AGAMA DI RUANG DOMESTIK (4)
Sebagai penggemar Bang Haji Rhoma Irama, tentu saja saya langsung mendapatkan kiriman dari Dr. Saifuddin, UIN Raden Fatah Palembang, tentang lagu “Virus Corona”. Perlu saya sampaikan bahwa Dr. Saifuddin adalah doktor yang meneliti tentang lagu-lagu Bang Haji dan Bang Haji juga hadir untuk memberi testimoni tentang lagu-lagunya pada saat ujian terbuka Mas Dr. Saifuddin.
Saya menulis mengenai musik Bang Haji ini sudah beberapa kali. Saya menulis tentang lagu “virus Corona” ini di saat saya sedang memperkuat tesis saya bahwa ada yang disebut sebagai Agama Domestik. Agama yang “dipaksa” oleh struktur sosial untuk memasuki ruang-ruang terbatas.
Kekaguman saya pada Bang Haji disebabkan karena Beliau selalu membuat syair lagunya itu berdasar atas konteks sosial psikhologis dan religius yang sedang dihadapi oleh manusia. Betapa banyak syair-syair lagunya yang menggambarkan nuansa sosial-religius, dan inilah yang menyebabkan lagunya itu seakan abadi, jika dibandingkan dengan lagu-lagu dari penyanyi lainnya. Yang lain hanya seumur jagung, tetapi lagunya Bang Haji menjadi abadi.
Sebelum saya melakukan analisis tentu ada baiknya jika saya angkat lebih dulu tentang syair lagu “Virus Corona”. “Kengerian yang mencekam, Melanda segenap alam, Kala makhluk itu datang, Menyerang dan mematikan”. “Dia tak terlihat mata, Tak bisa diraba, Namun sangat mengerikan seluruh manusia”, “Hampir di segenap negeri, Isolasi bersembunyi, Ketakutan tak terperi”. “Hanyalah padamu Tuhan, Kami mohon perlindungan”, “Dari ancaman bahaya, Virus yang makin mewabah, Berilah inayah untuk menghentikan”, “Mata dunia terbuka, Betapa lemah manusia, Walaupun sudah digdaya, Ternyata rapuh padanya”, “Hanyalah dengan mikroba, bernama corona, Sungguh telah menghancurkan , Sendi kehidupan”. “Ikhtiar dan juga doa, Mari kita upayakan, Agar dunia terbebas, Darinya…virus corona”.
Betapa indahnya syair lagu Bang Haji ini. Saya berkeyakinan bahwa untuk menciptakan lagu ini tentu menggunakan pendekatan spiritual, tidak hanya berbasis pada kenyataan empiris yang diketahuinya. Jika kita cermati, maka ada beberapa catatan tentang lagu virus corona ini. Pertama, bahwa virus corona benar-benar menjadi momok dunia, tidak ada negara yang terbebas dari virus ini. Meskipun tidak tampak, namun memiliki daya pengaruh yang besar terhadap seluruh dunia. Kekuatan virus corona ini ternyata juga luar biasa. Betapa negara-negara yang selama ini mengagungkan rasionalitas dan kekuatan fisik dan pikiran ternyata tidak mampu berbuat banyak. Di sana-sini kemudian yang dilakukan adalah kebijakan lock down sebuah wilayah, di mana manusia mengasingkan diri di dalam rumahnya sendiri-sendiri dengan kengerian yang tidak terhingga. Pengaruh psikhologis virus ini sungguh sangat dahsyat.
Kedua, manusia ternyata tidak memiliki kekuatan apapun di dalam berhadapan dengan makhluk nongaib tetapi tidak kasat mata. Mikroba ini tidak tampak kecuali dengan teknologi kedokteran, akan tetapi memiliki daya ledak mematikan. Lebih dahsyat dibandingkan dengan bom yang dijatuhkan Amerika ke Nagasaki dan Hiroshima tahun 1945, atau senjata kimia yang digunakan Amerika di dalam perang Irak. Yang seperti ini masih bisa dilokalisasikan, sehingga tidak memiliki dampak mendunia. Coba bayangkan, virus corona itu dari Wuhan di Cina tetapi sekarang telah meracuni seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari mikroba ini.
Ketiga, akhirnya manusia harus mengakui kelemahannya dan keterbatasannya. Dan yang tidak terbatas dan Maha Kuasa adalah Allah swt. Manusia yang telah mendeklarasikan kehebatannya dengan teknologi yang dikuasainya ternyata harus mengakui ada kehebatan lain, yang bisa mengalahkannya. Di saat seperti ini, seperti kata Bronislaw Malinowsky, lalu manusia teringat akan kekuatan “gaib”, di dalam konsepsi Malinowsky disebut sebagai “magi”, tetapi di dalam agama Samawi, khususnya Agama Islam, yang Maha Kuasa dan Perkasa itu adalah Allah swt. Di saat seperti ini, maka sebagaimana syair Bang Haji, “Hanyalah padamu Tuhan, Kami mohon perlindungan”, “Dari ancaman bahaya, Virus yang makin mewabah, Berilah inayah untuk menghentikan”.
Agama menjadi sangat fungsional di saat terdapat musibah. Agama, ternyata menjadi ujung akhir dari proses permohonan atas ketidakberdayaan manusia menghadapi tekanan eksternal di luar dirinya, terutama di kalangan kaum rasionalis. Namun bagi kaum agamawan, bahwa agama itu fungsional di hilir dan hulu kehidupan. Agama diyakini mendasari setiap proses kehidupan manusia. Kaum spiritualis justru tidak hanya sekedar itu, bahwa semua kejadian hakikatnya adalah takdir Tuhan dan manusia harus pasrah menghadapinya. Tuhan bagi kaum spiritualis menyertai setiap kejadian di dunia ini.
Kenyataan empiris virus corona yang mendesak manusia ke dalam isolasi diri, dan berdoa atau beribadah di dalam isolasi diri itulah yang saya konsepsikan sebagai agama domestik, sebab agama sebagaimana yang diamalkan oleh pemeluknya tersekat di dalam bilik sempit, rumah-rumah, atau tempat ibadah terbatas, dan belum lagi diperkenankan untuk kembali ke ranah publik.
Walllahu a’lam bi al shawab.