya, dan konsekuensi dari ketidaksetaraan ekonomi ini, tidak hanya bagi Amerika akan tetapi juga buat seluruh negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Melalui pemahaman mengenai penyebab bangkrutnya sistem ekonomi kapitalis ini tentu diharapkan akan terdapat perubahan, hanya sayangnya Presiden Barack Obama juga tidak mampu berbuat banyak.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..